Sukses

Wiwied, Diaspora Indonesia yang Sukses Jualan "Kaftan Pretty" di Amerika

Diaspora Indonesia bernama Wiwied Irfianti ini merintis "Kaftan Pretty" di Amerika. Ia sukses menjual baju-baju tertutup atau modesty clothing.

Liputan6.com, San Fransisco - Berawal dari ingin memiliki bisnis yang dapat dijalankan sambil mengurus rumah tangga, diaspora Indonesia bernama Wiwied Irfianti merintis "Kaftan Pretty". Ia menjual baju-baju tertutup atau modesty clothing.

Seperti dikutip dari VOA News, Senin (28/5/2018), target pasarnya tak melulu warga Muslim melainkan juga pemeluk agama lain yang juga mengenakan pakaian semacam kaftan. Seperti pemeluk agama Kristen Orthodoks, Mormon dan Yahudi.

"Bahannya nyaman yang pertama, kemudian yang kedua tidak perlu disetrika. Ini yang paling penting buat ibu-ibu di sini. Makanya mungkin itu yang membuat laku ya...," tutur Wiwied.

Usaha tersebut ia buka di San Fransisco Bay Area, Amerika Serikat.

"Kaftan Pretty sebenarnya ekspor, modesty clothes from Indonesia. Saya bangga sekali memperkenalkan buatan Indoneisa khususnya di bidang garmen.

Ibu rumah tangga dengan empat anak ini merintis bisnis tersebut karena keterbatasan waktu untuk bekerja full time. Awalnya ia membeli baju-baju jadi yang akan dijual dari Indonesia, tapi ternyata ukurannya tak cocok dengan pasar Amerika. Terlalu kecil.

"Market saya di sini bukan untuk orang Indonesia, baik itu Muslim atau non-Muslim....".

Akibat kendala tersebut, Wiwied pun lantas membuat sendiri baju-baju yang akan dijualnya. Bekerja sama dengan pengrajin garmen kecil di Indonesia yakni dari Tasikmalaya, Pasuruan dan Tangerang.

Wiwied mematok harga termahal busana jualannya $US30 atau sekitar Rp 400 ribu.

Bisnis Wiwied kini telah berkembang, ia juga menjual aneka jilbab instant dan boneka-boneka Muslim karya anaknya, Fatimah.

Saksikan selengkapnya dalam video berikut ini:

2 dari 2 halaman

'Pesantren' Ramadan Ala Amerika

Sementara itu, anak-anak Muslim di Amerika Serikat memiliki kegiatan "Kamp Ramadan" atau seperti pesantren untuk belajar lebih dalam tentang bulan puasa di bulan suci. Kehadiran semacam sekolah informal selama satu minggu pada bulan Ramadan itu memberi kekayaan ilmu dan pengalaman kepada mereka.

Seperti dikutip dari VOA News, Minggu 27 Mei 2018, berpuasa pada bulan Ramadan di Amerika memberi tantangan tersendiri. Sebab tahun ini harus dijalani selama 16 jam sehari, karena kebetulan jatuh pada musim panas.

Puasa kali ini berlangsung beberapa minggu sebelum tahun ajaran sekolah berakhir dan dimulainya musim libur, sehingga tak heran jika banyak anak dan remaja yang baru pertama kali berpuasa memutuskan untuk berada di dalam rumah saja.

Untuk memperkaya kegiatan anak-anak pada bulan Ramadan, yang sedianya menjadi bulan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan sekaligus melatih dan mendisiplinkan diri sebagai umat Muslim yang taat, kini banyak muncul "Kamp Ramadan."

Di kamp-kamp ini anak-anak usia 6-9 tahun, atau bahkan yang sudah remaja sekali pun, belajar tentang agama secara informal, lewat prakarya, pentas teater dan sandiwara, nonton film, hingga jalan-jalan atau field trip. Jadi misalnya ketika belajar tentang imsak atau saat berbuka puasa, mereka diminta menggambar matahari terbenam atau matahari terbit dengan cat air, yang dilatarbelakangi mesjid berkubah. Atau diminta mengambil gambar dengan kamera ketika matahari terbenam atau matahari terbit, dan mendiskusikan kebesaran Ilahi.

Pernah pula anak-anak diajak keluar kamp, menuju ke lapangan yang juga dilengkapi gua, dan bermain seakan-akan sedang mengunjungi gua hira di luar kota Mekah.

"Sebagai pemimpin, siapa yang ingin Anda layani," ujar seorang anak ketika dalam pentas drama. Seorang anak lain menjawab "saya ingin bisa melayani diri sendiri." Tetapi ada pula yang menjawab "saya ingin bisa melayani banyak orang."

"Kamp Ramadan" ini digagas pada tahun 2012 dan awalnya hanya dibuka di satu sudut ibu kota Washington DC untuk mengisi aktivitas anak-anak pada bulan puasa.