Sukses

Niat Puasa Ramadhan Harus Dilakukan pada? Begini Versi Arab, Latin, dan Artinya

Bacaan niat puasa Ramadhan ada dua versi, yakni harian dan sebulan penuh.

Liputan6.com, Jakarta Membaca niat sebelum melakukan atau menunaikan suatu ibadah, oleh para ulama dikatakan lebih penting daripada amalan yang akan dilakukan, seperti pada saat akan melakukan puasa Ramadhan.

Niat puasa Ramadhan harus dilakukan pada kapan?

Memahami niat puasa Ramadhan harus dilakukan pada kapan adalah ada dua versi, yakni dibaca harian pada waktu-waktu tertentu (selesai sholat tarawih dan sebelum memasuki imsakiyah) dan langsung selama satu bulan penuh (sunah pada Ramadhan hari pertama).

Bacaan niat puasa Ramadhan bisa dibaca dengan bahasa Arab atau Indonesia. Bacaan niat puasa Ramadhan bisa dilantunkan dengan keras atau dalam hati saja. Bagaimana bacaan niat puasa Ramadhan harian dan sebulan penuh tersebut?

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang bacaan niat puasa Ramadhan harus dilakukan pada kapan serta versi bahasa Arab, latin, dan artinya, Kamis (7/4/2022).

2 dari 5 halaman

Niat Puasa Ramadhan Harus Dilakukan pada?

Memahami niat puasa Ramadhan harus dilakukan pada saat kapan saja ini penting karena niat adalah lebih penting daripada amalnya sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Al-Baihaqi.

Rasulullah SAW bersabda:

نِيةُ المُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ
Artinya: “Niat seorang mukmin lebih utama dari pada amalnya.”

Sesungguhnya Allah SWT tetap mencatat pahala seorang hamba yang sudah memiliki niat melakukan suatu amal ibadah atau kebaikan. Inilah pentingnya memahami niat puasa Ramadhan harus dilakukan pada saat kapan saja.

Diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda:

مَا مِنِ امْرِئٍ تَكُونُ لَهُ صَلاَةٌ بِلَيْلٍ فَغَلَبَهُ عَلَيْهَا نَوْمٌ إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَجْرَ صَلاَتِهِ وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً عَلَيْهِ
Artinya: “Tidaklah seseorang bertekad untuk bangun melaksanakan shalat malam, namun ketiduran mengalahkannya, maka Allah tetap mencatat pahala shalat malam untuknya dan tidurnya tadi dianggap sebagai sedekah untuknya.” (HR. An-Nasai)

Memahami niat puasa Ramadhan harus dilakukan pada kapan adalah ada dua versi, yakni dibaca harian pada waktu-waktu tertentu dan langsung selama satu bulan penuh.

Versi harian untuk bacaan niat puasa Ramadhan harus dilakukan pada malam hari setelah selesai sholat tarawih. Lalu versi harian untuk bacaan niat puasa Ramadhan harus dilakukan pada saat selesai sahur tepatnya sebelum memasuki waktu imsakiyah.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan." (Muttafaqun 'alaihi).

Dalam hadis lain yang diterima dari Siti Hafshah, Rasulullah SAW bersabda:

"Barang siapa yang tidak berniat akan berpuasa pada malam hari sebelum terbit fajar, maka tidaklah ia berpuasa."

Sementara versi selama satu bulan penuh untuk bacaan niat puasa Ramadhan harus dilakukan pada malam pertama di bulan Ramadhan atau Ramadhan hari pertama. Catatan penting, membacanya pada malam pertama adalah sunah.

3 dari 5 halaman

Bacaan Niat Puasa Ramadhan Versi Arab, Latin, dan Artinya

Bacaan niat puasa Ramadhan bisa dibaca dengan bahasa Arab atau Indonesia. Bacaan niat puasa Ramadhan bisa dilantunkan dengan keras atau dalam hati saja.

Bagaimana bacaan niat puasa Ramadhan harian versi Arab, latin, dan artinya tersebut?

Bacaan Niat Puasa Ramadhan Harian Bahasa Arab:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

Bacaan Niat Puasa Ramadhan Harian Latin:

“Nawaitu shauma ghadin an adai fardhi syahri ramadhana haadzhihis sanati lillahi taala.”

Arti Bacaan Niat Puasa Ramadhan Harian:

“Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Taala.”

Lalu bagaimana bacaan niat puasa Ramadhan sebulan penuh versi Arab, latin, dan artinya tersebut? Dalam kitab berjudul Sabîl al-Hudâ oleh KH A Idris Marzuki, begini bacaan niat puasa Ramadhan sebulan penuh:

Bacaan Niat Puasa Ramadhan Sebulan Penuh Bahasa Arab:

نَوَيْتُ صَوْمَ جَمِيْعِ شَهْرِ رَمَضَانِ هٰذِهِ السَّنَةِ تَقْلِيْدًا لِلْإِمَامِ مَالِكٍ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى

Bacaan Niat Puasa Ramadhan Sebulan Penuh Latin:

“Nawaitu shauma jamî’i syahri ramadlâni hadzihissanati taqlîdan lil imâm mâlikin fardlan lillâhi ta’âlâ.”

