Sukses

Sucikan Diri, Warga Riau Terjun ke Sungai Kampar

Tradisi menyambut puasa ini sudah berlangsung turun temurun sejak ratusan tahun lalu.

Liputan6.com, Pekanbaru - Ribuan warga Kabupaten Kampar, Riau, terjun ke Sungai Kampar untuk menyambut bulan suci Ramadan 1437 Hijriah. Ini dilakukan di seluruh kecamatan yang ada di Serambi Mekah Riau itu pada Minggu petang, 5 Juni 2016. Salah satunya di Kelurahan Langgini, Kecamatan Bangkinang.

Tradisi menyambut puasa ini sudah berlangsung turun temurun sejak ratusan tahun lalu. Masyarakat membawa jeruk nipis dan beberapa rempah lainnya ke tepi sungai.

Diberi nama Potang Balimau ataupun Balimau Kasai, tradisi ini juga diisi dengan lomba sampan hias, memakai pelampung untuk berenang dari hulu sungai menuju titik yang telah ditentukan.

Ratusan warga mengarak peralatan Potang Balimau berupa baju enam warna, guci atau kendi, ramuan khusus dari air sumur yang dicampu jeruk nipis, pinang, bonglai kering, kunyit, arang serta bawang merah ke tepi sungai.

Setibanya di tepi Sungai Kampar, benda yang diarak tadi disiramkan ke salah satu perwakilan warga, untuk kemudian diikuti warga lainnya yang hadir. Selanjutnya, mandi beramai-ramai di sungai.

Menurut seorang warga yang hadir, Kasmawati, ritual itu diberi nama Potang Balimau karena kegiatan ini dilaksanakan petang. Potang dalam bahasa daerah Bangkinang berarti 'hari menjelang salat tarawih'.

Dia menceritakan, tradisi yang sudah diikutinya sejak dia kecil ini merupakan simbol menyucikan diri manusia sebelum melaksanakan ibadah selama Ramadan. Mulai dari puasa hingga tarawih serta kegiatan rohani lainnya.

"Sudah ada sewaktu saya kecil dulu. Sampai sekarang masih setia mengikuti tiap tahunnya," ujar perempuan berusia 50 tahun ini.

Dia menyebutkan, ada atau tidaknya tetua adat kegiatan ini tetap berlangsung karena sudah menjadi tradisi. Artinya tanpa komando, warga tetap pergi ke sungai membawa dan mengarak peralatan untuk Balimau Kasai.

"Penggunaan limau (jeruk) karena dipercaya airnya bisa membersihkan kotoran di badan. Kemudian ada akar-akaran, kunyit dan rempah-rempah untuk mewangikan badan," kata dia di pinggir sungai.

"Kewangian ini sebagai lambang bahwa manusia itu harus selalu harum melaksanakan ibadah kepada Tuhan serta ibadah lainnya selama bulan puasa," tambah Kasmawati.

Warga lainnya, Basri Noer menambahkan, adanya lomba sampan hias merupakan penyemarak agar warga terpacu membangun kreativitas. Pemenangnya diberi uang pembinaan oleh panitia setempat.

"Hadiah utamanya adalah uang tunai yang setara dengan harga seekor kerbau. Sampan hias ini juga menarik warga untuk berbondong-bondong melihat," kata dia.

Peserta sampan hias membuat ragam miniatur masjid, musala, tempat pengajian, kapal perang, mimbar khatib, suasana pengajian atau siraman rohani di dalamnya.

"Sampan hias ini bergerak dari Kelurahan Pulau. Di sana tempat membuatnya, kemudian begitu siap langsung berhilir ke tempat ini. Jarak hilirnya beberapa kilometer dan diikuti ratusan warga lainnya memakai pelampung," sebut pria disapa Ibas ini.

Tidak hanya di Bangkinang, seluruh kecamatan di Kabupaten Kampar, bahkan di Riau melaksanakan tradisi ini dengan cara yang beragam. Pusatnya dilaksanakan di sungai. Biasanya warga yang merantau selalu pulang untuk melaksanakan tradisi ini.

"Biasanya di tempat kegiatan berlangsung, warga juga saling bersilaturahmi ataupun saling meminta maaf sebelum puasa. Malamnya, ramai-ramai melaksanakan salat Isya berjemaah dan dilanjutkan salat tarawih hingga tadarus Alquran," kata Ibas.