Liputan6.com, Makassar - Mahalnya harga minyak goreng di pasaran membuat banyak pembuat jalangkote, menu khas Ramadhan di Makassar, beralih menjual jajanan lain. Alhasil, penjual jalangkote jarang ditemukan di Makassar selama Ramadhan tahun ini.
Padahal kudapan khas Sulawesi Selatan ini juga sudah menjadi salah satu ikon dari 10 daftar menu kuliner resmi Kota Makassar.
Baca Juga
Sekilas jajanan ini mirip dengan pastel, yang membedakan hanya pada tekstur kulitnya. Kulit jalangkote lebih tipis dan lebih renyah dibandingkan pastel.
Advertisement
Jalangkote memiliki isian potongan telur, ubi jalar yang dipotong kecil menyerupai dadu serta beberapa sayuran, seperti taoge. Seiring berkembangnya zaman, isian jalangkote mulai divariasiakan, sesuai dengan cita rasa masing-masing.
Unsur penting dari jalangkote ada pada sausnya, yang umumnya menggunakan campuran saos cabai, sedikit cuka, gula pasir dan bahkan ada yang menggunakan cabai rawit. Berbeda dengan pastel yang hanya menggunakan cabai rawit.
Bagi sebagian warga Makassar, jalangkote merupakan salah satu menu wajib saat akan berbuka puasa di Bulan Ramadhan. Di setiap bazar Ramadhan yang digelar di beberapa tempat, jalangkote dipastikan ada dalam meja jajaan.
Ujian bagi pedagang gorengan mulai dirasa tatkala salah satu komoditas kebutuhan bahan pokok itu menjadi barang yang dirasa berat oleh para pedagang.
Dekan Fakultas Teknologi Industri (FTI) Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Dr Zakir Sabhara ST, MT IPM, ASEAN Eng, satu dari sekian banyak warga Makassar yang menyatakan suka dengan jalangkote. Menurut dia, jalangkote selalu ada di berbagai strata sosial masyarakat.
Di tengah langka dan mahalnya minyak goreng saat ini, dia mengajak masyarakat untuk menjadikan momentum mengurangi menu gorengan.
Bagi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) ia berharap agar kesehatan pelanggan selalu menjadi perhatian utama. Konsumen pun diajak untuk berhati-hati memilih jajanan yang cara penyajiannya dengan cara digoreng.
Zakir Sabhara yang mengambil studi kimia itu menjelaskan minyak goreng akan mengalami kenaikan ikatan rantai asam lemak tak jenuh, penurunan ikatan jenuh, polimerisasi dan juga oksidasi.
Perubahan tersebut memberi dampak yang kurang bagus bagi kesehatan, bahkan dapat menimbulkan efek karsinogenik (berpotensi menyebabkan kanker) akibat perubahan struktur dan perubahan sifat kimiawi minyak.
Oleh karena itu, dirinya tidak menyarankan menggunakan minyak jelantah yang telah dipakai berulang-ulang, terutama di saat minyak goreng mahal.
"Makan gorengan memang dapat meningkatkan nafsu makan dan tentunya berkontribusi positif dalam pemenuhan kebutuhan tubuh akan makanan. Itu jika kita mengikuti aturan pemakaiannya, misalnya hanya dua hingga tiga kali penggorengan saja," katanya.
Agar gorengan yang kita makan, misalnya jalangkote, tetap sehat dan nikmat, disarankan untuk menggoreng jalangkote dengan minyak sedikit atau secukupnya, sehingga minyak tidak dipakai berulang kali.
Bagi pedagang gorengan, minyak sawit menjadi kunci mempertahankan usaha untuk menafkahi keluarga.
Hasnah, salah satu pelaku UMKM di kawasan Antang Makassar, bagian timur kota itu, telah menjajakan jalangkote sejak beberapa tahun. Selain jalangkote, ia juga menjajakan bikandoang atau sejenis bakwan.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mahalnya Minyak Goreng
Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto mengajak seluruh pecinta gorengan agar mengganti atau mengurangi porsi makanan yang dimasak menggunakan hasil olahan minyak sawit itu dengan cara menambah porsi rebusan.
Sebetulnya, menurut dia, hampir setiap orang di kota itu sejak kecil sudah terbiasa mengonsumsi makanan dari hasil rebusan dan dibakar. Makanan dengan hasil rebusan dan bakar juga disebutnya lebih menyehatkan dari makanan yang digoreng.
Di beberapa masjid yang dikunjunginya saat menggelar Safari Ramadhan, dirinya kadang ditanyai oleh warganya tentang masih sulitnya ditemukan dan mahalnya minyak goreng di pasaran.
"Lebih baik kita kembali saja ke masa lalu, berkreasi dengan direbus dan bakar itu jauh lebih sehat. Bukan dihilangkan makanan gorengannya, tapi dikurangi saja dulu sementara," kata Danny Pomanto berseloroh yang disertai tawa canda kaum ibu-ibu yang ditemuinya.
Wali kota yang berlatar belakang arsitek itu mengajak masyarakat mengurangi konsumsi minyak goreng. Dengan cara itu bukan tidak mungkin minyak goreng yang tadinya langka akan kembali lagi hadir di setiap rak toko ritel maupun warung-warung.
"Teorinya kan demikian, hukum supply and demand. Semakin banyak permintaan, maka semakin tinggi harga suatu barang itu. Tapi kalau permintaan kurang, stok bisa saja melimpah, maka harga akan turun," katanya.
Menyikapi masalah minyak goreng itu, para mubalig mengajak kaum Muslimin agar lebih meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Kelangkaan dan mahalnya minyak goreng, menurut mereka adalah salah satu tantangan bagi kaum Muslimin, khususnya ibu rumah tangga, untuk lebih bersabar dalam menyajikan menu-menu sehat dan berkah kepada anggota keluarganya.
Â
Advertisement