Sukses

Jelang Puncak Haji, Amirul Hajj Minta Jemaah Jalankan Ibadah Sesuai Syariat

Saat ini, para jemaah calon haji mulai bersiap diri agar bisa menjalankan ibadah haji sesuai rukun, wajib, dan sunahnya.

Liputan6.com, Jakarta - Penyelenggaraan ibadah haji sudah mendekati fase puncak, yaitu rangkaian kegiatan ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina).

Dilansir dari Antara, Senin (5/8/2019), para jemaah calon haji pun mulai bersiap diri agar bisa menjalankan ibadah haji sesuai rukun, wajib, dan sunahnya.

Dalam penyelenggaraan ibadah haji itu sendiri dikenal waktu afdhal dan waktu afshah. Waktu afdhal dipahami sebagai waktu yang utama untuk menjalankan tahapan ibadah haji. Sedangkan afshah adalah waktu yang sah dalam menjalankan tahapan ibadah haji.

Delegasi Amirul Hajj Indonesia KH Bunyamin Ruchiyat menyarankan jemaah Indonesia untuk menjalankan ibadah hajinya sesuai syariat yang ditetapkan sesuai dengan Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW.

"Yakni, sesuai dengan hadis yang berarti 'Ambillah dariku manasik haji kalian' atau 'Ikutilah manasik hajiku', lalu dalam Alquran disebutkan 'Sempurnakanlah haji dan umrah kalian karena Allah SWT',” ujar Bunyamin saat berkunjung ke pemondokan jemaah di Sektor 8 yang terletak di kawasan Misfalah, Makkah, Arab Saudi.

Bunyamin juga berpesan agar jemaah mengikuti ketentuan manasik yang telah digariskan pemerintah dalam melaksanakan ibadah haji dan mencapai kemabruran. Hal ini memang telah dimasukkan ke dalam panduan yang diterbitkan oleh Pemerintah RI

Ia juga mengemukakan bahwa, jemaah memang ada sebagian yang meyakini bahwa haji yang sesuai dilakukan Rasullah SAW adalah haji tarwiyah.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Haji Tarwiyah

Bunyamin menjelaskan, tarwiyah merupakan amalan sunah dalam berhaji yang dilakukan pada 8 Dzulhijah, yakni menginap di Mina sebelum wukuf di Padang Arafah.

Di tempat itu, kata dia, jemaah menunaikan salat zuhur, ashar, maghrib, isya, dan subuh. Mereka tidak meninggalkan Mina sebelum terbit matahari di hari Arafah.

"Namun, amalan tarwiyah sulit dilakukan pada jamaah Indonesia karena faktor jumlah jemaahnya yang sangat banyak," kata dia.

 Meski begitu, pemerintah tidak melarang tarwiyah, tapi sekaligus tidak memfasilitasi jemaah, baik untuk transportasi maupun konsumsi.

"Kalau ada masalah-masalah,  misalnya soal tarwiyah ada yang melakukan ya... tidak apa-apa. Tapi kalau semuanya tarwiyah ya... tidak mungkin bisa dilakukan," pungkas Bunyamin.

 

(Desti Gusrina)