Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 116 warga negara Indonesia (WNI) terjaring razia pihak keamanan Arab Saudi di sebuah penampungan yang terletak di kawasan Misfalah, Makkah.
Hal ini diketahui berdasarkan keterangan tertulis dari Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah yang dikirim ke Jakarta pada dinihari tadi.
Baca Juga
Dalam keterangan tertulis tersebut, hasil pemeriksaan berita acara pemeriksaan (BAP) oleh Tim Petugas KJRI Jeddah di Tarhil (Pusat Detensi Imigrasi), 116 WNI yang terjaring ini sebagian besar memegang visa kerja, sisanya masuk ke Arab Saudi dengan visa umrah dan ziarah.
Advertisement
Menurut staf informasi dan kebudayaan KJRI Jeddah Fauzy Chusny, penggerebekan tersebut berlangsung pada Jumat 27 Juli 2018 tengah malam.
"Sebagian besar para WNI yang terjaring razia ini berdomisili di Makkah, sebagian lagi berasal dari luar Makkah namun menyeberang melalui perbatasan masuk ke Kota Makkah untuk melaksanakan ibadah haji," ujar Fauzy, seperti dikutip dari Antara, Rabu (1/8/2018).
Menurut Koordinator Pelayanan dan Perlindungan Warga (KPW) Safaat Ghofur, para WNI yang digerebek tersebut sebagian besar berasal dari Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Saat dilakukan BAP, mereka mengaku berniat ingin melaksanakan ibadah haji. Kepada pihak penampung, menurut Safaat, mereka membayar sewa kamar dengan biaya bervariasi, mulai dari 150 hingga 400 riyal per kepala.
"Mereka menyewa beberapa syuggah (rumah) dalam satu imarah (gedung) melalui orang Bangladesh yang berlaku sebagai calo, di mana rumah-rumah tersebut dihuni 10 sampai 23 orang, bercampur antara laki-laki dan perempuan," kata Safaat.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Pengakuan WNI
Salah seorang yang ditangkap mengaku berangkat dengan visa umrah dan masuk ke Arab Saudi sebelum bulan Ramadhan dan ada juga yang datang pada saat Ramadan. WNI tersebut mengaku juga berniat melaksanakan haji dan usai haji, akan langsung pulang ke Indonesia melalui Tarhil.
Sayangnya, sebelum mewujudkan niatnya, ia terlanjur terjaring razia, padahal jamaah tersebut telah membayar ke travel Rp 50 juta hingga Rp 60 juta. Sesampainya di Makkah, mereka juga harus membayar uang tambahan sebesar 500 riyal untuk menebus paspor ke pemandunya.
"Setelah di Makkah, mereka bebas mau ke mana saja dan tidak ada urusan lagi dengan travel," tutur Staf KJRI yang bertugas di Tarhil, Tolabul Amal.
Sayangnya, mereka tidak ingat nama biro travel yang memberangkatkannya. KJRI juga menyayangkan, jemaah yang memiliki dokumen resmi juga ikut diamankan petugas karena tinggal dengan WNI lainnya yang ilegal.
Cerita lainnya menyebut, adanya seorang yang berangkat dengan visa kunjungan pribadi (ziarah syakhshiah) yang visanya diurus oleh anaknya dengan membayar hingga Rp 90 juta, karena berharap visanya bisa diperpanjang hingga bulan haji.
Â
Advertisement
Berdalih Perpanjang Visa
Sebagian dari pengguna visa ziarah ini enggan dimintai keterangan oleh Tim Petugas dari KJRI saat melakukan BAP. Mereka berdalih telah melakukan perpanjangan visa dan ada pihak yang sedang berupaya membebaskan mereka.
Dua tahun lalu KJRI mengurus sedikitnya 52 orang yang tertahan kepulangannya hingga 50 hari, karena berhaji dengan visa bisnis, kunjungan dan jenis visa lainnya.
"Dari mereka ada juga dari kalangan media. Mereka harus membayar 15 ribu riyal per orang, baru bisa pulang," kata Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin.
Karena itu, ia mengimbau masyarakat agar menunaikan ibadah haji sesuai prosedur yang telah diatur Pemerintah Arab Saudi.
"Tidak baik juga beribadah tapi dengan melanggar hukum negara setempat," tegasnya.