Liputan6.com, Kutai Kartanegara - Kautsar Eka Wardana menyambut dua tamu cilik yang mengunjungi kediamannya di Jalan MT Haryono, Desa Loa Kulu Kota, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Tidak melalui pintu utama, dia menyambut tamu barunya itu dari sisi samping rumahnya.
Hari itu, Rabu (28/4/2021), matahari sudah berubah warna dan condong ke barat menandakan hari mulai sore. Waktu yang tepat untuk ngabuburit sambil menunggu waktu berbuka puasa Ramadan.
Eka, sapaan akrab pria berusia 35 tahun itu, sudah sejak tahun 2014 membuat penangkaran kura-kura. Hobinya sejak kuliah di Yogyakarta diteruskan saat kembali ke kampung halaman.
Advertisement
Sebagian pekarangan rumahnya di sisi samping dan belakang dibangun beberapa bak untuk penangkaran kura-kura. Ada ratusan kura-kura hidup di setiap bak dengan beragam ukuran dan jenis.
Kedua gadis cilik yang didampingi orang tuanya itu disambut hangat olehnya. Dia lalu mengarahkan ke bak bagian samping dengan ukuran kura-kura yang sudah cukup besar.
Tsabita dan Lala, kedua tamu ciliknya itu tampak antusias karena baru pertama kali melihat kura-kura. Eka pun tak segan mengangkat kura-kura dari bak untuk ditunjukkan kepada dua pengunjungnya yang masih duduk di kelas 1 Sekolah Dasar itu.
“Jangan takut. Kura-kura tidak menggigit, kok,” kata Eka kepada dua tamu ciliknya yang tampak ketakutan saat seekor kura-kura berujuran setengah meter diangkat dari bak.
Dengan sabar, Eka menjelaskan beberapa jenis kura-kura yang ada di penangkaran miliknya itu. Ada kura-kura dari Amerika dan Brazil, serta kura-kura endemik Kalimantan.
“Totalnya ada 20 jenis kura-kura di sini,” kata dosen di IAIN Samarinda itu.
Bagi Eka, membangun penangkaran kura-kura adalah salah satu bentuk kecintaan terhadap hewan tersebut. Dia semakin miris tatkala melihat dan mendengar perburuan kura-kura yang masih masif.
“Kura-kura endemik Kalimantan itu termasuk sulit berkembangbiak karena sekali bertelur hanya dua telur yang dihasilkan. Tak sebanding dengan kura-kura dari luar yang mencapai 18 telur dalam sekali masa bertelur,” paparnya.
Dalam setahun, rata-rata hewan yang memiliki cangkang di punggungnya ini bertelur tiga hingga empat kali setahun. Sehingga, jika tidak dibudidayakan, kura-kura endemik Kalimantan bisa saja terancam punah.
“Jadi adik-adik sekalian, kalau bertemu kura-kura di jalan atau di mana saja, jangan dipukul apalagi dibunuh. Biarkan saja melintas atau dikembalikan ke alam,” katanya kepada dua bocah cilik itu.
Tsabita dan Lala kemudian diarahkan ke bagian belakang rumah untuk menyaksikan kura-kura yang masih kecil. Anakan kura-kura tampak berenang hilir mudik di dalam bak yang berisi air.
Eka lalu mengambil seekor kura-kura untuk ditunjukkan kepada pengunjungnya. Meski awalnya takut, kedua gadis cilik itu akhirnya berani memegang anak kura-kura.
“Lucu sekali. Kakinya bikin geli,” kata Tsabita disambut tawa Eka.
Di Bulan Ramadan ini Eka memang memulai membuka penangkaran kura-kura miliknya untuk public. Tentu saja dengan syarat khusus yaitu anak-anak usia dini.
“Harus tetap menerapkan protokol kesehatan dan jumlah pengunjungnya tidak boleh banyak,” katanya.
Simak juga video pilihan berikut
Konservasi Kura-kura
Eka tak menetapkan tarif khusus kunjungan ke penangkaran kura-kuranya. Pengunjung bisa membayar seikhlasnya untuk nantinya dibelikan kebutuhan kura-kura.
“Saya juga menjual kura-kura dengan harga yang terjangkau. Kura-kura yang dijual hanya kura-kura dari luar. Kalau kura-kura asli Kalimantan tidak dijual, khusus untuk konservasi dan dilepasliarkan ke alam,” katanya.
Seekor anakan kura-kura dijual dengan harga Rp35 ribu hingga Rp40 ribu. Sementara yang berukuran besar harganya lebih mahal, tergantung besar dan jenisnya.
“Kenapa hanya kura-kura dari luar negeri yang saya jual, karena kura-kura endemik Kalimantan itu susah berkembang biak dan telur yang dihasilkan sangat terbatas,” katanya.
Di beberapa kesempatan saat mendengar ada pemburu kura-kura, Eka langsung menghubungi rekan-rekannya sesame penggemar kura-kura. Jika uang yang dikumpulkan tercukupi, mereka akan membeli dan kembali melepasliarkan ke alam.
“Tentu saja ke lokasi yang berbeda dari pemburu mendapatkan kura-kuranya tadi,” sambungnya.
Penangkaran kura-kura milik Eka ini juga memberikan kesempatan kepada siapa saja yang ingin melepasliarkan kura-kura ke alam. Tentu saja dengan membeli kura-kura ukuran besar sesuai harganya.
“Lokasinya di hutan yang di sekitar Loa Kulu ini,” sebutnya.
Advertisement