Liputan6.com, Jakarta Puasa Syawal selama enam hari merupakan salah satu ibadah sunah yang menjadi penyempurna ibadah wajib saat bulan Ramadan. Umat muslim yang menjalankan puasa Syawal dengan baik dijanjikan mendapat pahala puasa setahun penuh oleh Allah SWT. Namun, bagaimana hukumnya apabila menggabungkan niat puasa Syawal dengan puasa lainnya?
Dilansir dari muslim.or.id, hal tersebut dikenal dalam ilmu fikih sebagai masalah tasyrik an niyyat atau tasyrik ibadatain fi niyyah (menggabung beberapa niat dalam ibadah). Ada tiga rincian mengenai hukum tasyrik an niyyat yang tercantum dalam buku Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, sebagai berikut:
Baca Juga
فَإِنْ كَانَ مَبْنَاهُمَا عَلَى التَّدَاخُل كَغُسْلَيِ الْجُمُعَةِ وَالْجَنَابَةِ، أَوِ الْجَنَابَةِ وَالْحَيْضِ، أَوْ غُسْل الْجُمُعَةِ وَالْعِيدِ، أَوْ كَانَتْ إِحْدَاهُمَا غَيْرَ مَقْصُودَةٍ كَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ مَعَ فَرْضٍ أَوْ سُنَّةٍ أُخْرَى، فَلاَ يَقْدَحُ ذَلِكَ فِي الْعِبَادَةِ؛ لأِنَّ مَبْنَى الطَّهَارَةِ عَلَى التَّدَاخُل، وَالتَّحِيَّةُ وَأَمْثَالُهَا غَيْرُ مَقْصُودَةٍ بِذَاتِهَا، بَل الْمَقْصُودُ شَغْل الْمَكَانِبِالصَّلاَةِ، فَيَنْدَرِجُ فِي غَيْرِهِ.
Advertisement
أَمَّا التَّشْرِيكُ بَيْنَ عِبَادَتَيْنِ مَقْصُودَتَيْنِ بِذَاتِهَا كَالظُّهْرِ وَرَاتِبَتِهِ، فَلاَ يَصِحُّ تَشْرِيكُهُمَا فِي نِيَّةٍ وَاحِدَةٍ؛ لأِنَّهُمَا عِبَادَتَانِ مُسْتَقِلَّتَانِ لاَ تَنْدَرِجُ إِحْدَاهُمَا فِي الأْخْرَى
“[1] Jika latar belakang pelaksanaan kedua ibadah tersebut karena sifatnya tadakhul (saling bertemu satu sama lain), sebagaimana mandi Jum’at dan mandi janabah (ketika dalam kondisi junub di hari Jum’at, -peny.), atau mandi janabah dan mandi haid, atau mandi Jum’at dan mandi untuk salat Id, atau [2] salah satu dari ibadah tersebut ghayru maqshudah bidzatiha (yang dituntut bukan dzat dari ibadahnya, sedangkan ibadah yang lain adalah ibadah wajib atau sunah, maka ini tidak mencacati ibadah (baca: boleh). Karena landasan dari taharah memang at-tadakhul dan salat tahiyyatul masjid dan yang semisalnya yang dituntut bukan dzat dari ibadahnya, namun yang dituntut adalah mengerjakan shalat ketika masuk masjid (apapun salat itu, -pent.). Maka ibadah tersebut bisa masuk pada ibadah yang lain. Adapun [3] menggabungkan niat antara dua ibadah maqshudah bi dzatiha (yang dituntut adalah dzat ibadahnya), seperti menggabungkan salat zuhur dengan salat rawatib zuhur, maka tidak sah menggabungkan keduanya dalam satu niat, karena keduanya adalah dua ibadah yang berdiri sendiri, yang tidak bisa masuk antara satu dengan yang lain” (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 12/24).
