Liputan6.com, Madinah - Masjid Qiblatain, salah satu tempat ziarah di Madinah yang dikenal dengan 2 arah kiblat. Masjid yang dulu bernama Masjid Bani Salamah itu menjadi saksi perpindahan arah kiblat kaum muslim.
Masjid Qiblatain terletak di Quba, tepatnya di atas sebuah bukit kecil di sebelah utara Harrah Wabrah, Madinah. Masjid Qiblatain mula-mula dikenal dengan nama masjid Bani Salamah, karena masjid ini dibangun di atas bekas rumah Bani Salamah. Masjid ini terletak sekitar 7 kilometer dari Masjib Nabawi di Madinah.
Baca Juga
Saat Liputan6.com mengunjungi masjid tersebut, seorang pengurus masjid menawarkan secangkir gelas kecil berisi kopi berwarna cokelat tetapi tidak pekat seperti kopi pada umumnya, warnanya seperti rendaman air jahe.
Advertisement
Rasanya seperti air rempah, sedikit pahit, sepat, dan hangat. Mereka menyebutnya Kahwa, kopi khas Arab yang terdiri dari campuran, kapulaga, kopi dan gula.
Pengurus Masjid Qiblatain, Ibrahim Ahmad sambil menyeruput secangkir kecil Kahwa menceriterakan asal usul masjid Qiblatain.
Turunnya Wahyu
Sejarah masjid 2 kiblat ini diawali dengan kedatangan Nabi Muhammad SAW beserta beberapa sahabat ke Salamah untuk menenangkan Ummu Bishr binti al-Bara yang ditinggal mati keluarganya.
Ketika itu bulan Rajab tahun 2 Hijriyah, Rasulullah salat Zuhur di Masjid Bani Salamah. Ia mengimami para jamaah. 2 Rakaat pertama salat Zuhur masih menghadap Baitul Maqdis (Palestina), sampai akhirnya malaikat Jibril menyampaikan wahyu pemindahan arah kiblat. Wahyu datang ketika lelaki yang dijuluki Al-Amin itu baru saja menyelesaikan rakaat kedua.
Dalam Alquran Allah berfirman: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Allah dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (Al-Baqarah: 144).
Begitu menerima wahyu ini, Rasul langsung berpindah 180 derajat, diikuti oleh semua jemaah melanjutkan salat Zuhur menghadap Masjidil Haram. Yang tadinya menghadap Baitul Maqdis dengan tetap melanjutkan rakaat kedua bersama makmum.
Sejak saat itu, kiblat umat Islam berpindah dari Baitul Maqdis, Palestina (menghadap ke utara dari Madinah), menuju Masjidil Haram (menghadap arah selatan dari Madinah). Masjid Bani Salamah ini pun dikenal sebagai Masjid Qiblatain atau Masjid 2 Kiblat.
Ibrahim melanjutkan, pada awalnya, kiblat salat untuk semua nabi adalah Baitullah di Mekah yang dibangun pada masa Nabi Adam AS, seperti yang tercantum dalam Al Quran Surah Ali Imran ayat 96: Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia ialah Baitullah di Mekah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.
Masjid Quba dan Nabawi
Sedangkan Al Quds (yang kudus: Baitul Maqdis) ditetapkan sebagai kiblat untuk sebagian dari para nabi dari bangsa Israel. Al Quds berada di sebelah Utara. Adapun Baitullah di Mekah disebelah Selatan sehingga keduanya saling berhadapan. Lantas, ke manakah arah kiblat masjid pertama Masjid Quba dan Masjid Nabawi saat itu?
"Sebelum ada perintah untuk mengalihkan kiblat, Masjid Quba sebagai masjid pertama yang didirikan Nabi dan Masjid Nabawi yang saat itu hanya berpagar dari batu tanah setinggi kurang lebih 2 meter itu menghadap Masjidil Aqsa (Baitul Maqdis), Palestina. Jadi setelah turun firman Allah tersebut, Nabi memberi tahu bahwa arah kiblat menuju mulai saat itu ke arah Kabah di Masjidil Haram, Mekah" terang Ibrahim.
Kini bangunan Masjid Qiblatain memang memiliki 2 arah mihrab yang menonjol (arah Mekah dan Palestina) yang umumnya digunakan oleh imam salat. Setelah direnovasi oleh pemerintah Arab Saudi, dengan hanya memfokuskan satu mihrab yang menghadap Kabah di Mekah dan meminimalisir mihrab yang menghadap ke Yerusalem, Palestina.
Ruang mihrab mengadopsi geometri orthogonal kaku dan simetri yang ditekankan dengan menggunakan menara kembar dan kubah kembar. Kubah utama yang menunjukkan arah kiblat yang benar dan kubah kedua adalah palsu dan dijadikan sebagai pengingat sejarah saja.
Ada garis silang kecil yang menunjukkan transisi perpindahan arah. Di bawahnya terdapat replika mihrab tua yang menyerupai ruang bawah kubah batu di Yerusalem, bernuansa tradisional. (Ado/Ron)