Sukses

Kisah Keunikan Masjid Terapung di Kota Palu

Masjid ini tentunya bukan yang pertama, karena masjid serupa telah lebih dulu terbangun di beberapa daerah lain di Tanah Air.

Liputan6.com, Palu - Tidak banyak yang tahu jika di Kota Palu, Sulawesi Tengah, terdapat sebuah masjid terapung yang dibangun di atas permukaan air laut. Masjid ini tentunya bukan yang pertama, karena masjid serupa telah lebih dulu terbangun di beberapa daerah lain di Tanah Air. Meskipun demikian, masjid ini memiliki keunikan dan kisah tersendiri.

Masjid yang telah menjadi salah satu ikon kota itu diberi nama Arqam Bab Al Rahman. Masjid ini terletak di Jalan Rono, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat.

Berdasarkan cerita warga sekitar, masjid ini dibangun secara swasta oleh salah seorang pengusaha sukses yang bergerak di bidang SPBU di Palu. Pengusaha itu bernama Muhammad Hasan Bajamal.

Menurut warga, alasan Hasan sapaan akrab pengusaha itu membangun masjid ini pada 19 Januari 2011 lalu untuk mengenang jasa almarhum Syekh Abdullah Raqi atau Datuk Karama.

"Seperti pernyataan Pak Hasan lalu demikian. Dan peletakan batu pertama pembangunan masjid ini dilakukan langsung Wali Kota Palu, Rusdi Mastura. Setelah selesai pada 19 Januari 2012, masjid ini juga diresmikan langsung Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola," sebut warga Kelurahan Lere, Baho kepada Liputan6.com di sekitar masjid, Kamis (10/7/2014).

Datuk Karama merupakan ulama asal Minangkabau, Sumatera Barat. Dia diyakini seluruh warga Palu sebagai penyiar agama Islam pertama sejak abad ke-17.

Sapu Kemaksiatan

Baho mengisahkan, selain untuk mengenang jasa almarhum Datuk Karama, masjid ini juga dibangun Hasan, tidak lain untuk menghilangkan kemaksiatan yang sering terjadi di sekitar lokasi masjid, sebelum masjid ini terbangun.

Wajar saja, lanjut pria berusia 43 tahun itu, kalau sebelum masjid ini terbangun banyak kemaksiatan terjadi karena lokasi berdirinya masjid ini terhubung langsung dengan dua pusat hiburan malam di Palu. Seperti kafe remang-remang Pantai Taman Ria dan Lokalisasi Pantai Talise di mana terdapat banyak pekerja seks komersial (PSK) menjajakan diri.

"Dulu lokasi masjid ini menjadi sarang maksiat anak-anak muda. Dijadikan tempat mabuk-mabukan, pacaran, bahkan sampai berhubungan badan. Tapi alhamdulillah sejak masjid ini ada, segala bentuk maksiat itu tidak ada lagi," imbuh Baho yang mengaku lahir dan besar di sekitar lokasi masjid.

Meskipun lokasi masjid ini dulu memiliki catatan buruk, tidak membuat masjid ini sunyi dari jemaah ataupun pengunjung yang hanya sekadar singgah. Nyatanya, masjid ini telah menjadi salah satu objek wisata religi baru bagi warga Palu dan umumnya bagi warga Sulawesi Tengah.

Karenanya tak heran jika sore hari menjelang, banyak warga menghabiskan waktunya di depan dan di dalam masjid. Ada yang sekadar berfoto-foto dengan latar belakang masjid, juga ada yang melaksanakan ibadah salat berjemaah di dalam masjid.

Apa lagi saat bulan Ramadan seperti saat ini, masjid yang memiliki luas 121 meter persegi dan mampu menampung lebih dari 150 anggota jemaah ini dijadikan sebagai salah satu tempat favorit warga Palu untuk menunggu waktu berbuka puasa tiba.

"Saya bersama teman-teman sudah sering ke sini, selain untuk salat juga sambil ngabuburit dengan menikmati suasana Teluk Palu di atas masjid sambil foto-foto seperti saat ini," ucap salah satu warga Palu, Wahyuni, di lokasi masjid.

Terapung Saat Pasang

Bangun masjid ini berjarak 30 meter dari bibir pantai Teluk Palu. Di mana bangunannya berdiri tegak di atas lebih dari 25 tiang penyangga. Tiang-ting itu dapat terlihat jelas jika air laut surut. Namun, jika air laut pasang, masjid ini terlihat seolah-olah terapung di atas permukaan air laut.

Sedangkan jalan masuk menuju ke dalam masjid, dibuat jembatan berlantai tegel yang dihiasi beberapa lampu penerangan pada sisi kiri kanannya. Saat berada di atas jembatan masuk masjid, pengunjung juga dapat menikmati keindahan Teluk Palu dan kemegahan Jembatan Palu IV, yang tidak jauh dari lokasi masjid.

Masjid ini memang memiliki keunikan. Selain letaknya persis di atas laut, juga desain bangunan yang telah modern jelas tampak menjadi pembeda dari seluruh bangunan masjid yang ada di Palu. Apa lagi, masjid ini memiliki satu kubah besar dan empat kubah kecil yang mengelilingi pada tiap sudutnya.

Masjid ini tampak begitu megah dan indah dengan balutan warna krem yang mendominasi dipadukan warna hijau dan emas di seluruh bangunannya.

Selain itu, keunikan dan keindahan lain dari masjid ini tampak pada kubahnya yang dapat memancarkan tujuh warna cahaya lampu saat malam hari. Ketujuh cahaya lampu itu, mulai dari warna merah, jingga, hijau, unggu, biru, pink, dan putih. Warnanya terlihat berganti-ganti dalam hitungan detik.

Masjid ini memang bukan yang pertama, karena masjid serupa juga telah ada bahkan lebih dulu terbangun di luar Indonesia. Seperti di Laut Merah, Kota Jeddah, Arab Saudi dan Tanjung Bungah, Kota Penang, Malaysia.

Sedangkan di Indonesia, masjid serupa bisa juga dijumpai di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, dan beberapa kota lainnya. (Yus)