Liputan6.com, Jakarta Masyarakat Nusantara memiliki kearifan lokal untuk menyambut bulan suci Ramadan. Selain nyadran atau membersihkan makam, salah satunya adalah padusan, yakni mandi bersama untuk membersihkan diri.
Tradisi ini barangkali memiliki penyebutan yang berbeda di tiap daerah. Meski demikian, tradisi ini diyakini memiliki manfaat untuk meluruskan niat serta membersihkan kotoran dalam diri, baik secara lahiriah maupun batiniah.
Baca Juga
Namun kadang-kadang, seakan tidak ada sekat antara laki-laki dan perempuan saat mandi bersama ini. Apalagi lokasi tempat padusan ini adalah pemandian umum atau sungai. Semua bercampur dalam satu tempat.
Advertisement
Padusan diyakini merupakan peninggalan leluhur yang sudah dilaksanakan secara turun temurun. Namun, kini sudah terjadi pergeseran dari warisan para leluhur itu sendiri. Misalnya, kini para anak muda hanya memahaminya sebagai mandi bersama satu hari menjelang bulan Ramadan. Padahal, makna padusan itu sendiri sebenarnya harus diberi perhatian secara khusus.
Padusan sesungguhnya memiliki makna membersihkan jiwa dan raga sehingga bersih di dalam maupun di luar, siap sebenar-benarnya menyongsong bulan Ramadan yang mulia.
Padusan juga bisa menjadi media untuk merenung dan instropeksi atas kesalahan yang pernah dilakukan di masa lalu. Dengan begitu, akan tercipta kesadaran untuk memperbaiki diri di masa mendatang. Karena itulah, padusan sebenarnya harus dilaksanakan di tempat yang sepi dan seorang diri. Dengen keheningan yang timbul serta suasana yang syahdu, akan menambah keyakinan dan kesadaran untuk memasuki bulan Ramadan sebagai pribadi yang lebih baik.
Salah kaprah padusan
Namun, ada salah kaprah dalam memaknai padusan. Ritualnya sendiri bukan seperti yang berlangsung seperti saat ini, misalnya berpakaian ala kadarnya. Padusan justru dijalani sepenuh hati dengan berpakaian sopan dan tidak bercampur dengan lawan jenis.
Hampir mirip dengan padusan yang biasanya berlangsung di Jawa Tengah, masyarakat Jakarta tempo dulu juga punya kebiasaan unik kala memasuki bulan Ramadan.
Davi, salah seorang warga Kemayoran, beberapa waktu lalu pernah bercerita, neneknya rutin membakar merang untuk menyampo rambutnya menjelang bulan puasa.
“Biasanya merah dibakar, lalu dipakai untuk membersihkan rambut saat mandi satu hari jelang puasa,” ujar pria berambut panjang ini.
Davi yang sehari-hari berprofesi sebagai penjual baju distro khas Betawi menjelaskan, ritual itu dipercaya untuk membersihkan jiwa dan raga sesaat sebelum melaksanakan ibadah satu bulan penuh.
“Kalau sekarang mungkin sudah jarang yang seperti itu, tapi yang jelas 15 hari sebelum Ramadan, kita melaksanakan Nisfu Syakban. Itu untuk mengingatkan bahwa Ramadan sebentar lagi, sekaligus mempersiapkan diri dan melaksanakan kewajiban yang masih tertunda, misalnya jika ada utang puasa,” kata dia memungkasi.
Advertisement