Liputan6.com, Yogyakarta - Salat Hari Raya Idulfitri di hari berbeda bukan hal baru di Indonesia. Sudah sering kelompok-kelompok Islam terbesar di Indonesia merayakan Lebaran dan juga memulai puasa di hari yang berbeda. Kemungkinan tahun ini, dua kelompok Islam terbesar di Indonesia juga akan merayakan Lebaran di hari berbeda.
Kendati demikian, perbedaan ini tak pernah sampai menimbulkan percekcokan. Dosen Hubungan Internasional di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof Dr Tulus Warsito mengatakan, Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar selalu menoleransi perbedaan termasuk perbedaan perayaan hari raya.
Menurut Tulus, perbedaan pelaksanaan Idulfitri terjadi akibat penghitungan yang dilakukan oleh beberapa daerah dan beberapa organisasi.
Advertisement
"Misalnya pada pemerintah dan Muhammadiyah. Jika pemerintah melakukan penghitungan dengan melihat bulan, maka Muhammadiyah sudah memprediksi sebelumnya," kata Tulus di Yogyakarta, Selasa (14/7/2015).
Perbedaan ini, ujar Tulus, bukan masalah yang harus dibesar-besarkan. Melainkan harus disikapi positif. Keputusan Keraton Yogyakarta dalam memutuskan akhir Ramadan juga berbeda karena memiliki pandangan tersendiri.
Menolerir perbedaan juga terjadi pada UMY sebagai institut pendidikan yang berada di bawah organisasi Muhammadiyah.
"Perhitungan yang dilakukan Muhammadiyah ini sudah menjadi ciri khas UMY dalam menentukan 1 Syawal. Artinya, masing-masing orang memiliki pemahaman yang berbeda dalam menentukan 1 Syawal, yang terpenting adalah bagaimana perbedaan itu tidak akan menjadi pertumpahan darah antara manusia satu dengan yang lainnya," demikian Tulus. (Sun/Sss)