Liputan6.com, Makkah - Ramping dan tampak tua. Kesan pertama memandang sepeda motor keluaran Honda berwarna merah tersebut.
Di atasnya duduk Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), tengah memberi aba-aba kepada calon haji dibelakangnya untuk berpegangan. Tanda jika motor segera melaju.
Baca Juga
Beberapa jemaah lain tampak terduduk, di bawah temaram lampu jalanan, di ujung flyover dekat kawasan maktab Indonesia. Kebingungan dan keletihan terlihat jelas dari wajah mereka.
Advertisement
Astuti nama kuda besi pembawa jemaaah haji berwarna merah tersebut. Kependekan dari Astrea Tujuh Tiga (73).
Angkutan yang siap mengantarkan jemaah haji tersesat, kelelahan dan sakit di jalan kembali ke pemondokan atau pos kesehatan.
“Prioritas kami adalah jemaah haji yang lansia, sakit, atau memang kondisinya kelelahan,” kata anggota tim transportasi Daerah Kerja (Daker) Madinah, Muhammad Rofik Hidayat.
Pos Astuti tepatnya berada di dekat terowongan Moashem, depan Maktab 55. Sekitar 8 orang anggota tim transportasi Daker Madinah bersiaga 24 jam selama prosesi Mina.
Rofik salah satu yang bertugas menunggangi Astuti mengantarkan para jemaah saat itu.
Dia menuturkan jika keberadaan Astuti sangat dibutuhkan oleh jemaah haji. Dengan berbagai kondisi. Mulai dari sakit, kelelahan, tersesat, lanjut usai meski ada pula yang ingin diantarkan karena malas jalan kaki.
Hari pertama prosesi Mina, menjadi waktu di mana jumlah jemaah haji yang membutuhkan layanan Astuti paling banyak.
Rata-rata adalah jemaah yang kebingungan atau tersesat dalam perjalanan melontar jumrah, dari maktab ke Jamarat.
Maklum, ini pertama kalinya mereka datang ke Mina sehingga tak mengenal area tempat tinggalnya dan jalur menuju lokasi melempar jumrah.
Apalagi bentuk maktab yang hampir seragam, semua tenda warna putih. Tak heran, jika lupa menandai lokasi maktab, akan kesulitan menemukannya kembali.
PPIH memang menyiapkan Astuti sebagai alat transportasi buat jemaah haji, selama prosesi Mina.
Meski begitu, tetap ada skala prioritas jemaah yang bisa diantar mengingat unit sepeda motor dan sumber daya manusianya terbatas.
Ditambah, ruang lingkung wilayah operasional yang terbatas. Khusus hanya di area maktab Indonesia.
“Maktab terjauh dari sini (lokasi Astuti) sekitar 2,5 kilometer, di Mina Jadid,” katanya.
Dikandangkan
Meski disebut Astrea, motor ini sebenarnya adalah Super Cub 90 yang diproduksi massal mulai tahun 1963. Sementara Tujuh Tiga merujuk pada tahun motor ini dibuat. “Motor ini dioperasikan sejak tahun 1980-an,” jelas Rofik.
Namun Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah bermukim di Madinah sejak 18 tahun silam ini mengaku tidak tahu persis sejarah keberadaan Astuti di Mina.
Demikian pula bagaimana kendaraan roda dua itu masuk ke Arab Saudi. Dugaannya, motor berwarna Merah Putih ini sengaja didatangkan langsung dari Indonesia untuk melayani jemaah haji.
“Waktu itu pengiriman ke Arab Saudi mungkin masih bebas tidak seperti sekarang,” kata Rofik yang telah menjalani tugas sebagai penunggang Astuti sejak 12 tahun lalu.
Totalnya ada 7 Astuti yang beroperasi di Mina. Selama prosesi Mina (mabit dan melempar jumrah), mulai tanggal 10 hingga 13 Zulhijjah.
Biasanya yang beroperasi hanya 3 sampai 4 unit, sisanya tersimpan di gudang sebagai cadangan.
Pembatasan unit yang beroperasi karena kerap aparat polisi Arab Saudi melarang operasional Astuti. Larangan berlaku meski sebenarnya Astuti telah memiliki tasreh atau surat izin.
“Tahun lalu sempat digaruk (diangkut) oleh polisi. Jadi kita menggunakan cadangan di gudang,” tutur dia.
Advertisement