Sukses

Hukum Penderita COVID-19 Saat Berpuasa, Simak Jawaban dari MUI

Inilah jawaban MUI mengenai hukum pasien yang terinfeksi COVID-19 tetap menjalani puasa di bulan Ramadan

Liputan6.com, Jakarta Tahun ini kita masih berperang dengan virus COVID-19, masih sama seperti tahun sebelumnya di mana bulan Ramadan 2021 ini harus dijalankan di tengah kondisi pandemi COVID-19.

Secara tidak langsung kondisi seperti ini akan membatasi kegiatan ibadah puasa di bulan Ramadan, seperti melakukan sholat tarawih di rumah guna memutus rantai penularan COVID-19. Untuk meningkatkan imunitas, kita dapat melakukan cara seperti mengomsumsi makanan bergizi seimbang, berolahraga, minum air mineral, vitamin, hingga istirahat yang cukup.

Namun, hal ini menjadi pertanyaan besar bagi mereka yang merupakan pasien penderita COVID-19 yang ingin melakukan ibadah puasa di bulan Ramadan nanti. Pasalnya berpuasa dikhawatirkan dapat menghambat pemulihan status orang-orang yang terinfeksi COVID-19. Sebab, mereka juga membutuhkan asupan makanan bergizi yang baik demi melawan COVID-19 atau gejalanya tersebut.

Kondisi tersebut mendapatkan perhatian khusus dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) daerah Surabaya. Inilah jawaban MUI yang telah dirangkum oleh Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (7/4/2021).

Pasien yang dinyatakan sebagai ODP, PDP dan OTG, serta pasien yang sudah positif terinfeksi virus corona, diperbolehkan untuk tidak menjalankan puasa di bulan Ramadan. Hal ini diperkuat denga pernyataan dari MUI kota Surabaya.

"Itu juga berlaku pada semuanya, baik OTG (orang tanpa gejala), ODP (orang dalam pemantauan), maupun PDP (pasien dalam pengawasan) dan yang sudah positif COVID-19," kata Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Surabaya, Muhammad Munif, mengutip Antara, Rabu (7/4/2021).

Muhammad Munif merujuk pada kaidah ilmu fiqih umum. Seperti yang dikatakannya, mereka yang dianjurkan tidak berpuasa oleh dokter, boleh meninggalkan kewajiban tersebut di bulan Ramadan.

"Orang sakit itu konsultasinya pasti ke dokter. Apalagi terkena wabah COVID-19 ini, pasti sudah ditangani oleh tim medis. Kalau menurut tim medis atau dokter tidak boleh puasa, maka sudah tidak boleh puasa. Itu berlaku pada semuanya, baik OTG, ODP, maupun PDP dan yang sudah positif COVID-19,” sambungnya.

"Tapi tetap wajib untuk meng-qadha atau mengganti ketika dia sudah sembuh. Tolong diperhatikan supaya Kota Surabaya aman," tuturnya.

Menurut Muhammad Munif sebagai Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia Kota Surabaya semua memang tergantung rekomendasi dari dokter. Kalau dokter sudah menyarankan untuk tidak boleh berpuasa, maka jangan berpuasa dan wajib meng-qadha puasa nanti setelah bulan Ramadan.

Kondisi kesehatan pasien COVID-19 yang tidak dapat diprediksi bisa berakibat buruk bagi mereka yang ingin tetap berpuasa di bulan Ramadan, bahkan dapat berpotensi mengganggu pengobatan. Berikut secara lebih rinci rukhsah diberikan kepada empat kategori, yakni.

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

2 dari 5 halaman

1. Sakit Ringan (bukan ODP, PDP, atau pasien positif virus corona yang masih bisa berwudhu atau bertayamum)

Sejumlah ulama salaf seperti Bukhari, 'Atha, Ibnu Sirrin dan Mazhab Zhahiriah mengklaim orang sakit ringan diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Hal itu sudah disebutkan oleh Sayid Sabiq dalam Kitab Fiqih Sunnah Jilid 2.

3 dari 5 halaman

2. Sakit sedang (ODP yang mengalami demam lebih dari 38 derajat celcius)

Orang dalam kategori sakit sedang seperti ini biasanya diperbolehkan bertayamum sebagai pengganti berwudhu. Namun, dianjurkan untuk tidak berpuasa bila kondisi kian memburuk

4 dari 5 halaman

3. Sakit Berat dan Rentan (PDP yang mengalami demam lebih dari 38 derajat celcius dan memiliki riwayat demam, ISPA atau pneumonia ringan hingga berat)

Serupa dengan penderita sakit sedang, orang dalam kondisi sakit berat dan rentan dianjurkan untuk tidak berpuasa bila dikhawatirkan akan membahayakan kondisi kesehatan.

5 dari 5 halaman

4. Sakit Tetap atau Kondisi Pasien yang Tidak Dapat Diprediksi

Kondisi pasien COVID-19 berstatus PDP dengan gejala cukup berat seperti demam tinggi atau sesak nafas tentu disarankan untuk tidak melakukan puasa di bulan Ramadan. Jika memaksakan diri, pasien tersebut akan mengalami dehidrasi sebab harus berpuasa.

Menunda makan dan minum selama 12 jam lebih memang berpotensi membuat kondisi tubuh pasien memburuk. Lebih dari itu, dalam penyembuhan terkadang pasien COVID-19 harus diinfus guna mendapatkan nutrisi dan pengobatan yang maksimal. Sedangkan infus ketika masuk ke dalam tubuh dapat membatalkan puasa, maka orang yang memiliki gejala berat seperti PDP maka diharuskan untuk tidak berpuasa.

Kondisi seperti ini tidak dapat diprediksi, maka untuk Anda yang terinfeksi virus corona diharapkan selalu berkonsultasi kepada dokter tentang kondisi terkini Anda agar mendapatkan pengarahan yang terbaik untuk penyembuhan Anda. Sedangkan, Anda yang masih sehat dan belum terinfeksi virus corona harus tetap memperhatikan protokol kesehatan yang telah diberlakukan dengan menjaga jarak, memakai masker, dan sering mencuci tangan, serta melakukan kewajiban sebagai orang muslim ketika bulan Ramadan telah tiba nanti.