Sukses

Keutamaan I’tikaf di Bulan Ramadan dan Tata Caranya

Keutamaan I’tikaf di bulan Ramadan salah satunya untuk mendapatkan malam Lailatul Qadar.

Liputan6.com, Jakarta Keutamaan i’tikaf di bulan Ramadan, terutama di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan merupakan salah satu amalan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Tentunya seluruh umat islam wajib meneladani amalan Nabi Muhammad SAW ini.

I’tikaf sebagai salah satu amalan sunah di bulan suci Ramadan, memiliki banyak sekali keutamaan. Apalagi dengan khusyuk untuk beribadah dan berdoa kepada Allah SWT tanpa gangguan apapun, tentunya bisa membuat umat islam semakin dekat dengan Allah SWT.

Keutamaan i’tikaf di bulan Ramadan salah satunya untuk mendapatkan malam lailatul qadar. Dengan berbagai berkah yang didapatkan dari malam lailatul qadar, tentunya setiap umat islam sangat mengharapkannya.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (23/5/2019) tentang keutamaan i’tikaf di bulan Ramadan

2 dari 3 halaman

I’tikaf dan Malam Lailatul Qadar

Pada 10 malam terakhir bulan Ramadan, Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan kepada umatnya untuk melakukan i’tikaf. Walaupun I’tikaf bisa dilakukan kapan saja. Nabi Muhammad SAW melakukan i’tikaf di 10 malam terakhir Ramadan dengan bertadarus membaca Al Quran dan merenung sambil berdoa, tidak hanya doa malam lailatul qadar saja.

Salah satu doa malam Lailatul Qadar yang juga sering dibaca oleh Nabi Muhammad SAW adalah:

Rabbana atina fiddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah wa qina ‘adzabannar.

Yang artinya: wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.

Doa malam lailatul qadar yang dipanjatkan oleh Nabi Muhammad SAW ini bukan sekadar permohonan untuk mendapatkan kebajikan di dunia dan di akhirat saja, namun juga untuk memantapkan langkah dalam meraih kebajikan yang dimaksud. Doa malam lailatul qadar ini memiliki makna tentang permohonan yang tentunya disertai dengan usaha.

I’tikaf sendiri berarti berhenti atau diam di dalam masjid dengan niat semata untuk beribadah kepada Allah SWT. I’tikaf bisa dilakukan kapan saja dan hukumnya sunah bagi seluruh umat islam. I’tikaf harus dilakukan di masjid dan lebih utama dilakukan pada seppuluh hari terakhir di bulan Ramadan, sebagaimana yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana yang tercantum pada sebuah hadits:

Dari Ubay bin Ka’ab dan A’isyah, Rasulullah saw beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, hingga Allah menjemputnya (wafat).

Melaksanakan i’tikaf di masjid pada malam hari merupakan harapan dan semangat dalam menunggu turunnya lailatul qadar dengan membaca al quran dan melantunkan berbagai doa malam lailatul qadar. Karena adanya keutamaan malam lailatul qadar inilah orang berbondong bonding melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan di malam hari. Padahal sebenarnya I’tikaf juga bisa dilaksanakan pada siang hari bulan Ramadan.

 

3 dari 3 halaman

Tata Cara I’tikaf

Umat islam bisa meraih keutamaan yang lebih besar dengan memperbanyak ragam niat I’tikaf, seperti berniat mengunjungi dan menghormati  masjid sebagai rumah Allah, berzikir dan mendekatkan diri kepada-Nya, mengharap rahmat dan rida-Nya, bermuhasabah, mengingat hari akhir, mendengarkan nasihat dan ilmu-ilmu agama, bergaul dengan orang-orang saleh dan cinta kepada-Nya, memutus segala hal yang dapat melupakan akhirat, dan lain sebagainya.   

Hukum asal I’tikaf adalah sunnah, tapi bisa menjadi wajib apabila dinazarkan. Kemudian, hukumnya bisa menjadi haram bila dilakukan oleh seorang istri atau hamba sahaya tanpa izin, dan menjadi makruh bila dilakukan oleh perempuan yang bertingkah dan mengundang fitnah meski disertai izin.

Rukun Melaksanakan I’tikaf:

1. Niat

2. Berdiam diri di masjid sekurang-kurangnya selama tuma’ninah shalat

3. Masjid

4. Orang yang beri’tikaf

Syarat orang yang melaksanakan I’tikaf:

1. Islam

2. Berakal Sehat

3. Bebas dari Hadas Besar

Jadi orang-orang yang melaksanakan I’tikaf tetapi tidak memenuhi syarat-syarat di atas, maka I’tikaf yang dilakukannya tidak sah.

Dalam Mengucapkan niat, seseorang yang melaksanakan I’tikaf harus menyebutkan status i’tikaf apakah fardhu karena dinazarkan atau sunah. Ada juga yang menyatakan bahwa seluruh I’tikaf menjadi fardhu baik ditentukan lamanya atau tidak.

 

Ada tiga macam i’tikaf:

1. I’tikaf mutlak

Dalam Melaksanakan I’tikaf mutlak, terlepas dari lama waktu beri’tikafnya, bisa melafalkan niat seperti ini dalam Bahasa Indonesia:

“Aku berniat i’tikaf di masjid ini karena Allah.” 

2. I’tikaf terikat waktu tanpa terus-menerus

Sedangkan niat untuk melaksanakan I’tikaf selama satu bulan tanpa terus menerus, dilafalkan niat dalam Bahasa Indonesia seperti berikut ini:

 “Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu hari/satu malam penuh/satu bulan karena Allah.”

3. I’tikaf terikat waktu dan terus-menerus.

“Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut karena Allah.”

I’tikaf yang telah dinazarkan memiliki niat yang berbeda dengan yang lainnya. Karena telah dinazarkan, maka dalam niat ini, kamu wajib menyertakan kata-kata fardu pada niatnya:

“Aku berniat i’tikaf di masjid ini fardhu karena Allah.”  atau “Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut fardhu karena Allah.” 

Yang membatalkan i’tikaf:

1. Berhubungan suami-istri

2. Mengeluarkan sperma

3. Mabuk yang disengaja

4. Murtad

5. Haid, selama waktu i’tikaf cukup dalam masa suci biasanya

6. Nifas

7. Keluar tanpa alasan

8. Keluar untuk memenuhi kewajiban yang bisa ditunda

9. Keluar disertai alasan hingga beberapa kali, padahal keluarnya karena keingingan sendiri

Video Terkini