Sukses

Berkah Ramadan, Order Cincau Naik Berlipat Perajin pun Kewalahan

Tekstur cincau yang kenyal, lembut, dan menyegarkan saat dicampur aneka buah, sirup dan es kerap kali menjadi menu favorit untuk berbuka puasa di bulan Ramadan.

Jakarta - Tekstur cincau yang kenyal, lembut dan menyegarkan saat dicampur aneka buah, sirup dan es kerap kali menjadi menu favorit sebagai takjil di bulan Ramadan. Makanan yang berwarna hitam legam mengental serupa agar-agar itu akan dingin menjadi cincau seperti yang bisa ditemukan di pasaran. Karna rasa dan teksturnya yang unik, cincau memiliki daya tarik tersendiri bagi para penikmatnya.

Selama Ramadan, industri cincau Mak Cao milik Hariyati pun mengalami kenaikan permintaan berlipat-lipat. Industri rumahan yang mulai produksi tahun 1986 itu memproduksi 300 blek setiap hari sejak awal bulan puasa.

"Peningkatannya banyak sekali sejak awal puasa kemarin, sampai 300 blek per hari," ujar Hariyati, pemilik usaha Mak Cao di rumahnya, Jalan Zaenal Zakse Gang 1 Kota Malang, Sabtu (26/5).

Padahal kesehariannya, hanya memproduksi antara 30 blek sampai 40 blek per hari. Itu pun termasuk jumlah yang dijual secara eceran di depan rumahnya.

Setiap blek dengan berat sekitar 25 kilogram dijual dengan harga Rp 27 ribu. Namun demikian, Hariyati tidak pernah menjual dengan sistem ditimbang, melainkan satuan blek.

Blek sendiri adalah kotak dari seng yang biasa digunakan sebagai tempat kerupuk. Hariyati secara turun temurun menggunakannya sebagai cetakan sekaligus satuan jual.

Sementara saat menjual eceran, cukup membagi-bagi berdasarnya besarannya yang menentukan harga. Tetapi memang harga eceran jatuhnya lebih mahal dibandingkan harga satu blek.

Cincau produksinya diambil oleh para pedagang. Kemudian dijual kembali di sejumlah pasar di Kota Malang seperti pasar Pasar Besar, Pasar Kebalen, Pasar Tawangmangu, Pasar Blimbing, Pasar Gadang dan Pasar Dinoyo.

"Diambil sendiri oleh pembelinya. Nanti diambil, sorenya setor yang khusus langganan. Sama diecer untuk tetangga terdekat sini," katanya.

Kenaikan permintaan saat Ramadan sudah diprediksi sebelumnya oleh Hariyati, karena memang terjadi setiap tahun. Ia pun mencari 5-6 orang karyawan untuk mengejar jumlah produksi.

"Selama puasa harus lembur, sepanjang hari dengan lima karyawan. Biasanya hanya keluarga saja," katanya.

Produksi dilakukan mulai pukul 06.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB secara terus menerus. Bahkan tidak jarang karyawannya melanjutkannya hingga waktu saur dini hari.

"Karena butuh waktu panjang, merebusnya saja sekitar 4 jam, harus benar-benar lunak," katanya. [dan]

Sumber: Merdeka

Reporter: Darmadi Sasongko