Sukses

Hukum Berpuasa Saat Sedang Sakit, Pahami Ketentuannya

Orang sakit tidak dianjurkan berpuasa dengan ketentuan tertentu.

Liputan6.com, Jakarta Hukum puasa saat sedang sakit perlu dipahami bagi setiap umat Islam. Puasa Ramadan merupakan salah satu dari lima rukun Islam. Ibadah ini wajib dijalankan umat Islam selama bulan Ramadan.

Untuk tetap mendapat keberkahan selama ramadan, tak jarang orang yang sedang sakit tetap menjalankan puasa. Padahal, jika tidak dipertimbangkan dengan baik, puasa bisa memengaruhi kondisi kesehatan saat sakit. Maka dari itu, Islam memperbolehkan umatnya untuk membatalkan puasa dalam kondisi tertentu.

Ada keringanan yang diberikan saat sedang sakit di bulan ramadan. Hukum berpuasa saat sedang sakit ini sudah diatur dalam Al Quran, hadis, dan kajian-kajian para ulama.

Nah, dalam keadaan sakit seperti apa seseorang tidak dianjurkan untuk berpuasa? Hukum berpuasa saat sakit bergantung pada kondisi kesehatan yang dialami. Hukum berpuasa saat sakit ini bisa berupa wajib, makruh, atau bahkan haram.

Berikut hukum berpuasa saat sedang sakit, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (20/4/2020).

2 dari 6 halaman

Dalil tentang berpuasa saat sakit

Hukum tentang berpuasa dalam keadaan sakit dijelaskan dalam ayat Al Quran, tepatnya pada Surat Al Baqarah Ayat 185, yang berbunyi:

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Artinya:

“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”

Dalam ayat tersebut, seseorang boleh membatalkan puasa jika dalam keadaan sakit. Namun, orang tersebut tetap harus membayar puasa yang ditinggalkannya pada hari lain.

Dalam ajaran Islam, tidak ada amalan yang memberatkan umatnya. Semua amalan yang diwajibkan adalah amalan yang sesuai dengan kemampuan umatnya. Ini tertuang dalam QS. Al-Baqarah: 286 dan 185:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Artinya:

“Allah Tidak membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya.”

 

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Artinya:

“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian.”

Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang sakit dapat meninggalkan puasanya dan menggantinya di hari lain. Sakit yang dimaksud adalah sakit yang akan membebani dan menyulitkan seseorang apabila tetap menjalankan puasa. Lantas, bagaimana jenis sakit yang diharamkan, dimakruhkan, dan diwajibkan berpuasa?

 

3 dari 6 halaman

Hukum puasa saat sedang sakit: wajib

Seseorang yang sedang sakit tetap diwajibkan berpuasa apabila sakit yang dialami adalah sakit ringan. Sakit ini seperti pusing, sakit telinga, sakit mata, atau sakit gigi. Jenis sakit ini diartikan sebagai sakit yang tidak akan bertambah sakitnya saat berpuasa.

Jika sakit yang dialami adalah sakit yang tidak membahayakan jiwa dan tidak akan menambah rasa sakit saat berpuasa, maka hukumnya adalah wajib.

Bagi orang yang sakit karena pekerjaan berat, hukum puasa saat sakit bagi mereka adalah tetap wajib. Kecuali bila pekerjaan tersebut ditinggalkan akan menyebabkan kesulitan yang besar baik bagi dirinya maupun orang lain, maka mereka boleh berbuka sekadarnya.

4 dari 6 halaman

Hukum puasa saat sedang sakit: makruh

Dilansir dari NU Online, dalam kitab Kaasyifatus Sajaa menjelaskan "bila diduga adanya mudarat yang membolehkan bertayamum maka dimakruhkan berpuasa bagi orang yang sakit dan diperbolehkan baginya berbuka."

Jika dalam pertimbangan kuat seperti pertimbangan dokter, kebiasaan dan pengalaman, membuat puasa akan membuat seseorang bertambah sakit, menunda kesembuhan, atau memperburuk sakit, maka hukum puasa pada kondisi ini dimakruhkan.

Aktivitas yang berstatus hukum makruh dilarang namun tidak terdapat konsekuensi bila melakukannya. Dengan kata lain, hukum makruh dapat diartikan sebagai perbuatan yang sebaiknya tidak dilakukan. Puasa boleh tidak dilaksanakan dan diganti pada hari lainnya.

5 dari 6 halaman

Hukum puasa saat sedang sakit: haram

Dilansir dari NU Online, kitab al-fiqhul manhajiy menyebutkan jika puasa mengakibatkan kerusakan fungsi organ tubuh, cacat, atau meninggal (al-halak) pada seseorang, maka wajib bagi orang tersebut untuk tidak berpuasa. Dengan kata lain, berpuasa pada kondisi ini justru diharamkan.

Dari sumber yang sama, kitab Kaasyifatus Sajaa juga menjelaskan bahwa bila mudarat yang diduga tersebut terwujud dengan dugaan yang kuat dapat menimbulkan kerusakan dan hilangnya manfaat suatu anggota badan maka haram berpuasa bagi orang tersebut dan wajib berbuka. Bila seseorang tetap berpuasa sehingga meninggal dunia maka ia meninggal dalam keadaan bermaksiat.

Jenis penyakit ini diperlukan pendapat ahli kesehatan seperti dokter untuk menentukan apakah berpuasa dapat membahayakan jiwa orang tersebut. Penyakit ini biasanya seperti penyakit kronis.

6 dari 6 halaman

Ketentuan mengganti puasa

Meski tidak diwajibkan berpuasa, orang yang sakit tetap harus mengganti puasa ramadan yang ditinggalkannya. Mengganti puasa di hari lain setelah bulan Ramadan wajib hukumnya bagi orang yang meninggalkannya di bulan Ramadan.

Setelah sembuh dari penyakitnya, maka orang tersebut wajib menggantinya. Sedangkan orang yang penyakitnya tidak dapat diharapkan kesembuhannya lagi, atau orang yang sudah berumur, cukup membayar fidyah, atau memberi makan kepada seorang fakir miskin selama bulan puasa. Namun, jika orang tersebut meninggal dunia, maka ia tidak diwajibkan mengganti atau membayar fidyah, begitu pula dengan wali atau ahli warisnya.

 

Video Terkini