Sukses

Hikmah Idul Fitri yang Perlu Diketahui, Rasakan Kenikmatan-Nya

Hikmah Idul Fitri.

Liputan6.com, Jakarta Idul Fitri selalu hadir sebagai penutup ibadah puasa Ramadan di setiap tahunnya. Sudah tentu seluruh umat Islam senantiasa menyambut dan merayakannya dengan rasa penuh kegembiraan, keceriaan, kebahagiaan, dan suka cita.

Sebagai salah satu syi’ar Allah yang istimewa, tentu saja idul fitri memiliki muatan makna dan kandungan hikmah yang banyak dan istimewa pula, dan yang sangat kita butuhkan sebagai bekal utama dalam perjalanan hidup kita selanjutnya pasca Ramadan.

Berikut ini terdapat beberapa hikmat Idul Fitri di balik momentum syi’ar hari raya Idul Fitri ini. Berikut ini telah Liputan6.com, Sabtu (1/6/2019) rangkum dari berbagai sumber tentang hikmah Idul Fitri yang perlu diketahui agar bisa lebih merasakan kenikmatan-Nya.

2 dari 6 halaman

Hikmah Kegembiraan dan Kesyukuran

Hikmah Idul Fitri yang pertama yang sangat menonjol dari momen lebaran ini adalah hikmah kegembiraan dan kesyukuran. Ya, saat menyambut Idul Fitri semua umat Islam bergembira dan bersuka cita seperti yang banyak dilakukan. Hal ini memang dibenarkan bahkan disunnahkan untuk meyambutnya dengan bergembira, berbahagia, dan bersuka cita pada saat hari raya Idul Fitri tiba.

Karena makna dari kata ied ini sendiri adalah hari raya, hari perayaan, hari yang dirayakan. Dan perayaan tentunya identik dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Rasulullah SAW pun telah menegaskan itu di dalam hadis shahihnya,

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu macam kebaikan diberi pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah ‘azza wajalla berfirman; ‘Selain puasa, karena puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang langsung akan memberinya pahala. Sebab, ia telah meninggalkan nafsu syahwat dan nafsu makannya karena-Ku.’ Dan bagi orang yang berpuasa ada dua momen kegembiraan: kebahagiaan ketika ia berbuka (baca: berhari raya fitri), dan kegembiraan lain ketika ia bertemu dengan Rabb-Nya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah daripada aroma kesturi.” (HR. Muttafaq ’alaih).

Tetapi yang perlu menjadi perenungan, intropeksi, dan pertanyaan adalah: kegembiraan seperti apakah yang harus dimiliki dan tunjukkan pada hari raya Idul Fitri ini? Nah, kegembiraan yang haru umat Islam miliki dan rasakan haruslah merupakan kegembiraan syukur kepada Allah yang telah mengkaruniakan taufiq kepada umat Islam untuk bisa mengoptimalkan pengistimewaan Ramadan dengan amal-amal yang serba istimewa, dalam rangka menggapai taqwa yang istimewa.

3 dari 6 halaman

Hikmah Ketauhidan, Keimanan, dan Ketaqwaan

Saat menyambut Idul Fitri, disunahkan bagi umat Islam untuk banyak mengumandangkan takbir, tahlil, tasbih, dan tahmid sebagai bentuk penegasan dan pembaharuan deklarasi iman dan tauhid. Hal ini menandakan bahwa identitas iman dan tauhid harus selalu diperbaharui dan ditunjukkan, termasuk dalam momen-momen kegembiraan dan perayaan, dimana biasanya justru kebanyakan lalai dari berdzikir dan mengingat Allah.

“… dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa Ramadhan), dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas hidayah-Nya yang diberikan kepadamu, dan supaya kamu (lebih) bersyukur” (QS. Al-Baqarah: 185).

Nah jika kita tetap banyak bertakbir, bertasbih, bertahmid dan bertahlil serta berdzikir mengagungkan Allah, pada momen kemenangan, keberhasilan, kegembiraan dan perayaan – yang biasanya melalaikan – maka harapannya, pada momen-momen dan kesempatan-kesempatan lain, insyaa-allah akan lebih mudah lagi bagi kita untuk bisa menjaga dan melakukan itu semua.

4 dari 6 halaman

Hikmah Kefitrahan

Hikmah Idul Fitri yang lainnya dikatakan bahwa dengan hadirnya idul Fitri berarti kaum muslimin kembali kepada fitrah, kembali kepada kesucian. Dan itu benar. Karena jika benar-benar dioptimalkan, maka Ramadan dengan segala amaliah istimewanya adalah salah satu momentum terbaik bagi peleburan dosa dan penghapusan noda yang mengotori hati dan jiwa kita serta membebani diri kita selama ini.

Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala (dan ridha Allah), maka niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Muttafaq ‘alaih).

Nah setelah kebersihan diri, kesucian jiwa dan kefitran hati itu kita dapatkan kembali, sehingga kita menjadi bak bayi suci yang baru dilahirkan ibunya, atau ibarat lembar kertas putih nan bersih, marilah pada hari raya fitri ini kita tuluskan niat, bulatkan tekad dan kuatkan semangat untuk menjaga kebersihan, kesucian dan kefitrahan itu seterusnya dalam hidup kita.

Sehingga sebisa mungkin jangan lagi kembali kepada dosa-dosa yang akan membuat noda-noda baru. Semoga Allah selalu memberikan kekuatan, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin.

5 dari 6 halaman

Hikmah Kepedulian

Islam merupakan agama yang peduli. Oleh karenanya uamatnyapun adalah umat peduli. Dan sifat serta karakter kepedulian itu begitu tampak nyata dan terbukti secara mencolok selama bulan mulia yang baru saja berlalu.

Dimana semangat berbagi dan spirit memberi melaui sunnah berinfak dan bersedekah serta kewajiban berzakat, begitu indah menghiasi hari-hari penuh peduli sepanjang bulan Ramadhan. Dan itu semua tidak lain dalam rangka meniru dan mencontoh keteladanan terbaik dari Baginda Rasul tercinta shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dari Ibnu ‘Abbas berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan, lebih-lebih pada bulan Ramadlan ketika malaikat Jibril ‘alaihis salam menemuinya, dan adalah Jibril ‘alaihis salammendatanginya setiap malam di bulan Ramadlan, untuk bertadarus Al Qur’an dengan beliau. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jauh lebih ermawan dengan kebajikan daripada angin yang bertiup (HR. Muttafaq ‘alaih).

Dan kewajiban kita sekarang, di hari fitri ini, adalah menjaga keistiqamahan dengan melanjutkan semangat berbagi dan karakter memberi sebagai bukti taqwa ini, pasca Ramadhan pada hari-hari kehidupan kita selanjutnya.

6 dari 6 halaman

Hikmah Kebersamaan dan Persatuan

Selama Ramadan, suasana dan nuansa kebersamaan serta persatuan umat begitu kental, begitu terasa dan begitu indah. Mengawali puasa bersama-sama (seharusnya dan sewajibnya), bertarawih bersama (disamping jamaah shalat lima waktu juga lebih banyak selama Ramadhan), bertadarus bersama, berbuka bersama, beri’tikaf bersama, berzakat fitrah bersama, dan beriedul fitri bersama (semestinya!).

Dan hal itu karena memang ibadah dan amaliah Ramadhan serta ‘Iedul Fithri adalah bersifat jama’iyah, kolektif, dan serba bersama-sama. Tidak bisa dan tidak boleh sendiri-sendiri.

Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Berpuasa itu adalah pada hari dimana kalian semua berpuasa (secara bersama-sama), dan beriedul fitri itu adalah pada hari dimana kalian semua beeiedul fitri (secara bersama-sama), demikian juga dengan Iedul Adlha, yaitu pada hari dimana kalian semuanya beriedul adha (secara bersama-sama).” (HR Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah; dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan Al-Albani. Imam Abu ‘Isa At-Tirmidzi berkata: sebagian ulama menafsirkan hadits ini bahwa maksudnya, sesungguhnya shaum dan iedul fitri (dan juga idul adha – pen.) itu (harus) bersama jama’ah dan mayoritas ummat manusia (umat Islam).

Oleh karena itu kita semua patut bergembira dan bersyukur setiap kali bisa memulai puasa Ramadan secara serempak, berbareng dan bersama-sama, tanpa ada perbedaan dan perselisihan yang berarti (kecuali dari beberapa kelompok kecil Umat yang tetap “istiqamah” dengan pilihan “madzhab” uniknya masing-masing). Begitu pula dalam berbahagia menyambut dan merayakan ‘Idul Fitri atau ‘Idul Adha, saat terjadi secara serempak. Dimana nuansa kebersamaan dan persatuan terasa begitu indah. Suasana kegembiraan dan rasa kebahagianpun tampak demikian total dan seakan sempurna. Dan itulah memang esensi dan hakekat makna berhari raya dan beridul fitri.