Sukses

4 Hukum Puasa Ramadhan untuk Orang yang Sedang dalam Perjalanan

Hukum puasa Ramadhan untuk orang yang sedang dalam perjalanan tergantung kondisinya.

Liputan6.com, Jakarta Hukum puasa Ramadhan untuk orang yang sedang dalam perjalanan perlu kamu ketahui. Terutama bagi kamu yang melaksanakan mudik Lebaran. Orang yang sedang melakukan perjalanan memamng diberikan keringanan untuk tidak berpuasa. Namun, ada berbagai ketentuan bagi musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan jika ingin membatalkan puasa Ramadan

Sayyidah Aisyah ra menceritakan bahwa Hamzah bin Amr al-Aslami ra pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang puasa saat perjalanan.

"Dari Aisyah ra, ia berkata bahwa Hamzah bin Amr al-Aslami pernah bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai puasa dalam perjalanan. Lantas beliau pun menjawab, 'Jika kamu menghendaki maka berpuasalah, dan jika kamu tidak menghendaki maka batalkanlah". (HR. Muslim).

Hukum puasa Ramadhan untuk orang yang sedang dalam perjalanan tergantung kondisinya. Ada kondisi yang menyebabkan kamu boleh membatalkan puasa, ada pula kondisi yang membuat kamu tidak boleh membatalkannya. Walaupun boleh membatalkan atau tidak berpuasa, seorang musafir tetap wajib mengganti pausa tersebut di luar bulan Ramadan.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (25/4/2022) tentang hukum puasa Ramadhan untuk orang yang sedang dalam perjalanan.

2 dari 3 halaman

Hukum Puasa Ramadhan untuk Orang yang Sedang dalam Perjalanan

Ada 4 hukum puasa Ramadhan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, yaitu haram berpuasa, makruh berpuasa, wajib berpuasa, dan lebih baik berpuasa. Perhatikan penjelasannya:

Haram Berpuasa

Hukum puasa Ramadhan untuk orang yang sedang dalam perjalanan pertama yaitu haram berpuasa. Hal ini berlaku bila kamu menduga akan terjadi kerusakan pada dirimu, anggota tubuh atau fungsi (dari tubuh) karena puasa. Bisa juga bila sebenarnya tidak membahayakan untuk sekarang, namun berpikir akan membahayakan untuk di masa yang akan datang. Jadi, pada kondisi seperti ini kamu diwajibkan berbuka atau tidak berpuasa.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh imam al Bajuri di dalam kitabnya:

“Bahkan bila seseorang menduga kuat akan meninggal, rusaknya anggota tubuh, dan fungsinya sebab puasa, maka haram baginya berpuasa sebagaimana al-Ghazali berpendapat dalam al-Mustashfa. Jika ia tidak merasa berbahaya pada saat berpuasa, namun dikhawatirkan terjadi bahaya di waktu mendatang, maka berbuka puasa itu lebih baik baginya, sebagaimana al-Rafi‘i menukil dari kitab at-Tatimmah, dan ia membenarkan pendapat tersebut.”

 

Makruh Berpuasa

Hukum puasa Ramadhan untuk orang yang sedang dalam perjalanan selanjutnya adalah makruh. Menjadi makruh berpuasa bagi kamu yang sudah memenuhi syarat diperbolehkannya tidak berpuasa bagi musafir. Syarat tersebut antara lain:

- Perjalanan yang ditempuh adalah perjalanan yang diperbolehkan qasar salat (kurang dari 81 km),

- Perjalanan yang mubah, bukan perjalanan untuk melakukan kemaksiatan,

- Perjalanan yang dilakukan adalah pada malam hari sebelum terbit fajar Subuh dan melewati batas desa sebelum fajar Subuh tiba.

Jadi, jika kamu pada kondisi seperti yang telah disebutkan, bagi musafir disunahkan untuk berbuka puasa. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Abu Bakar al Ahdali dalam kitab nadzam qawaid fiqhiyyahnya yang berjudul al Faraid al Bahiyyah.

3 dari 3 halaman

Hukum Puasa Ramadhan untuk Orang yang Sedang dalam Perjalanan

Wajib Berpuasa

Sementara itu, hukum puasa Ramadhan untuk orang yang sedang dalam perjalanan berikutnya yaitu wajib berpuasa. Puasa Ramadan wajib dilaksanakan bagi musafir yang tidak memenuhi syarat diperbolehkannya tidak berpuasa. Syaratnya sama seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu musafir yang menempuh perjalanan yang belum diperbolehkan mengqasar salat (kurang dari 81 kilometer), perjalanannya untuk melakukan kemaksiatan, perjalanan yang dilakukan setelah fajar Subuh, dan musafir itu telah menetap di suatu tempat.

 

Lebih Baik Berpuasa

Berpuasa lebih utama daripada berbuka bagi musafir yang sudah memenuhi syarat dan tidak merasa berat atau kesulitan, apalagi jika ia kuat dan tidak ada bahaya yang ditimbulkan. Bahkan inilah yang dipilih oleh jumhur ulama’ (mayoritas ulama) sebagaimana yang diterangkan oleh Hasan Sulaiman anNuri di dalam kitab Ibanatul Ahkam.

Terlebih lagi perjalanan sebagaimana kondisi saat ini sudah terasa lebih ringan dan tidak melelahkan, karena terdapat pesawat dan alat transportasi yang bisa membawa para musafir cepat sampai tujuan, meskipun perjalanan yang ditempuh sangatlah jauh.

Namun, pendapat itu berbeda dengan Imam Ahmad yang mengatakan lebih utama berbuka daripada berpuasa meskipun ia kuat, berdasarkan hadis “Tidak ada kebaikan berpuasa di dalam perjalanan.”(HR. Albukhari dan Muslim).