Liputan6.com, Jakarta Nabi Muhammad SAW merupakan sosok suri tauladan bagi umat muslim di dunia. Segala ucapan, tindakan, dan ketetapannya tertuang dalam hadis dan menjadi pedoman hidup manusia. Dalam Alquran, Rasulullah disebut sebagai uswatun hasanah atau teladan terbaik. Beliau terlahir sebagai makhluk paling mulia pada bulan Rabiul Awal di tahun gajah.
Rasulullah disebut sebagai makhluk Allah ta'ala yang paling mulia. Kemuliaannya mengalahkan malaikat yang setiap detik waktunya digunakan untuk taat beribadah dan mematuhi perintah Allah.
Baca Juga
Tercipta sebagai makhluk agung, Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul pada usia 40 tahun. Beliau menerima wahyu yang pertama di Gua Hira dengan perantaraan Malaikat Jibril, yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5.
Advertisement
Kemuliaannya bahkan mendapat pujian dari Tuhan yang menciptakannya, yakni Allah SWT. Dalam Alqur'an, Allah berfirman:
وَاِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4).
Artinya, sedemikian luhur dan agung kedudukan derajat Nabi Muhammad di hadapan Allah. Namun kenapa Rasulullah yang mulia dilahirkan bukan bertepatan dengan bulan agung yakni Ramadhan atau dilahirkan di hari mulia seperti hari Jumat?
Dilansir dari NU online, Sayyid Muhammad ibn Alawi Al Maliki, dalam kitabnya adz-Dzakhâir al-Muhammadiyyah (Daru Jawami'il Kalim, Kairo, 42), menyebutkan:
وإنما كان مولده في شهر ربيع على الصحيح ولم يكن في المحرم، ولا في رجب، ولا في رمضان، ولا غيرها من الأشهر ذوات الشرف، لأنه عليه الصلاة والسلام لا يتشرف بالزمان، وإنما يتشرف الزمان به، وكذلك المكان، فلو ولد في شهر من الشهور المذكورة، لتُوُهِّمَ أنه تشرف به، فجعل الله تعالى مولده عليه السلام في غيرها ليظهر عنايته به وكرامته عليه
Artinya: “Sesungguhnya kelahiran Nabi Muhammad berada di bulan Rabi' (awal) menurut pendapat yang shahih. Bukan di bulan Muharram, Rajab, Ramadhan dan lain sebagainya dari bulan-bulan yang mulia. Karena Nabi Muhammad tidak mulia karena sebab masa atau waktu. Namun waktu-lah yang menjadi mulia sebab Nabi Muhammad lahir. Begitu pula tentang (kemuliaan) tempat. Jika Nabi dilahirkan di bulan-bulan (mulia) tersebut, bisa jadi akan menimbulkan persepsi, Nabi mulia gara-gara lahir di bulan mulia. Maka, Allah menciptakan kelahiran Baginda Nabi di bulan lain yang justru memberi pertolongan dan kemuliaan di bulan lain itu sendiri.”
Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa kemuliaan hari dan bulan kelahiran nabi benar-benar murni karena kemuliaan pribadi Rasulullah SAW, sehingga tidak menimbulkan persepsi bahwa kemuliaannya karena lahir di bulan mulia seperti Ramadan atau Dzulhijjah.
Nabi juga tidak dilahirkan di tempat mulia yakni Ka'bah. Makkah yang dulu dipenuhi masyarakat jahiliyah di kemudian hari justru mulia karena menjadi tempat kelahiran Rasulullah.
Sedangkan Madinah, sebagai tempat hijrah dan jasad Nabi diistirahatkan. banyak ulama menuturkan bahwa Madinah dianggap lebih utama dan mulia daripada Makkah. Kesimpulan ini muncul lantaran sudut pandang akan keberadaan jasad Rasulullah, yang tak ada di Makkah.
Atas kehadiran Rasulullah di Madinah, lahir satu tempat taman surga. Sebagaimana yang telah disabdakan Nabi:
مَا بَيْنَ بَيْتِى وَمِنْبَرِى رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ
“Antara rumahku dan mimbarku terdapat taman di antara taman surga." (HR. Bukhari nomor 1196 dan Muslim nomor 1391).