Sukses

MUI Samarinda Tegaskan Tidak Pernah Ada Penutupan Rumah Ibadah

Dalam surat edaran soal relaksasi kehidupa normal baru, MUI Samarinda memprotes kalimat yang menyebutkan pembukaan kembali rumah ibadah.

Liputan6.com, Samarinda - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Samarinda memprotes diksi yang dipilih Pemerinta Kota Samarinda dalam surat edaran terkait fase normal baru yang bakal diterapkan. Ada salah satu poin yang dianggap MUI kurang elok yakni kalimat yang menyebutkan pembukaan kembali rumah ibadah.

Dalam surat edaran nomor 360/003/300.07 menjelaskan soal fase relaksasi Covid-19 tahap pertama di Kota Samarinda yang mulai diterapkan per 1 Juni 2020. Satu dari empat poin menyebut tempat peribadatan dibuka kembali dengan tetap melakukan standar dan protokol kesehatan, menjaga jarak minimal 1 meter antar sesama dan wajib memakai masker di setiap kegiatan peribadatan.

Ketua MUI Samarinda KH Zaini Naim mengaku kurang setuju dengan kalimat di poin tersebut. Bahkan, pimpinan para ulama itu justru mempertanyakan poin tersebut.

"Kesannya sebelumnya ditutup. Ada kesan begitu padahal tidak, tetap adzan, tetap salat. Artinya untuk melakukan salat bisa di rumah saja, tidak ada rumah ibadah ditutup," kata Zaini Naim, Sabtu (30/5/2020).

Selama pandemi dan Bulan Ramadan, tempat ibadah di Kota Samarinda tetap melantunkan panggilan salat. Masjid juga tetap memutar bacaan Alquran sebelum adzan.

Ia melanjutkan jika tempat peribadatan itu dibuka kembali, maka masjid dan tempat ibadah umar Islam lainnya akan membludak. Warga tak lagi beribadah di rumah masing-masing.

"Siapa bisa menjamin jaraknya, jaga satu meter itu kalau sudah banyak tentu sulit. Padahal Covid-19 ini kan belum selesai, masih ada di Samarinda," tambahnya.

Ia meminta agar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Dinas Kesehatan dan Pemerintah Kota Samarinda untuk mempertimbangkan kembali dan tidak terburu-buru menetapkan.

"Dipikir betul-betul, rapat dulu, baru kalau ada kesepakatan bisa dikeluarkan surat edaran," kata Zaini.

Zaini menegaskan, tidak ada larangan untuk melakukan ibadah di tempat peribadatan tetapi harus dipertimbangkan kembali situasinya. Mengingat banyak masyarakat dari luar Samarinda yang datang ke Kota Tepian.

Dia juga meminta agar petugas yang menetapkan keputusan harus siap. Berulangkali ia mengatakan agar Pemkot Samarinda tidak gegabah mengambil keputusan, dan perlu adanya penjagaan di pintu-pintu masuk Samarinda.

"Jika banyak korban, kita juga yang repot," ujarnya.

Zaini juga mempertanyakan sikap Pemkot Samarinda yang tak melibatkan MUI dalam penetapan surat edaran itu.

"Jangan gegabah, mestinya komprehensif," pungkasnya.

Simak juga video pilihan berikut