Lembaga Kajian Kebudayaan Indonesia (LKKI) menilai jelang Pemilu 2014, banyak calon legislatif dan partai politik kurang menyentuh persoalan atau isu kebudayaan dalam setiap kegiatan politiknya. Padahal Indonesia dikenal sebagai negara kaya dengan berbagai kebudayaan yang tidak dimiliki negara lain.
"Kami melihat isu kebudayaan sebagai alat kampanye kurang menjadi perhatian partai politik (parpol) dan para caleg dalam kampanye Pemilu 2014 ini," kata Ketua Presidium LKKI Rizal Siregar melalui keterangan tertulis kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (30/12/2013).
Sebaliknya, sepanjang tahun 2013 ini LKKI mencatat masih banyak politisi terkesan seperti manusia yang tidak berbudaya dan kerap menjadi tontonan. Sebagai contoh gaya bahasa dan sikap anggota parlemen yang tampil dalam berbagai tayangan televisi.
"Ini sangat memalukan bangsa. Mereka tidak menggambarkan sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai budaya ketimuran yang begitu agung," ujar dia.
Meski demikian, tidak hanya politisi, yang kurang memberi perhatian masalah kebudayaan. Pemerintah pun demikian. Sepanjang tahun 2013 ini saja, kontribusi pemerintah dalam membangun dan kembangkan kebudayaan masih kurang dilakukan.
"Berbagai kegiatan yang dilakukan pemerintah hanya bersifat seremonial dan tidak menyentuh kepada esensi budaya itu sendiri," tandas Rizal.
Ia menambahkan pihaknya menilai bisa saja kebudayaan lokal di berbagai daerah terpinggirkan dengan derasnya arus globaliasai. Akibatnya, anak bangsa pun sudah lupa dengan budaya sendiri. Ini sangat menyedihkan.
"Bahkan, ketika bangsa asing mempertahankan budayanya. Negeri ini malah super cuek dengan budayanya," cetus dia.
Alhasil, bagi generasi muda budaya leluhur menjadi asing baginya. Mereka pun tidak tahu lagi tentang budaya lokal apa lagi kearifan lokal. Sampai pada gilirannya, budaya asing akan mendominasi ke dalam budaya negeri ini.
"Dahulu kesenian di daerah bergeliat, namun kini seperti mati suri. Tidak ada lagi seniman-seniman lokal yang berkembang dan tumbuh menjadi seniman nasional," ungkap dia.
Selain itu berbagai gedung kesenian, seperti Taman Budaya di setiap provinsi sepi dari aktivitas kesenian dan terkesan mati perlahan-lahan. Padahal, di era 70an dunia teater, sastra, musik, dan seni rupa serta tari-tarian banyak seniman dari berbagai daerah tumbuh.
"Contohnya saja WS Rendra, Putu Wijaya, Sori Siregar, Bagong Kussudiardjo, Affandi dan banyak lainnya. Tapi kini, siapakah seniman daerah yang mampu bertengger sebagai seniman nasional," tandas Rizal. (Adi)
Baca Juga:
Jokowi Jadi Cawapres Rhoma? Ahok: Hancur Kerajaan Romawi
Wujudkan Pemerintahan Bersih, KPK Undang Semua Capres 2014
Jokowi Persilakan Ormas Bantu Pengamanan Pemilu di Ibukota
"Kami melihat isu kebudayaan sebagai alat kampanye kurang menjadi perhatian partai politik (parpol) dan para caleg dalam kampanye Pemilu 2014 ini," kata Ketua Presidium LKKI Rizal Siregar melalui keterangan tertulis kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (30/12/2013).
Sebaliknya, sepanjang tahun 2013 ini LKKI mencatat masih banyak politisi terkesan seperti manusia yang tidak berbudaya dan kerap menjadi tontonan. Sebagai contoh gaya bahasa dan sikap anggota parlemen yang tampil dalam berbagai tayangan televisi.
"Ini sangat memalukan bangsa. Mereka tidak menggambarkan sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai budaya ketimuran yang begitu agung," ujar dia.
Meski demikian, tidak hanya politisi, yang kurang memberi perhatian masalah kebudayaan. Pemerintah pun demikian. Sepanjang tahun 2013 ini saja, kontribusi pemerintah dalam membangun dan kembangkan kebudayaan masih kurang dilakukan.
"Berbagai kegiatan yang dilakukan pemerintah hanya bersifat seremonial dan tidak menyentuh kepada esensi budaya itu sendiri," tandas Rizal.
Ia menambahkan pihaknya menilai bisa saja kebudayaan lokal di berbagai daerah terpinggirkan dengan derasnya arus globaliasai. Akibatnya, anak bangsa pun sudah lupa dengan budaya sendiri. Ini sangat menyedihkan.
"Bahkan, ketika bangsa asing mempertahankan budayanya. Negeri ini malah super cuek dengan budayanya," cetus dia.
Alhasil, bagi generasi muda budaya leluhur menjadi asing baginya. Mereka pun tidak tahu lagi tentang budaya lokal apa lagi kearifan lokal. Sampai pada gilirannya, budaya asing akan mendominasi ke dalam budaya negeri ini.
"Dahulu kesenian di daerah bergeliat, namun kini seperti mati suri. Tidak ada lagi seniman-seniman lokal yang berkembang dan tumbuh menjadi seniman nasional," ungkap dia.
Selain itu berbagai gedung kesenian, seperti Taman Budaya di setiap provinsi sepi dari aktivitas kesenian dan terkesan mati perlahan-lahan. Padahal, di era 70an dunia teater, sastra, musik, dan seni rupa serta tari-tarian banyak seniman dari berbagai daerah tumbuh.
"Contohnya saja WS Rendra, Putu Wijaya, Sori Siregar, Bagong Kussudiardjo, Affandi dan banyak lainnya. Tapi kini, siapakah seniman daerah yang mampu bertengger sebagai seniman nasional," tandas Rizal. (Adi)
Baca Juga:
Jokowi Jadi Cawapres Rhoma? Ahok: Hancur Kerajaan Romawi
Wujudkan Pemerintahan Bersih, KPK Undang Semua Capres 2014
Jokowi Persilakan Ormas Bantu Pengamanan Pemilu di Ibukota