Sukses

Terasi dan Penolakan Upeti Kerajaan Cirebon ke Padjadjaran oleh Sunan Gunung Jati

Terasi Cirebon sudah ada sebelum kerajaan Cirebon berdiri meski kenyataannya saat ini perajin rumahan terasi di Cirebon perlahan semakin sulit dicari.

Liputan6.com, Cirebon - Terasi salah satu produk kuliner khas Cirebon yang tidak pernah sepi peminat, baik penduduk asli Cirebon maupun pengunjung yang berlibur ke Pantura Jawa Barat ini.

Seperti diketahui, terasi Cirebon merupakan salah satu jenis bumbu masak yang terbuat dari udang kecil atau rebon. Sejak dulu warga Cirebon mengolah udang kecil menjadi terasi.

Bahkan, Filolog Cirebon Opan Safari menuturkan, terasi Cirebon sudah ada sebelum kerajaan Cirebon berdiri. Meski kenyataannya saat ini perajin rumahan terasi di Cirebon perlahan semakin sulit dicari.

"Jadi kemungkinannya terasi ada sejak zaman kerajaan Singapura," sebut Opan, Jumat (29/5/2020).

Peristiwa monumental awal mula masa kejayaan Terasi Cirebon yakni pada tahun 1415. Pangeran Cakrabuana atau Mbah Kuwu Cirebon yang merupakan utusan dari Kerajaan Singapura mendirikan padukuhan pertama bernama Cirebon.

Salah satu profesi dari Pangeran Cakrabuana adalah pencari udang di pesisir Cirebon. Udang hasil tangkapannya tersebut diolah sedemikian rupa menjadi terasi dan lebih bernilai.

"Sejak saat itu terasi olahan Pangeran Cakrabuana sangat dikenal dan mampu membawa nama Cirebon diangkat menjadi Ketumenggungan oleh Kerajaan Padjajaran," sebutnya.

Ia menceritakan, kenikmatan Terasi Cirebon juga membuat Pangeran Cakrabuana diangkat menjadi Tumenggung Kelimangana di bawah kekuasaan Kerajaan Padjajaran.

"Saat itu Cirebon harus membayar upeti kepada Padjajaran berupa garam dan terasi. Upetinya dikirim ke Desa Balerante Kecamatan Palimanan setelah itu dibawa ke Rajagaluh dan diteruskan ke Bogor," tuturnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Menolak Upeti

Hingga saat ini, Terasi Cirebon masih digemari oleh masyarakat pribumi maupun wisatawan. Ciri khas aroma udang rebon tak menghilangkan identitas bumbu masak yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Cirebon.

Dalam perjalanannya, Terasi Cirebon menjadi salah satu alasan dan momen kerajaan Cirebon untuk memerdekakan diri dari kerajaan Padjajaran.

Opan Safari mengatakan, seiring berkembangnya pemberian upeti berupa garam dan terasi dari Cirebon kepada Padjajaran, saat itu Pangeran Cakrabuana melantik Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) menjadi Raja Cirebon secara sepihak.

Setelah melantik Sunan Gunung Jati, Kerajaan Cirebon menghentikan pengiriman upeti berupa garam dan terasi yang biasanya dikirim ke Desa Balerante Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon.

Mendengar sikap Kerajaan Cirebon menghentikan Upeti, Kerajaan Padjajaran mengirim pasukan ekspedisi khusus pertama ke Cirebon.

"Pasukan ekspedisi khusus yang pertama itu dipimpin langsung oleh Tumenggung Jagabayan dengan jumlah 40 orang," sebutnya.

Ia menceritakan, dalam ekspedisi tersebut, Tumenggung Jagabayan menggelar dialog bersama Pangeran Cakrabuana dan Sunan Gunung Jati untuk memberi penjelasan mengenai penghentian upeti mereka kepada Kerajaan Padjajaran.

Sunan Gunung Jati pun menegaskan diri menolak konsep upeti lantaran masyarakat Cirebon belum sejahtera.

"Bagi Sunan Gunung Jati konsep itu tidak adil dan akhirnya di Cirebon konsep upeti diubah menjadi zakat karena sebelum rakyat makmur Cirebon tidak akan memberikan upeti. Dari yang dulu masyarakat miskin harus memberi upeti kepada yang kaya atau pejabat kerajaan kini yang kaya harus membayar zakat kepada masyarakat miskin," ujar dia.

3 dari 3 halaman

Pasukan Padjadjaran

Dari dialog tersebut, pasukan ekspedisi khusus Padjajaran yang dipimpin oleh Tumenggung Jagabayan menyatakan diri tertarik dengan konsep Islam yang diterapkan oleh Sunan Gunung Jati. Pasukan ekspedisi khusus pertama tersebut juga akhirnya masuk Islam.

"Ya walhasil pengiriman ekspedisi khusus yang pertama tidak jadi perang malah masuk Islam," sambungnya.

Kerajaan Padjajaran kembali mengirim pasukan ekspedisi khusus kedua dipimpin langsung oleh Tumenggung Jagasatru.

"Saat ekspedisi pertama gagal, adik Pangeran Cakrabuana yakni Kian Santang langsung melihat apa yang terjadi di Cirebon dan seketika itu menyatakan diri bergabung dengan Cirebon untuk menghalai pasukan ekspedisi Tumenggung Jagasatru," ujarnya.

Kedatangan pasukan ekspedisi pimpinan Tumenggung Jagasatru juga diawali dengan dialog. Mendengar penjeasan konsep Islam yang dipaparkan Sunan Gunung Jati, Tumenggung Jagasatru bersama pasukannya pun kembali menyatakan diri masuk Islam.

"Ekspedisi yang ketiga dikirim lagi dipimpin langsung Tumenggung Lembu Sastra. Ekspedisi ketiga ini akan melakukan serangan fajar. Nah saat serangan Fajar yang dilakukan di Gunung Sembung pasukan khusus Tumenggung Lembu kaget melihat saat fajar mereka sudah beraktifitas (sholat subuh) sehingga penyerangan berhasil digagalkan dan Tumenggung Lembu Sastra bersama pasukannya juga masuk Islam," katanya.