Arti Bacaan Niat Puasa Ramadhan Sebulan Penuh:

“Saya berniat puasa selama satu bulan Ramadhan tahun ini dengan mengikuti Imam Malik, fardhu karena Allah taala.”
4 dari 5 halaman

Hukum Puasa Ramadhan bagi Umat Islam

Umat Islam perlu memahami hukum puasa Ramadhan bagi umat Islam yang sesungguhnya. Puasa Ramadhan adalah dilakukan selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan. Dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183 dijelaskan perintah atau hukum menjalankan ibadah puasa Ramadhan adalah wajib.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. al-Baqarah ayat 183)

Hukum puasa Ramadhan bagi umat Islam adalah wajib sesuai surat al-Baqarah ayat 183 sebagaimana tafsir dari Kementerian Agama RI. Dijelaskan hukum puasa Ramadhan bagi umat Islam adalah wajib dilakukan untuk mendidik jiwa, mengendalikan syahwat, dan menyadarkan bahwa manusia memiliki kelebihan dibandingkan hewan.

"Orang yang beriman akan patuh melaksanakan perintah berpuasa dengan sepenuh hari, karena ia merasa kebutuhan jasmaniah dan rohaniah adalah dua unsur pokok bagi kehidupan manusia yang harus dikembangkan dengan bermacam-macam latihan, agar dapat dimanfaatkan untuk ketenteraman hidup yang bahagia di dunia dan akhirat," sesuai tafsir Kementerian Agama RI.

Hal ini dijelaskan pula dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Bahwa hukum puasa Ramadhan bagi umat Islam adalah wajib atau diwajibkan.

"Islam itu dibangun di atas lima dasar, yaitu persaksian (syahadat) bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, menunaikan zakat, haji (ke Baitullah) dan puasa pada Ramadhan." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam buku berjudul Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2017) oleh Muhammad Ahsan dan Sumiyati, dijelaskan puasa atau shaum memiliki makna menahan diri dari suatu hal. Sementara secara istilah, puasa bermakna menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

Hal yang sama tentang hukum puasa Ramadhan bagi umat Islam adalah wajib ditegaskan pula dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Pada bulan Ramadhan puasa diwajibkan, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu oleh Allah SWT.

"Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diwajibkan kepada kalian ibadah puasa, dibukakan pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka serta setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak bisa mendapatkan kebaikannya berarti ia telah benar-benar terhalang atau terjauhkan (dari kebaikan)." (HR. Ahmad)
5 dari 5 halaman

Golongan Orang yang Tidak Wajib Puasa Ramadhan

Apabila sudah memahami bahwa hukum puasa Ramadhan bagi umat Islam adalah wajib, ketahui pula golongan orang yang tidak wajib atau boleh meninggalkan ibadah puasa Ramadhan. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 184.

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. al-Baqarah ayat 184)

Ini penjelasan lengkap yang Liputan6.com lansir dari berbagai sumber tentang golongan orang yang tidak wajib atau boleh meninggalkan puasa Ramadhan:

1. Orang yang Sakit

Golongan orang yang boleh meninggalkan puasa adalah orang yang sedang sakit. Orang sakit yang diizinkan tidak berpuasa adalah orang sakit yang apabila menjalankan puasa, dapat memperparah kondisi penyakitnya tersebut. Walaupun tidak berpuasa, orang tersebut tetap harus membayar puasanya.

2. Musafir

Orang yang sedang dalam perjalanan jauh atau musafir juga termasuk golongan orang yang boleh meninggalkan puasa Ramadhan. Apabila seseorang yang melakukan perjalanan jauh saat berpuasa diizinkan untuk tidak berpuasa apabila kondisinya berat dan menyulitkan. Namun, orang tersebut tetap wajib mengganti puasanya di kemudian hari.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar melihat orang yang berdesak-desakan. Lalu ada seseorang yang diberi naungan. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, "Siapa ini?" Orang-orang pun mengatakan, "Ini adalah orang yang sedang berpuasa." Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Bukanlah suatu yang baik seseorang berpuasa ketika dia bersafar." (HR. Muslim)

3. Orang Lanjut Usia (Lansia)

Orang tua atau lansia yang tidak mampu menjalankan puasa diberi kelonggaran untuk tidak berpuasa. Sebagai gantinya, orang tersebut diwajibkan untuk membayar fidyah, yaitu dengan memberi makan fakir miskin setiap kali orang tersebut tidak berpuasa.

Adapun ukuran satu fidyah adalah setengah sho', kurma atau gandum atau beras, yaitu sebesar 1,5 kg beras. Orang tua sebagai golongan orang yang boleh meninggalkan puasa tentu sudah banyak diketahui.

4. Wanita Hamil dan Menyusui

Nabi bersabda dalam hadis riwayat Ahmad, "Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menghilangkan pada musafir separuh salat. Allah pun menghilangkan puasa pada musafir, wanita hamil dan wanita menyusui."

Seperti yang terdapat dalam hadis tersebut, golongan orang yang boleh meninggalkan puasa selanjutnya adalah wanita hamil dan wanita menyusui. Apabila ibu yang sedang mengandung dan menyusui tidak mampu berpuasa, Allah SWT meringankan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di kemudian hari.

5. Wanita yang Sedang Haid

Berbeda dengan golongan orang yang boleh meninggalkan puasa, wanita dalam keadaan haid dan nifas bahkan dilarang untuk berpuasa dan melakukan ibadah lainnya.

Nabi bersabda: "Bukankah ketika haid, wanita itu tidak salat dan juga tidak puasa. Inilah kekurangan agamanya." (HR. Bukhari)

Wanita yang haid dan nifas dilarang berpuasa selama masa haid dan nifas tersebut. Namun, mereka tetap harus mengganti puasa di kemudian hari.