Liputan6.com, Jakarta Bulan Ramadan diwajibkan bagi seluruh umat muslim yang memenuhi syarat untuk menjalankan ibadah puasa. Puasa adalah ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari.
Baca Juga
Advertisement
Ganjaran berpuasa di bulan Ramadan tidak lagi dihitung dengan nominal kebaikan yang setimpal dengannya, melainkan langsung dijamin bertemu dengan Allah SWT. Bagi umat muslim, hal tersebut merupakan nikmat terbesar yang tidak ada tandingannya.
Karena kelebihan itulah, puasa Ramadan selalu terasa istimewa bagi umat muslim. Akan tetapi, adalah hal yang salah bila umat muslim menuntut orang yang tidak berpuasa untuk menghormati orang yang sedang berpuasa Ramadan.
Seperti halnya di beberapa tempat ini yang masih banyak ditemukan warung makan yang tetap berjualan. Membuka warung makan di siang hari saat bulan puasa masih menjadi perdebatan di kalangan masyarakat. Lantas bagaimana hukumnya dalam Islam?
Berikut telah dirangkum oleh Liputan6.com mengenai detail penjelasannya dari berbagai sumber, Kamis (22/4/2021).
Hukum Buka Warung Makan di Siang Hari
Menurut Moch. Eksan, Wakil Sekretaris PCNU Jember yang dilansir dari NU.or.id, menutup warung di siang hari selama bulan Ramadan, bukan perintah syariat Islam. Yang diatur dalam Islam adalah larangan makan bagi orang yang menjalankan ibadah puasa tanpa ada sebab yang membolehkannya berbuka seperti perempuan haid atau musafir.
"Saya kira regulasi soal itu adalah kearifan lokal. Boleh-boleh saja. Asalkan peraturan tersebut tidak bertentangan dengan empat pilar kebangsaan, yakni NKRI, Pancasila, UUD 45 dan Bhineka Tunggal Ika. Jika bertentangan dengan empat pilar itu, regulai tersebut perlu dievaluaisi atau dicabut," tukasnya
Menghormati orang yang berpuasa, tidak harus dengan menutup warung. Sebab, warung juga berguna bagi orang yang udzur, musafir dan sebagainya. Ia mengimbau agar pemilik warung juga harus sadar dan menjaga perasaan orang yang berpuasa. Tidak harus menutup warung karena mencari nafkah harus tetap jalan. Namun orang yang berpuasa juga harus dihormati, minimal dengan tidak terlalu vulgar membuka warungnya.
Perlu dibedakan antara menghormati Ramadan dan menghormati orang yang sedang berpuasa Ramadan. Terkait seseorang yang berjualan makanan dan minuman di siang hari pada bulan Ramadan, hal tersebut masih menjadi perbedaan pendapat para ulama.
Advertisement
Faktor yang Patut Dipertimbangkan
Ada tiga faktor yang patut untuk dipertimbangkan dalam membolehkan seseorang berdagang makanan dan minuman di siang hari pada bulan Ramadan. Berikut penjelasannya :
1. faktor yang pertama, ulama berbeda pendapat mengenai hukum menjual makanan untuk non-muslim. Alasannya, tentu karena kejanggalan bila non-muslim pun dituntut untuk menghormati muslim yang berpuasa dengan tidak makan dan minum. Padahal perintah kewajiban berpuasa hanya diberlakukan untuk muslim yang beriman sebagaimana firman Allah SWT:
“Hai orang beriman, diwajibkan bagi kalian berpuasa (Ramadan) sebagaimana umat sebelum kalian melaksanakannya. Hal ini dilakukan demi meningkatkan ketakwaan kalian”. (QS al-Baqarah: 183).
2. Faktor yang kedua, menurut Syekh Salim bin Abdullah, penulis kitab Kasyifah as-Saja, menerangkan bahwa ada enam orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Mereka adalah musafir, orang sakit, orang tua renta, orang yang kelaparan dan kehausan yang dapat membahayakan nyawanya, ibu hamil, dan ibu menyusui. Bisa jadi jika makanan dan minuman yang mereka jual dikhususkan untuk golongan tersebut.
3. Faktor yang ketiga bisa jadi dengan berjualan makanan dan minuman di siang hari pada bulan Ramadan adalah usaha satu-satunya yang si penjual bisa lakukan untuk menghidupi keluarganya, atau mungkin ia hanyalah seorang pekerja yang mengais rezeki dari rumah makan milik majikannya.
Oleh karena itu, kaidah fikih terkait hukum berjualan makanan dan minuman di siang hari pada bulan Ramadan patut dipertimbangkan, yakni "a yunkaru al-mukhtalaf fih wa innama yunkar al-mujma’ ‘alaih," yang berarti sesuatu hukum yang masih diperselisihkan ulama tidak perlu ditindak. Melihat kaidah tersebut, yang perlu ditindak seharusnya hukum yang sudah jelas disepakati ulama.
Golongan Orang yang Diizinkan tidak Berpuasa saat Ramadan
Ada beberapa orang istimewa yang diizinkan untuk tidak berpuasa saat Ramadan. Berikut orang-orang yang boleh tidak berpuasa saat Ramadan :
1. Orang yang sakit
Orang yang sakit sehingga tidak mampu berpuasa atau jika berpuasa justru memberatkan penyakitnya, boleh tidak berpuasa di bulan Ramadan. Orang yang sakit wajib mengganti puasa yang ditinggalkan di hari lain saat sudah sembuh. Orang yang sakit parah, bisa mengganti puasa yang ditinggalkan dengan membayar fidiah. Membayar fidiah juga bisa dilakukan oleh pihak keluarga.
2. Lanjut Usia
Orang lanjut usia yang juga sudah tidak mampu berpuasa juga diberi keringanan oleh Allah. Kelompok ini boleh membayar fidiah yang juga bisa dilakukan oleh pihak keluarga.
3. Musafir atau orang dalam perjalanan
Orang yang dalam perjalanan atau sedang menempuh jarak yang jauh diberi keringanan boleh tidak berpuasa. Orang yang dalam perjalanan wajib mengganti puasanya di hari lain.
4. Ibu hamil dan menyusui
Ibu hamil dan menyusui juga boleh tidak berpuasa mengingat nutrisi penting untuk diri dan juga bayi mereka. Ibu hamil dan menyusui boleh mengganti puasa mereka di hari lain.
5. Wanita mengalami menstruasi
Perempuan otomatis batal ketika keluar haid sebelum tiba waktunya berbuka. Para wanita juga diharamkan berpuasa Ramadan jika masih mengalami haid. Wanita yang haid wajib mengganti puasa yang ditinggalkan di hari lain saat setelah bulan Ramadan.
Advertisement