Sukses

Kisah Tentang Pembinasaan Kaum Ad, Diazab Kekeringan 3 Tahun dan Digulung Awan Hitam

Kaum Ad mendustakan rasul yang diutus kepada mereka dengan menentangnya, dan merendahkan. Maka ditunjukkanlah kepada mereka keagungan dan kekuasaan Allah.

Liputan6.com, Jakarta - Ketika kekafiran Kaum Ad sudah menjadi-jadi dan mereka berpaling dari ajaran yang benar dengan menyembah berhala, maka diutuslah seseorang dari kalangan mereka sendiri untuk menjadi rasulullah yang mengajaknya kembali kepada jalan Allah dan mengesakan peribadatan hanya kepadanya.

Namun kaum Ad mendustakannya, menentangnya, dan merendahkannya. Maka ditunjukkanlah kepada mereka keagungan dan kekuasaan Allah SWT.

Nabi Hud meminta kepada kaumnya itu untuk ikut bersamanya menyembah Allah memohon ampunan kepadanya selalu taat terhadap perintah-nya

Adapun ayat Alquran yang menerangkan pembinasaan kaum Ad secara terperinci contohnya adalah firman Allah;

"Maka ketika mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah lembah mereka mereka berkata inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita bukan tetapi itulah azab yang kamu minta agar disegerakan datangnya yaitu angin yang mengandung azab yang pedih." (QS Al-Ahqaf ayat 24)

 

Dilansir dari Kisah Para Nabi, karangan Imam Ibnu Katsir disebutkan, para ulama tafsir dan ulama lainnya menukilkan sebuah riwayat yang pernah disebutkan Imam Muhammad bin Ishaq bin Yasar. Ia berkata, ketika kaum Ad terus menolak dan memilih untuk kafir kepada Allah, maka setelah itu mereka dilanda kekeringan selama 3 tahun tanpa ada hujan sedikit pun hingga kehidupan mereka terasa semakin sulit.

Dan pada saat itu, jika masyarakat merasa dalam kesulitan mereka meminta kepada Allah untuk dibebaskan dari situasi tersebut dengan cara mendatangi rumah suci di Tanah Haram. Dan cara itu dikenal oleh seluruh masyarakat pada era itu.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Tanah Haram Dikuasai Bani Amalik

Saat itu Tanah Haram ditinggali Bani Amalik yaitu keturunan dari Imlik bin Laudz bin Sam bin Nuh. Sedang orang yang dituakan di sana adalah seorang laki-laki yang bernama Muawiyah bin Bakar dan kebetulan Ibunda Muawiyah yang bernama Jalhadzah binti al-Khaibari juga berasal dari kaum Ad.

Kemudian kaum Ad mengutus delegasinya yang kira-kira berjumlah 70 orang untuk ditugaskan berdoa di Tanah Haram dan memohon agar kaumnya segera diturunkan hujan,

Lalu sesampainya delegasi itu di kota Makkah, mereka langsung menemui Muawiyah bin Bakar. Para utusan itu menceritakan kondisi masyarakatnya yang kemudian mereka meminta izin untuk menetap di Makah sementara waktu.

Namun di Tanag Haram itu, mereka dihidangkan dengan minuman keras dan disuguhkan senandung nyanyian dari dua penyanyi wanita yang memang disediakan Muawiyah.

Setelah sebulan mereka menetap, Muawiyah pun merasa sudah terlalu lama menjamu mereka. Ia juga tidak enak hati dengan para penduduk haram lainnya.

Maka ia pun berkeinginan agar para delegasi itu segera pulang. Namun tentu saja ia tidak sanggup untuk mengusir para delegasi itu secara langsung. Dia kemudian membuat syair yang menyinggung mereka agar segera pergi. Ia meminta dua penyanyi wanitanya untuk melantunkan syair itu di hadapan para delegasi tersebut.

Isi syair tersebut antara lain adalah:

 

Hai orang-orang yang meminta jawaban, sadarlah dan bangunlah

Berdoalah kalian semoga Allah mengirimkan mendung esok pagi

Hingga bumi dapat terpikirkan dengan hujan

Kaum Ad sudah tidak mampu berkata-kata lagi akibat kehausan

Kita tidak ingin kehilangan para orang tua Begitu juga anak-anak kecil dan kaum wanita

 

Setelah mendengar senandung itu, para delegasi tersadar dengan tujuan utama mereka datang ke Tanah Haram. Mereka segera bangkit dan bergegas menuju rumah suci untuk mendoakan kaumnya.

 

3 dari 4 halaman

Panjatkan Doa

Sesampainya di sana, pemimpin delegasi yang bernama Qoil bin Atir segera memanjatkan doa. Setelah doa dipanjatkan, Allah menyiapkan 3 awan bagi mereka, yaitu awan putih, merah, dan hitam.

Kemudian suara dari langit berseru kepada pemimpin delegasi, "pilihlah salah satu dari awan ini untukmu atau untuk kaummu." Pemimpin delegasi itu segera menjawab, "aku memilih awan hitam karena awan hitam awan yang paling banyak menyimpan air."

Maka dikatakan lagi kepadanya, "kamu telah memilih awan yang penuh dengan debu dan menghanguskan, awan yang membuat seorang ayah lari dari ketakutan dan tidak lagi memperhatikan anaknya, awan yang akan membuat semua kaum ad binasa, kecuali mereka yang berada di kediaman Bani Lauzah yakni sekelompok orang dari kaum yang tinggal sementara di Kota Mekah.

Mereka tidak merasakan azab yang ditimpakan kepada kaum Ad di kampung halaman mereka. Itulah beserta keturunannya yang menjadi kaum ad generasi kedua.

Muhammad bin Ishaq melanjutkan, setelah dipilih oleh Qail bin Atir, awan yang berisikan azab itu bertiup menuju pemukiman kaum Ad. Melihat awan itu, kaum Ad bergembira mereka seraya berkata, "ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita."

 

4 dari 4 halaman

Bukan Awan tapi Azab

Namun kegembiraan itu sirna dalam sekejap, karena Allah berfirman;

 

"(Bukan), tetapi itulah azab yang kamu minta agar disegerakan datangnya, (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya." (QS Al-Ahqaf ayat 24)

 

Orang pertama yang melihat dan mengetahui bahwa awan itu adalah azab dari Allah adalah seorang wanita dari kaum Ad. Seperti diriwayatkan bahwa ia bernama Mahdu.

Dia menuturkan, setelah jelas terlihat olehnya, ia pun menjerit dan terjatuh pingsan. Ketika dibawa oleh penduduk lain dan tersadar dari pingsannya, para penduduk bertanya, "apakah yang baru saja kamu lihat wahai Mahdu? Dia menjawab, "aku melihat ada angin menggulung-gulung dan berkobar seperti api di bagian depan, hanya itu ada beberapa orang malaikat yang mengendalikannya.

Allah berfirman,

 

"Allah menimpakan angin itu sudah mereka selama 7 malam 8 hari terus menerus (QS Al Haqqah:7).

 

Sementara itu Nabi Hud dan orang-orang beriman, mereka bersembunyi terlebih dahulu di sebuah tempat persembunyiannya sehingga sama sekali tidak merasakan adanya asap tersebut. Mereka hanya merasakan kenyamanan dan ketenangan tidak seperti kaum Ad lain pada umumnya, mereka berterbangan di antara langit dan bumi serta dihantam oleh batu-batu yang juga berterbangan bersama mereka.