Sukses

Saat Paceklik Melanda, Khalifah Umar Jamin Kebutuhan Rakyatnya

Setiap malam, Khalifah Umar bin Khattab selalu memohon kepada Allah SWT agar musibah dan bala ini segera berakhir.

Liputan6.com, Jakarta - Suatu ketika wilayah Hijaz diliputi kekeringan dan paceklik. Semua orang mengalami masa yang sulit. Permukaan tanah menjadi gersang, hewan ternak banyak yang mati. Manusia pun menderita kelaparan. Binatang buas pun tampak berkeliaran di sekitar pemukiman karena tidak mendapatkan makanan di alam bebas.

Permukaan tanah pun menghitam karena kemarau yang panjang, sehingga warnanya menjadi abu. Maka tahun itu pun terkenal dengan sebutan tahun kelabu.

Dikisahkan dalam buku 10 Shahabat yang dijamin masuk surga, karya Abdus Sattar Asy-Syaikh, pada suatu malam Khalifah Umar bin Khattab berkeliling melihat-lihat situasi kota Madinah. Dia tidak melihat seorang pun dari penduduknya yang tertawa atau bercengkrama seperti yang biasa mereka lakukan. Bahkan tidak ada satu pun yang bertanya atau meminta.

Umar pun mempertanyakan kondisi ini kepada seseorang. Lalu dijawab, "wahai Amirul mukminin, mereka telah sering bertanya dan meminta, tapi mereka tak pernah mendapat jawaban. Mereka pun berhenti bertanya, semua orang mengalami kesulitan dan kesempitan hidup, sehingga tak lagi bisa bercengkrama dan tertawa."

Kondisi tersebut membuat Umar sedih dan kepedihan yang mendalam. Setiap malam, Ia selalu memohon kepada Allah agar musibah dan bala ini segera berakhir.

Abdullah bin Umar, putra Umar bin Khattab, menceritakan situasi tersebut. Dia mengungkapkan, pada masa paceklik, Umar bin Khattab memiliki suatu kebiasaan baru, yaitu setelah selesai mengimami salat isya dia langsung pulang dan melakukan salat malam sampai menjelang subuh. Kemudian Umar keluar menelusuri lorong-lorong jalan. Saya (Ibnu Umar) pernah mendengar pada suatu malam dia mengucapkan, "ya Allah, jangan engkau jadikan kebinasaan umat Muhammad pada masa kepemimpinan ku."

Kemudian Umar mengirim surat ke beberapa gubernur di berbagai wilayah kekhilafahan Islam. Dia meminta mereka mengirimkan bantuan makanan dan pakaian untuk menutupi kebutuhan masyarakat Hijaz. Di antara yang dikirimi surat adalah Amr bin Ash di Mesir, Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam, Sa'ad bin Abi waqqash di Irak.

Surat Umar bin Khattab yang ditujukan pada Amr bin Ash berbunyi, "bismillahirrahmanirrahim, dari hamba Allah, Umar kepada Amr bin Ash. Ba'da salam apakah engkau membiarkan saya dan penduduk Hijaz binasa, sementara penduduk Anda di sana hidup senang. Kirimkanlah bantuan!

Amr pun segera mengirim bantuan makanan dan pakaian. Semua jalur, baik darat dan laut digunakan untuk mengirim logistik. Lewat laut, dia mengirim 20 kapal yang memuat gandum dan lemak. Sementara jalur darat, disiapkan 1.000 unta yang mengangkut gandum dan ribuan helai pakaian.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Jamin Kehidupan Rakyatnya

Sedangkan Muawiyah mengirim 3.000 unta yang membawa gandum, dan 3.000 unta lainnya untuk mengangkut pakaian. Sementara dari Kufah, datang bantuan 2.000 unta yang membawa gandum.

Para pegawai kekhalifahan pun segera membagikan bahan-bahan itu ke seluruh penduduk Madinah. Setiap harinya, pemerintah menyembelih 120 binatang untuk menjamin kebutuhan pangan masyarakat. Pernah pada suatu malam, jamuan makan malam dihadiri 7.000 orang.

Umar pun ikut serta dalam mempersiapkan jamuan tersebut. Dia turut mengangkat bahan makanan untuk kaum wanita dan anak-anak yang tidak hadir dalam jamuan makan itu. Mereka dikirimi gandum, kurma, dan lauk-pauk. Semua makanan tersebut sampai ke tangan mereka di mana pun berada.

Umar bersumpah untuk tidak makan daging atau minyak samin sampai semua rakyatnya dapat hidup baik. Sahabat Anas menceritakan kala musibah tersebut, perut Umar berbunyi. Pada masa paceklik, dia hanya makan pakai minyak biasa. Dia mengharamkan atas dirinya menggunakan minyak Samin. Dia pun menekan perutnya dengan jari-jari seraya berkata, "berbunyilah, engkau tidak akan mendapatkan selain minyak ini sampai semua orang bisa hidup dengan baik."

Masa sulit itu berlangsung selama 9 bulan hingga Umar memutuskan untuk menggelar salat Istisqo.