Hukum menggabung puasa Syawal
Berdasarkan catatan tersebut, dapat menjawab beberapa permasalahan di bawah ini :
1. Menggabung puasa Syawal dengan qadha puasaPuasa Syawal dan qadha puasa termasuk dalam ibadah yang berdiri sendiri. Maka dari itu, hukumnya tidak boleh dan tidak sah apabila menggabungkan keduanya. Hal itu sehubungan dengan perkataan Syaikh Abdul Aziz bin Baz berikut ini:
أما أن تصوم الست بنية القضاء والست فلا يظهر لنا أنه يحصل لها بذلك أجر الست، الست تحتاج إلى نية خاصة في أيام مخصوصة
“Adapun jika anda puasa Syawal dengan menggabung niat puasa qadha dan puasa Syawal, maka saya memandang puasa Syawalnya tidak sah. Karena puasa Syawal membutuhkan niat khusus dan membutuhkan hari-hari yang khusus”
2. Menggabung puasa Syawal dengan puasa ayyamul bidh
Puasa ayyamul bidh adalah ibadah yang ghayru maqshudah bidzatiha atau tidak diniatkan secara langsung. Maka dari itu, diperbolehkan menggabungkan niat keduanya. Ketika seseorang melaksanakan puasa tiga hari dalam satu bulan, kapan pun harinya dan apa pun jenis puasa yang ia lakukan, maka sudah mendapatkan keutamaan puasa ayyamul bidh.
Hal tersebut dinyatakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin sebagai berikut:
إذا صام ست أيام من شوال سقطت عنه البيض ، سواء صامها عند البيض أو قبل أو بعد لأنه يصدق عليه أنه صام ثلاثة أيام من الشهر ، وقالت عائشة رضي الله عنها : ” كان النبي صلى الله عليه وسلم يصوم ثلاثة أيام من كل شهر لا يبالي أصامها من أول الشهر أو وسطه أو آخره ” ، و هيمن جنس سقوط تحية المسجد بالراتبة فلو دخل المسجد
“Jika seseorang berpuasa enam hari di bulan Syawal, gugur darinya tuntutan puasa ayyamul bidh. Baik ia puasa Syawal ketika al-bidh (ketika bulan purnama sempurna), sebelumnya atau setelahnya, karena ia telah berpuasa tiga hari dalam satu bulan. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa berpuasa tiga hari setiap bulan, tanpa peduli apakah itu awal bulan atau tengah bulan atau akhirnya’. Ini sejenis dengan gugurnya tuntutan shalat tahiyatul masjid dengan mengerjakan salat rawatib jika seseorang masuk masjid”
3. Menggabung puasa Syawal dengan puasa Senin-Kamis
Puasa Senin-Kamis sama dengan puasa ayyamul bidh, yaitu termasuk ibadah yang ghayru maqshudah bidzatiha, sehingga diperbolehkan menggabungkan niat puasa tersebut dengan puasa Syawal. Puasa Senin-Kamis disyariatkan bukan karena zatnya, tapi karena diangkatnya amalan di hari itu, sehingga dianjurkan berpuasa. Ha itu sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini :
إن الأعمال ترفع يوم الاثنين والخميس فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم
“Sesungguhnya catatan amalan diangkat pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika catatan amalanku diangkat ketika aku sedang puasa” (HR. Ibnu Wahb dalam Al-Jami’, dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 1583).
Sedangkan hukum menggabungkan puasa Syawal dengan puasa Senin-Kamis tercantum dalam Fatawa Al-Islamiyah berikut ini :
إذا اتفق أن يكون صيام هذه الأيام الستة في يوم الاثنين أو الخميس فإنه يحصل على أجر الاثنين بنية أجر الأيام الستة، وبنية أجر يوم الاثنين أو الخميس
“Jika puasa Syawal bertepatan dengan hari Senin atau Kamis, maka ia mendapatkan pahala puasa Senin-Kamis dengan niat puasa Syawal atau dengan puasa Senin-Kamis” (Fatawa Al-Islamiyah, 2/154).
Catatan di atas dapat disimpulkan bahwa niat puasa Syawal dapat digabungkan dengan puasa lainnya tergantung jenis puasanya. Sebelum menggabungkan niat, dianjurkan untuk mengetahui hukumnya agar ibadah yang dilakukan maksimal dan diridai Allah SWT.
Advertisement