Sukses

Di Mana Tempat Ngabuburit Favorit Warga Bandung di Zaman Belanda?

Sejumlah tempat ngabuburit favorit warga Bandung kini kehilangan peminat, sementara tempat yang dihindari justru kini ramai warga.

Liputan6.com, Bandung - Sejumlah ruang terbuka hijau yang selama ini menjadi pilihan favorit warga Kota Bandung untuk menghabiskan waktu ngabuburit makin sepi peminat. Beberapa di antaranya adalah Gelora Saparua (Nederland Indonesian Athletiek Unie) dan Taman Maluku. Kedua tempat itu sudah berdiri sejak 1920an saat Belanda masih menjajah Indonesia.

Menurut penjaga parkir Gelora Saparua, Wawan Kurniawan (48), para pengunjung yang biasanya mencapai puluhan orang setiap hari, kini hanya didatangi sekitar 20 orang. Mereka datang sengaja untuk berolah raga, bukannya ngabuburit.

"Biasanya dari jam 10 pagi sudah banyak yang datang sekitar 80 motoran lah tapi puasa sekarang mah hanya 20 motor," kata Wawan kepada Liputan6.com, Jumat, 2 Juni 2017.

Wawan mengaku berkurangnya jumlah pengunjung ke Gelora Saparua ini diduga akibat kurangnya sarana toilet yang ada di lokasi yang berseberangan dengan Taman Maluku tersebut.

Dia menjelaskan, sepengetahuannya di Gelora Saparua hanya terdapat satu toilet untuk melayani puluhan orang yang setiap hari berkunjung. Di Taman Maluku (Molukken Park) yang posisinya berseberangan bahkan tidak ditemukan sama sekali keberadaan toilet.

Alhasil, kata Wawan, ia seringkali merekomendasikan toilet Masjid yang berada di dalam komplek Detasemen Markas Kodam III Siliwangi. "Tapi kan kalau keseringan, enggak enaklah," ujar Wawan.

Merujuk tulisan sejarawan Haryanto Kunto, Taman Maluku merupakan salah satu kawasan incaran warga Bandung tempo dulu sebagai lokasi ngabuburit, khususnya bagi anak-anak. Biasanya, Ramadan berlangsung bersamaan dengan libur sekolah. Saat itulah dimanfaatkan anak-anak untuk menjaring ikan.

Mereka sengaja membawa jaring dan saringan bambu ke Taman Maluku. Begitu pula para pengunjung Taman Lalu Lintas (Insulinde Park) yang berjarak tak jauh dari Taman Maluku.

Kedua taman itu pada masa itu terdapat saluran air dan kolam teratai yang banyak ikannya. Memakai jaring dan saringan bambu itu, anak-anak tempo dulu selalu berhasil menangkap dan mengumpulkan ikan kecil sejenis impun.

"Sepi sekarang mah agak jarang pengunjungnya di Taman Maluku," jelas Wawan.

2 dari 2 halaman

Lapangan Tegalega hingga Balai Kota Bandung

Selain Gelora Saparua dan Taman Maluku, lokasi ngabuburit lainnya adalah di Lapangan Tegalega dan  Lapangan Sepakbola Sidolig. Meski tengah berpuasa, perkumpulan masyarakat Bandung pada tahun 1920 itu rajin bertanding maupun hanya sekadar berlatih.

Perkumpulan sepakbola yang beranggotakan pula orang Eropa itu, di antaranya Luno, Sparta, Uni, Sidolig dan Velocitas. Kelompok tersebut lebih sering bertanding di Lapangan Javastraart (Jalan Jawa) yang layak digunakan, tak terkecuali Sidolig.

Lain dulu lain sekarang, Sidolig yang memiliki basecamp di Jalan Gatot Ahmad Yani, Bandung, kini menjadi lapangan latihan tim Persib Bandung dan bukan lagi menjadi lokasi ngabuburit selama sepekan awal Ramadan 2017.

"Jarang lihat ada yang ngabuburit disini, sepi-sepi saja. Palingan rame kalau ada yang menyewa lapangan tapi jarang kalau bulan puasa," kata Iyang (33) yang memiliki sekretariat di Komplek Lapangan Sidolig, Jalan Ahmad Yani, Bandung.

Keramaian justru terlihat di Lapang Gemeente (Balai Kota) Bandung dan Lapangan G.B. (Gedung Sate). Jika dulu anak-anak sangat menghindari ngabuburit di kedua tempat itu karena dijaga penjaga berkumis yang galak, kedua taman itu kini justru jadi salah satu lokasi favorit ngabuburit.

"Sekarang ada wisatawan atau anak pegawai saja yang ngabuburit di dalam komplek Gedung Sate," ujar Komandan Keamanan Dalam Gedung Sate, Yanto Rukmana (49), di Jalan Dipenogoro, Bandung.

Namun, kata Yanto, masyarakat umum lebih banyak yang menghabiskan waktu ngabuburit di depan gerbang masuk gedung dan Lapangan Gabungan Sepakbola Indonesia Bandung Utara (Gasibu), tepat di seberang lokasi Gedung Sate.

Dahulu, kata Yanto, sebelum gedung di sayap Barat Gedung Sate dibangun pada 1980an untuk kantor pegawai Sekertariatan Daerah, terdapat lapangan yang luasnya dua tegalan dan sering digunakan sepakbola oleh anak-anak, apalagi saat bulan Ramadan.

"Memanjang luasnya dari Jalan Diponegoro sampai Jalan Cilamaya. Malahan ada jalur angkutan bemo dari Jalan Banda tembus ke sini," kata Yanto.

Berbeda halnya dengan kondisi lapangan Balai Kota (Gemeente) Bandung di bulan Ramadan kali ini yang setiap sore hari selalu dipenuhi oleh masyarakat yang menghabiskan waktunya menunggu waktu berbuka.

Video Terkini