Liputan6.com, Jakarta - Ario Bayu diketahui menghabiskan masa kanak-kanak hingga remaja di Selandia Baru. Selama itu pula Ario Bayu punya pengalaman menjalani Ramadan di Selandia Baru.
Ario Bayu pun mengenang masa-masa ketika ia menjalani ibadah puasa di Selandia Baru. Ada beberapa perbedaan yang ia rasakan antara menjalani Ramadan di Indonesia dan di Selandia Baru.
Menurut Ario Bayu, yang cukup terasa adalah suasananya.Â
Advertisement
Baca Juga
"Perbedaannya kalau di Indonesia adalah negara di mana mayoritas penduduknya beragama Islam, New Zealand hanya sebagian kecil saya enggak tahu persentase statistiknya tapi kecil sekali yang beragama Islam," kata Ario Bayu.
Â
Rukun
Kendati demikian, Ario Bayu mengatakan bahwa kehidupan antar agama di Selandia Baru cukup rukun. Mereka sangat toleran terhadap orang-orang yang berbeda agama.
"Selandia Baru itu menerima berbagai macam agama dan kultur. Di negaranya itu yang saya bisa salut bahwa New Zealand itu memiliki pemerintahnya dan masyarakat memiliki kesadaran dan toleransi yang tinggi," ungkapnya.
Â
Advertisement
Lebaran
Begitupun ketika hari Raya Idul Fitri tiba. Para warga Selandia Baru turut suka cita memberikan ucapan selamat kepada para muslim.
"Pas bulan Ramadan, warga New Zealand juga sama-sama seneng ngucapin 'selamat ya buat kalian yang beragama Islam merayakan hari kemenangan Islam'. Temen saya pun yang bule walau saya puasa mereka kan enggak puasa, tapi kayak merayakan juga, 'selamat ya' seneng banget setelah Lebaran bisa merayakan hari kemenangan," lanjut Ario Bayu.
Â
Puasa Lebih Lama
Sementara dari segi durasi berpuasa, Ario Bayu mengaku cukup kesulitan dengan waktu berpuasa di Selandia Baru yang lebih lama dari Indonesia.
"Yang paling berat sebenernya puasanya itu sendiri, karena durasi puasanya lebih lama. Kalau di Indonesia Subuh setengah lima, di Selandia Baru bisa jam 4 pagi kalau enggak salah, Maghrib nya itu kadang jam 8.30 malam. Jadi saya lihat orang tua saya puasanya tuh lebih susah dari Indonesia," beber Ario Bayu.
Advertisement