Liputan6.com, Jakarta Momen Ramadan segera berakhir. Usai itu, mudik menjadi tradisi yang tak bisa terlepaskan dari masyarakat Indonesia. Para perantau meninggalkan Jakarta dan kota-kota besar lain ke daerahnya masing-masing.
Mudik bukan hanya peristiwa sosial, tapi juga peristiwa ekonomi yang signifikan dan memicu dampak lanjutan. Mudik adalah proses perpindahan kapital dalam jumlah besar.
Uang yang dibawa pemudik ke daerah bahkan diprediksi mencapai sekitar Rp 100 triliun.
Advertisement
Baca Juga
Ekonom Institut Teknologi Bandung (ITB) Anggoro Budi Nugroho menjelaskan, jumlah Rp 100 triliun lebih itu total yang dibawa dan dibelanjakan para pemudik.
Dari kajiannya, setiap orang menghabiskan Rp 3,5 juta-Rp 4 juta untuk biaya mudik. Sementara jumlah pemudik, mengutip data Kementerian Perhubungan, pada 2016 lalu sekitar 26 juta orang.
"Tinggal dikalikan. Kalau jumlah segitu berarti uang mudik sekitar Rp 104 triliun," kata Anggoro.
Sekedar ilustrasi yang menggambarkan besaran uang mudik, Anggoro menyebut dana repatriasi dari tax amnesty saja Rp 140 triliun. "Pemudik setiap tahun terus meningkat, lama-lama menyamai," katanya.
Jika tahun ini saja pemudik naik 5 persen, lanjut Anggoro, biaya pemudik yang dibelanjakan menjadi Rp 108,2 triliun. "Stakeholder di daerah harus mengoptimalkan luberan dana ini," dia menambahkan.
Menurut Anggoro ada dua area aglomerasi industri besar di Indonesia yang jadi pemasok utama pemudik. Keduanya adalah kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan).
Simak video menarik berikut ini:
Â
Â