Sukses

Puasa di AS, Surya Sahetapy Andalkan Teknologi untuk Bangun Sahur

Tak terasa sudah tiga tahun Surya Sahetapy berada di Amerika Serikat untuk menuntut ilmu. Ramadan tahun ini menjadi Ramadan ketiganya di Negeri Paman Sam.

Liputan6.com, Jakarta - Tak terasa sudah tiga tahun Surya Sahetapy berada di Amerika Serikat untuk menuntut ilmu. Ramadan tahun ini menjadi Ramadan ketiganya di Negeri Paman Sam.

Menjalankan Ramadan di negeri orang, terlebih bukan negara Muslim, jadi tantangan tersendiri. Tantangan tersebut misalnya terkait waktu sahur ataupun berbuka puasa. Meski demikian, Surya Sahetapy punya trik tersendiri guna mengatasi tantangan tersebut.

Surya Sahetapymenggunakan teknologi untuk mendapatkan info waktu sahur dan berbuka. Hal itu diungkapkannya dalam Ramadan and the Daily Life of Students with Disabilities in the US yang disiarkan di kanal Youtube atamericaa pada Kamis pekan lalu.

"Kalau di Indonesia kita bisa lihat TV waktu berbuka puasa," kata Surya melalui penerjemah bahasa isyarat di acara itu.

"Kalau di Amerika tidak ada informasi di televisi. Jadi saya harus mengandalkan ponsel pintar saya," kata pria yang tengah menempuh pendidikan di Rochester tersebut.

Untuk membantunya mengetahui waktu-waktu tertentu seperti sahur dan buka puasa, Surya Sahetapy pun mengandalkan penggunaan aplikasi Muslim Pro di ponselnya.

"Kalau di Indonesia kita bisa lihat TV waktu berbuka puasa," kata Surya melalui penerjemah bahasa isyarat di acara itu.

"Kalau di Amerika tidak ada informasi di televisi. Jadi saya harus mengandalkan ponsel pintar saya," kata pria yang tengah menempuh pendidikan di Rochester tersebut.

 

 
2 dari 2 halaman

Andalkan Aplikasi

Untuk membantunya mengetahui waktu-waktu tertentu seperti sahur dan buka puasa, Surya pun mengandalkan penggunaan aplikasi Muslim Pro di ponselnya.

Sementara apabila harus bangun sahur, Surya mengatakan bahwa jika di Indonesia ada yang membangunkannya, maka ia pun harus bangun sendiri.

Mengingat dirinya tuli dan hidup sendiri, Surya pun mengandalkan alarm yang dapat disambungkan dengan alat getar yang ia selipkan di bawah bantalnya.

"Jadi ketika sudah saatnya bangun ada lampu yang berkedip-kedip dan ada getaran di alat yang satunya," ujarnya. Ia mengatakan bahwa getaran dari alarm tersebut keras sehingga memungkinkan dirinya untuk bangun.

Teknologi tersebut memungkinkan Surya untuk bisa bangun sendiri, tanpa harus dibangunkan orang lain.

"Kadang yang jadi masalah kalau saya lupa memencet tombol 'on' dan kalau alat ini terjatuh dari bawah bantal. Itu akan membuat saya terlambat bangun dan menyebabkan saya terlambat sahur," katanya.

"Jadi saya juga benar-benar harus disiplin dalam penggunaan teknologi," imbuhnya.

 

Â