Sukses

Niat Mengganti Puasa Ramadan yang Benar, Jangan Sampai Terlewat

Niat mengganti puasa berbeda dengan niat puasa Ramadan

Liputan6.com, Jakarta Niat mengganti puasa adalah salah satu syarat yang harus dilakukan saat ingin melakukan puasa pengganti puasa Ramadan. Niat mengganti puasa ini penting diketahui untuk kamu yang harus meninggalkan puasa di bulan Ramadan. Mengganti puasa yang ditinggalkan saat Ramadan biasa disebut dengan puasa Qadha

Puasa Ramadan memang wajib dilaksanakan bagi seluruh umat Islam yang telah memenuhi syarat. Namun, seseorang boleh meninggalkan puasa Ramadan karena keadaan tertentu. Keadaan ini seperti sakit, hamil atau nifas, orang lanjut usia, musafir, dan lain sebagainya.

Meski diperbolehkan untuk tidak berpuasa Ramadan, wajib hukumnya untuk mengganti puasa di hari lain setelah Ramadan. Puasa dapat diganti di hari setelah bulan Ramadan, terkecuali pada hari yang dilarang berpuasa. Dalam pelaksanaannya, puasa Qadha sama seperti puasa pada umumnya.

Puasa ini diawali dengan membaca niat mengganti puasa dan disunahkan dengan makan sahur. Niat mengganti puasa tentunya berbeda dengen niat puasa di bulan Ramadan. Niat mengganti puasa merupakan salah satu syarat wajib puasa yang harus dipenuhi. Tanpa niat mengganti puasa, puasa yang dilakukan akan sia-sia.

Nah, bagi kamu yang memiliki hutang puasa, sudah semestinya kamu membayarnya di kemudian hari. Berikut niat mengganti puasa Ramadan yang berhasil Liputan6.com rangkum dari berbagi sumber, Kamis (6/6/2019).

2 dari 4 halaman

Orang yang diperbolehkan meninggalkan puasa

Ada empat golongan yang diperbolehkan untuk tidak menjalankan ibadah puasa Ramadan serta satu golongan yang dilarang berpuasa. Meski diperbolehkan untuk tidak berpuasa, empat golongan ini tetap wajib mengganti puasanya di kemudian hari. Berikut empat golongan yang diperbolehkan meninggalkan puasa:

Orang sakit

Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 185, "Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain."

Orang sakit yang diizinkan tidak berpuasa adalah orang sakit yang apabila menjalankan puasa, dapat memperparah kondisi yang bersangkutan. Meski tidak berpuasa, namun orang tersebut harus membayar puasanya tersebut.

Orang yang sedang dalam perjalanan jauh

Nabi Muhammad bersabda dalam hadis riwayat Muslim, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar melihat orang yang berdesak-desakan. Lalu ada seseorang yang diberi naungan. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, "Siapa ini?" Orang-orang pun mengatakan, "Ini adalah orang yang sedang berpuasa." Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Bukanlah suatu yang baik seseorang berpuasa ketika dia bersafar."

Jadi, apabila seseorang yang melakukan perjalanan jauh saat berpuasa diizinkan untuk tidak berpuasa apabila kondisinya berat dan menyulitkan. Namun, orang tersebut wajib mengganti puasanya di kemudian hari.

Orang lanjut usia

Orang tua yang tidak mampu menjalankan puasa diberi kelonggaran untuk tidak berpuasa. Sebagai gantinya, orang tersebut diwajibkan untuk membayar fidyah yaitu dengan memberi makan fakir miskin setiap kali orang tersebut tidak berpuasa.

Allah berfirman dalam Al-Baqarah ayat 184, "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin."

Adapun ukuran satu fidyah adalah setengah sho', kurma atau gandum atau beras, yaitu sebesar 1,5 kg beras.

Wanita hamil dan menyusui

Nabi bersabda dalam hadis riwayat Ahmad, "Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menghilangkan pada musafir separuh shalat. Allah pun menghilangkan puasa pada musafir, wanita hamil dan wanita menyusui."

Apabila ibu yang sedang mengandung dan menyusui tidak mampu berpuasa, Allah meringankan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di kemudian hari.

Sementara satu golongan yang dilarang untuk berpuasa adalah wanita dalam keadaan haid dan nifas. Nabi bersabda dalam Hadis Riwayat Bukhari, "Bukankah ketika haid, wanita itu tidak shalat dan juga tidak puasa. Inilah kekurangan agamanya."

Wanita yang haid dan nifas dilarang berpuasa selama masa haid dan nifas tersebut. Namun, mereka tetap harus mengganti puasa di kemudian hari.

3 dari 4 halaman

Niat mengganti puasa

Orang yang mengganti puasa Ramadan juga wajib niat puasanya di malam hari, setidaknya menurut Mazhab Syafi’i.

Ketentuan ini diterangkan oleh Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam Hasyiyatul Iqna’-nya sebagai berikut:

“Disyaratkan memasang niat di malam hari bagi puasa wajib seperti puasa Ramadan, puasa qadha, atau puasa nadzar. Syarat ini berdasar pada hadits Rasulullah SAW, ‘Siapa yang tidak memalamkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.’ Karenanya, tidak ada jalan lain kecuali berniat puasa setiap hari berdasar pada redaksi zahir hadits,”

Adapun berikut ini adalah lafal niat mengganti puasa Ramadan:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadan esok hari karena Allah SWT.”

4 dari 4 halaman

Ketentuan membayar hutang puasa

Puasa Qadha wajib dilaksanakan sebanyak hari puasa yang telah ditinggalkan saat Ramadan. Ketentuan membayar hutang puasa Ramadan dapat dilihat jelas dalam firman Allah pada Q.S. Al-Baqarah ayat 184 yang berbunyi:

“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”