Sukses

Hukum Menjamak Sholat pada Perjalanan Mudik Kurang dari 2 Hari atau 120 Km

Jamak (menghimpun dua shalat) dan qashar (mengurangi jumlah rakaat sholat) merupakan rukhshah atau bentuk keringanan dari Islam untuk mereka yang mengadakan perjalanan jauh seperti misalnya ketika mudik lebaran,

Liputan6.com, Jakarta Jamak (menghimpun dua shalat) dan qashar (mengurangi jumlah rakaat sholat) merupakan rukhshah atau bentuk keringanan dari Islam untuk mereka yang mengadakan perjalanan jauh seperti misalnya ketika mudik lebaran, berdasarkan sejumlah riwayat hadits.

Dikutip NU, sebagian ulama fiqih menetapkan kebolehan jamak dan qashar sholat untuk perjalanan minimal dua marhalah/16 farsakh (48 mil)/4 barid/perjalanan 2 hari.

Meskipun demikian, ulama berbeda pendapat perihal jarak konkretnya. Sebagian ulama mengatakan, dua marhalah berjarak 80,64 km.

Sebagian ulama mengatakan, dua marhalah berjarak 88, 704 km. Ulama Hanafiyah menyebut jarak tempuh 96 km untuk dua marhalah. Sementara mayoritas ulama mengatakan, dua marhalah berjarak 119,9 km.

Masalah ini pernah dibahas dalam Konferensi Besar Ke-1 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta pada 21-25 Syawal 1379 H/18-22 April 1960 M.

Para kiai mencoba menjawab usulan pertanyaan perihal kebolehan jamak dan qashar sholat bagi orang yang berpergian kurang dari dua marhalah.

 

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Pendapat Ulama

Para kiai ketika itu menjawab bahwa tidak ada pendapat ulama yang terbilang memperbolehkan qashar shalat dalam perjalanan yang kurang dari dua marhalah.

Tetapi kalau menjamak dua shalat sewaktu di rumah, memang ada pendapat yang memperbolehkan sejauh ada hajat dan tidak menjadi kebiasaan.

وَذَهَبَ جَمَاعَةٌ مِنَ اْلأَئِمَّةِ إِلَى جَوَازِ الْجَمْعِ فِيْ الْحَضَرِ لِلْحَاجَةِ لِمَنْ لاَ يَتَّخِذُهُ عَادَةً وَهُوَ قَوْلُ ابْنِ سِيْرِيْنَ وَأَشْهَبَ مِنْ أَصْحَابِ مَالِكِ وَحَكَاهُ الْخَطَّابِيُّ عَنِ الْقَفَّالِ وَالشَّاشِي الْكَبِيْرِ مِنْ أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ عَنْ أَبِي إِسْحاَقَ الْمَرْوَزِي عَنْ جَمَاعَةٍ مِنْ أَصْحَابِ الْحَدِيْثِ وَاخْتَارَهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ

Artinya, “Sejumlah imam berpendapat tentang kebolehan menjamak shalat di rumah karena hajat bagi orang yang tidak menjadikannya sebagai kebiasaan. Itu adalah pendapat Ibnu Sirin, Asyhab murid Imam Malik. Al-Khaththabi menghikayatkan pendapat ini dari Al-Qaffal, Al-Syasyi Al-Kabir murid As-Syafi’i, dari Abu Ishaq Al-Marwazi dari sekelompok ulama ahli hadits.

Pendapat itu dipilih pula oleh Ibnul Mundzir,” (Lihat An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, [Cairo, As-Sya’b: 1390 H], jilid II, halaman 359).

Dari keterangan ini, disebutkan bahwa jamak dan qashar sholat ada dua hal berbeda. Jamak sholat pada perjalanan di bawah dua marhalah diperbolehkan sejauh ada hajat yang dibenarkan oleh syara’. Sedangkan jamak sholat pada perjalanan kurang dari dua marhalah ini tidak dibiasakan karena kebolehannya hanya bersifat pengecualian.