Liputan6.com, Jakarta - Saat ini, jemaah haji sudah melewati rangkaian ibadah di Arafah dan Muzdalifah. Kini, mereka melanjutkan ibadah haji dengan melakukan lempar jumrah di Mina.
Dibalik ibadah lempar jumrah, rupanya ada sejarah. Sejarah lempar jumrah ini bermula dari kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail.
Baca Juga
Lempar jumrah dilakukan jemaah haji sebagai simbol melempar setan yang dijelmakan dalam tiga bagian, yaitu jumrah ula (pertama) atau jumrah sughra, jumrah wustha (tengah), dan jumrah 'aqabah (terakhir).
Advertisement
Dalam pelaksanaan lempar jumrah, ada hal-hal yang perlu kita ketahui. Agar kita menjalankan syariat-syariat yang dijalankan selama pelaksanaan ibadah haji.
Berikut hal yang perlu diketahui saat melempar jumrah, dihimpun dalam buku Rujukan Haji & Umrah untuk Wanita karya Dr 'Ablah Muhammad al-Kahlawi :
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ukuran Batu Jumrah
Hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, telah menentukan ukuran batu yang dipakai untuk lempar jumrah, yaitu tidak lebih kecil dari biji kacang hijau dan tidak lebih besar dari batu ketapel. Lebih tepatnya ialah sebesar biji kacang tanah.
Hikmah dibalik penentuan ukuran ini ialah agar tidak menyakiti orang seadainya lemparannya luput, selain agar tidak terjadi praktik ghuluw (berlebih-lebihan) dalam menjalankan ajaran agama. Penentuan ukuran seperti ini didasarkan pada beberapa dalil berikut:
1. Riwayat dari Jabir, "Aku pernah melihat Rasullah Saw. Melempar jumrah dengan batu kecil (kerikil)," dikutip dari HR al-Turmudzi.
2. Riwayat 'Abdurrahman al-taymi.
3. Sabda Rasullah SAW, "Wahai umat manusia,janganlah kalian saling menyakiti satu sama lain. Jika klaian melempar jumrah,gunakanlah batu yang kecil," dikutip dari HR Abu Dawud.
4. Riwayat dari Ibnu Abbas,"Rasullah bersabda,"Tolong carikan batu untukku!" Aku langsung bergegas mencari batu-batu kecil (kerikil) untuk beliau. Saat aku meletakkan batu-batu itu di tangannya, beliau bersabda, 'sebesar inilah (batu untuk melempar jumrah). Hindarilah sikap berlebih-lebihan (ghuluw) dalam beragama.sesungguhnya kehancuran umat sebelum kalian ialah karena sikap berlebih-lebihan dalam beragama," dikutip dari HR Ahmad dan al-Nasa'i.
Fukuha sepakat batu yang dipakai harus benar-benar suci. Mereka juga sepakat bahwa lempar jumrah tidak boleh dilakukan dengan selain batu seperti besi, kayu, kaca, intan mutiara, emas, perak dan sejenisnya.
"Lempar jumrah boleh dilakukan dengan apa saja yang terbuat dari tanah, baik berupa batu, kereweng, debu maupun lumpur," tulis 'Ablah.
Advertisement
Tempat Mencari Batu Jumrah
Untuk melempar jumrah 'aqabah pada hari Nahar, jemaah haji perempuan disunahkan mencari batu kerikil di Muzdalifah, sehingga dirinya bisa lebih siap tiba di Mina.
Adapun, untuk lempar jumrah pada hari-hari tasrik di Mina,
"Boleh mencari batu kerikil di mana saja," tulis 'Ablah.
Dalam hal ini, Rasullah SAW telah memberi kita teladan. Beliau mencari tujuh kerikil di Muzdalifah untuk lempar jumrah 'aqabah, sedangkan 21 kerikil lainnya di Mina untuk lempar jumrah pada tiga hari tasrik.
Jumlah Batu Jumrah
Jumlah batu kerikil yang harus dikumpulkan jemaah haji perempuan itu tergantung pada berapa hari yang akan dihabiskannya untuk mabit di Mina.
"Jika ia memilih nafar tsani,yakni menghabiskan tiga hari tasriq (11,12,13 Dzulhijah) di Mina, dia harus mengumpulkan sebanyak 70 batu kerikil. Tetapi,jika dia memilih naffar awwal, yakni menghabiskan dua hari tasriq (11 dan 12 Dzulhijah) saja, dia harus mengumpulkan 49 batu kerikil," papar 'Abhlah.
Manasik lempar jumrah diawali dengan lempar jumrah 'aqabah pada hari Nahar dengan tujuh batu kerikil.
"Jadi, sisa batu kerikil masih ada 63 buah untuk lempar jumrah selama tiga hari di Mina atau 42 buah untuk lempar jumrah selama dua hari di Mina. Setiap harinya,21 batu kerikil dibuat melempar dan setiap lemparan tujuh buah batu kerikil," terang 'Ablah.
Advertisement
Hari Lempar Jumrah
Lempar jumrah memiliki waktu empat hari atau minimal tiga hari jika hendak dipersingkat,yaitu dimulai dari hari Nahar sampai dua atau tiga hari setelahnya.
Allah SWT berfirman,
"Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari maka tidak dosa baginya,dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu) maka tidak ada dosa pula baginya,bagi orang yang bertakwa." dikutip dari Al Baqarah 2:203.
Â
(Desti Gusrina)