Sukses

Sejumlah Tokoh Luncurkan Konvensi Rakyat Capres 2014

“Konvensi Rakyat diharapkan melahirkan pemimpin sejati yang mengerti apsirasi rakyat dan membawa negara menuju sejahtera," Gus Sholah.

Dilandasi keprihatinan atas nasib bangsa, sejumlah rohaniawan, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, dan juga budayawan akan meluncurkan Konvensi Rakyat bertepatan dengan Hari Pahlawan di Gedung Joang 45, Jakarta, Minggu 10/11/2013). 

“Konvensi Rakyat diharapkan bisa melahirkan pemimpin sejati yang benar-benar mengerti aspirasi rakyat, serta bisa membawa negara ini menuju negara sejahtera,” ujar KH Salahuddin Wahid melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Sabtu (9/11/2013).

Konvensi Rakyat ini diketuai oleh KH Salahuddin Wahid. Selain itu, ada sejumlah tokoh yang juga menjadi anggota Komite, antara lain Adnan Buyung Nasution, Natan Setiabudi, Jaya Suprana, Frans Magnis-Suseno, Ichlasul Amal, Aristides Katoppo, serta Sekretaris Komite, Rommy Fibri.

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng yang akrab disapa Gus Solah in menuturkan sebagai bangsa yang lahir dari rahim perjuangan revolusi fisik 1945, Indonesia sudah semestinya mampu berdikari, berdiri di atas kaki sendiri.

"Sayangnya, kini Indonesia justru berada di bawah kendali asing," imbuh pria yang akrab disapa Gus Solah.

Ia mejelaskan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan (Oktober, 2013)  menyebutkan total utang pemerintah hingga September 2013 mencapai Rp 2.273,76 triliun. Padahal nilai belanja APBN 2013 mencapai Rp 1.726,2 triliun. Artinya, jika disandingkan antara total anggaran belanja dan utang, maka negara ini sejatinya sudah bangkrut.

Ketergantungan terhadap utang menyebabkan Indonesia kian terpuruk. Harga-harga melonjak tajam, namun daya beli masyarakat tidak juga beranjak naik. Pemerintah makin tak peduli pada nasib rakyat, karena kendali kekuasaan ada di tangan lembaga donor asing.  Sistem yang menjerat dan pemimpin bangsa yang tak memiliki keberanian menjadi perpaduan yang sangat ideal bagi kemerosotan moral bangsa.

“Kekayaan alam Indonesia yang begitu berlimpah tak bisa dinikmati rakyatnya karena dihisap kekuatan asing. Pihak asing tak hanya menekan dan mengendalikan pemerintah melalui ketergantungan utang luar negeri, melainkan juga menyusupkan mental-mental korupsi pada anak bangsa. Sudah saatnya Indonesia menggeliat melawan ketertindasan, neokolonialisme, dan neoliberalisme,”  kata Gus Solah. (Adi/Yus)