Sukses

Selama Ramadan Santri Masjid Haji Muhammad Cheng Hoo Makassar Lakukan Kegiatan Ini

Pada tahun 2016 lalu, divisi pendidikan takmir Masjid Muhammad Cheng Hoo membuka Madrasah Hafidz Quran (MHQ) yang terletak di Makassar. Kini santrinya sudah mencapai 35 orang.

Jakarta Pada tahun 2016 lalu, divisi pendidikan takmir Masjid Muhammad Cheng Hoo membuka Madrasah Hafidz Quran (MHQ) yang terletak di Makassar. Kini santrinya sudah mencapai 35 orang. 30 Persen asal dari Makassar, selebihnya dari beberapa kabupaten di seperti Sulsel Kabupaten Bone dan Sinjai. Yang lainnya berasal dari Kolaka, Toli-toli, Tasikmalaya, Jakarta dan Riau.

Selama Ramadan ini, puluhan santri usia belasan tahun tidak menyetor hafalan perhari sebagaimana biasanya melainkan diisi dengan muroja'ah atau mengingat kembali hafalan yang telah dihafal sebelumnya. Caranya, mereka mengulang hafalan didengarkan oleh rekan sesama santri yang bertugas mengingatkan jika ada yang keliru. Mereka mengulang hafalan dan mendengarkan hafalan rekannya itu secara bergantian.

"Para santri dibagi dalam kelompok. Setiap hari menyetor hafalan satu halaman ke ustaz sesudah salat subuh. Tapi khusus selama ramadan ini tidak ada kewajiban setor hafalan atau penambahan hafalan, hanya diisi dengan muroja'ah," tutur Raihan Rindu Muhammad, (15), salah seorang santri yang telah berhasil menghafal 10 juz, anak seorang mualaf asal Jakarta.

Raihan yang menargetkan paling cepat hafalannya kelar 30 juz tahun depan ini mengaku cukup menikmati belajar di MHQ yang usianya belum genap tiga tahun ini. Kelebihannya adalah suasana kekeluargaan dan kebersamaannya yang sangat kental. Mungkin karena jumlah santri yang tidak terlalu banyak sehingga lebih mudah berinteraksi.

"Di sini lokasinya jauh dari pemukiman, di depannya ada danau, lingkungannya aman dan nyaman sehingga mendukung sekali sebagai tempat hafalan," tutur Raihan Rindu Muhammad.

Imam masjid Muhammad Ceng Hoo sekaligus ustaz di Madrasah Hafidz Quran (MHQ), Agus Ramdhani saat bincang-bincang beberapa waktu lalu menyebutkan, lembaga pendidikan tahfidz ini baru dibuka Agustus 2016 lalu. Motivasinya adalah untuk lebih memakmurkan keberadaan masjid.

"Masjid Muhammad Ceng Hoo ini tidak berada di tengah pemukiman warga atau komplek sehingga 80 persen jamaah yang ikut shalat, pengajian atau kegiatan-kegiatan lainnya adalah betul-betul masyarakat yang sengaja datang untuk mengikuti kegiatan di masjid ini. Sehingga kemakmurannya pun tidak seperti masjid-masjid yang berdiri di tengah pemukiman. Olehnya ntuk menambah kemakmuran masjid ini, dibukah MHQ dibawah naungan divisi pendidikan takmir," kata Agus Ramdhani.

MHQ ini terbuka untuk umum. Tapi untuk mendapatkan output yang baik maka inputnya juga harus baik. Oleh karena itu, kata Agus, santri yang berminat bergabung di MHQ harus ikuti seleksi atau tes masuk. Yang diterima adalah calon santri memenuhi persyaratan yakni harus lancar baca al quran dan bagi yang tamatan SD syaratnya telah hafal 1 juz dan yang tamatan SMP telah hafal 3 juz. Target pencapaian yakni santri-santri menyelesaikan hafalan 30 juz sampai tiga tahun. Artin ya tiap tahun menghafal 10 juz.

35 Orang santri yang belajar di sini, kata Agus, betul-betul harus fokus pada hafalan Alquran. Jadi seluruhnya tidak sekolah di lembaga pendidikan formal. Hanya saja mereka diikutsertakan di bimbingan belajar BTA 8 Cabang Jakarta yang ada di Jalan Botolempangang.

"Mereka tetap harus ikut Ujian Nasional dari sekolah yang sudah bekerjasama dengan kita untuk mendapatkan ijazah dengan harapan santri-santri ini kelak bisa lanjutkan sekolah manakala program hafalannya telah selesai. Tiap hari Sabtu, selama sehari penuh itu dari pagi hingga sore para santri belajar mempelajari pelajaran umum yang akan diujikan pada ujian nasional," jelas Agus Ramdhani yang juga mengajar di Pondok Moderen Baitul Hidayah, Jawa Barat ini.

Ditambahkan, para santri tidak dipunguti biaya apapun, semua gratis. Biaya sepenuhnya ditanggung jawabi atau dibawah tanggung jawab takmir masjid ini, seorang donatur utaman. Beliau juga yang mendirikan masjid ini kemudian diamanahkan atau diwaqafkan kepada kaum muslimin. Dalam pengelolaannya diamanahkan ke Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) di Makassar. [did]

Sumber: Merdeka

Reporter: Salviah Ika Padmasari