Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang berangkat ke Arab Saudi untuk pergi haji melalui jalur tidak resmi sempat tertahan kepulangannya dari Arab Saudi. Tak hanya itu, mereka juga terkena denda Rp 55 juta.
Siaran Pers Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah menyebutkan, WNI tersebut tidak diizinkan meninggalkan Arab Saudi sesuai jadwal penerbangan karena diketahui menunaikan ibadah haji menggunakan visa kunjungan (visa ziarah) dan visa kerja (visa amal), seperti dilansir Antara, Senin (17/9/2018).
Baca Juga
Sudah Tobat dari Perbuatan Dosa, Apakah Masih Kena Azab? Simak Kata Ustadz Khalid Basalamah
Top 3 Islami: 1 Dosa yang Membuat Ibadah Sia-Sia di Hari Kiamat, Cara Dapat Rezeki Tak Diduga Berdasar Al-Qur'an
Siapa Ahli Ibadah yang Pahalanya Habis di Hari Kiamat? Buya Yahya dan Ustadz Khalid Ungkap Golongannya
Seorang WNI yang tidak mau disebutkan namanya mengaku kepada KJRI Jeddah sama sekali tidak tahu dirinya diberangkatkan dengan visa ziarah pribadi (ziarah syakhsiyah) dengan penjamin Warga Negara Saudi atas nama Sirin Binti Fauzi Mohammad Abu Zaid.
Advertisement
Visa ziarah syakhsiyah merupakan jenis visa yang dikeluarkan oleh perorangan warga Saudi sebagai penjamin atau pihak yang dikunjungi di Arab Saudi.
Sebelum berangkat bersama suaminya pada 2 Agustus 2018 silam, calon haji asal Jawa Tengah ini mengaku menyetor dana sebesar Rp 130 juta kepada Biro Travel berinisial EG yang memberangkatnya.
Biro ini bekerja sama dengan Yayasan AH yang berkantor di Surabaya dengan janji paket haji khusus (ONH Plus).
Ketika ia hendak pulang bersama suaminya pada 28 Agustus 2018, keduanya tidak diizinkan keluar di bandara Jeddah dan dituduh melanggar keimigrasian, yaitu dilaporkan kabur oleh penjaminnya dan diwajibkan mengurus dokumen exitnya di Pusat Karantina Imigrasi (Tarhil) di Syamaisi.
Meski sempat menunaikan ibadah haji, namun ia diwajibkan membayar denda sebesar 15 ribu Riyal atau sekitar Rp 55 juta) untuk bisa pulang ke Tanah Air karena kedapatan melakukan ibadah haji tanpa tasrekh (surat izin haji dari Pemerintah Saudi).
Biaya denda tersebut akhirnya ditanggung oleh Biro yang memberangkatkan dan ia pun bisa kembali ke Tanah Air pada 5 September 2018 setelah memperoleh exit permit.
Ia mengaku tidak tahu risiko pergi haji dengan visa ziarah karena di visa tersebut tertulis dalam bahasa Arab yang tidak dimengerti artinya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sempat Tertahan
Sementara itu, seorang WNI berinisial FDW diberangkatkan oleh Biro Perjalanan Mubina pada 14 Agustus 2018 dengan rute penerbangan Jakarta-Singapura- Colombo-Riyadh-Jeddah bersama rombongan yang berjumlah 12 orang.
Kepada Biro Travel, pria asal Palembang ini mengaku menyetor uang senilai Rp 150 juta untuk berangkat haji dengan janji paket haji ONH Plus.
Saat hendak pulang pada 7 September 2018 silam, FDW tertahan di bagian Imigrasi Bandara King Abdul Aziz Jeddah karena ternyata masuk ke Arab Saudi menggunakan visa amal (kerja) dengan profesi sebagai tukang cat bangunan.
Rekan jemaah lainnya dalam satu rombongan telah berhasil meninggalkan Arab Saudi karena diberangkatkan dengan visa ziarah (kunjungan), sementara dia diberangkatkan dengan visa amal (kerja) yang wajib berbekal visa final exit bila hendak meninggalkan Arab Saudi. Visa tersebut harus diurus penjamin, yaitu Perusahaan Basyayir Mahla Al Harbi.
KJRI Jeddah akhirnya menghubungi biro travel yang memberangkatkan FDW dan mendesaknya agar segera mengontak penjamin FDW di Arab Saudi untuk mengurus exit visa-nya. Dia akhirnya bisa pulang ke Tanah Air pada 10 September 2018.
"Meskipun biro travel bertanggung jawab, menanggung biaya hidup jemaahnya selama tertahan di Jeddah sampai dapat exit, tetap saja berangkat haji dengan jalur seperti ini pelanggaran," ujar Koordinator Perlindungan Warga (KPW) KJRI Jeddah Safaat Ghofur.
Saat masuk ke Arab Saudi, lanjut dia, selain visa haji akan distempel ghairu soleh Lil Haj (Not Valid for Hajj) oleh petugas imigrasi saat tiba di bandara kedatangan. Artinya, kata Safaat, visa tersebut tidak berlaku untuk menunaikan ibadah haji.
"Ini pelanggaran dan berpotensi menyulitkan calon jemaah saat diketahui ada ketidakcocokan visa yang digunakan dengan pelaksanaan hajinya," imbuh dia.
Advertisement
Harus Jalur Resmi
Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin mengimbau masyarakat yang hendak menunaikan ibadah haji agar menempuh jalur resmi.
Sehingga, kata dia, bisa terhindar dari masalah hukum dan dapat menjalani prosesi ibadah dengan khusyuk dan aman.
"Pastikan kepada biro travel bahwa anda benar-benar diberangkatkan dengan visa haji, bukan lainnya. Kalau perlu sebelum menyetor dana, buat surat perjanjian resmi agar bisa mengajukan penuntutan hukum, bila ternyata di kemudian hari ditemukan ada unsur penipuan," tegas Konjen.