Sukses

Makna Filosofis Ketupat Lebaran, Antara 'Ngaku Lepat' dan 'Laku Papat'

Ketupat Lebaran menjadi hidangan khas Lebaran bagi masyarakat Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Apa makna filosofi di baiknya?

Liputan6.com, Jakarta - Lebaran Idul Fitri tinggal menghitung hari. Berbagai persiapan telah dilakukan untuk menyambut hari raya Lebaran usai satu bulan berpuasa, salah satunya menyiapkan hidangan spesial untuk keluarga tercinta. Ketupat menjadi hidangan yang 'wajib' ada di meja makan orang Indonesia saat Lebaran.   

Dirangkum dari berbagai sumber, tradisi hidangan ketupat Lebaran diperkenalkan pertama kali oleh Sunan Kalijaga saat sedang menyebarkan Islam di Jawa Tengah. Sunan Kalijaga dikenal kerap menggunakan budaya dan tradisi lokal untuk mengenalkan Islam agar mudah diterima, termasuk melalui kuliner lokal.

Awal mulanya masyarakat lokal sudah memiliki kebiasaan menggantungkan ketupat di depan pintu rumah yang dipercaya mendatangan keberuntungan. Sunan Kalijaga mengubah tradisi itu dan menjadikan ketupat sebagai sajian bernuansa islami untuk menghilangkan unsur-unsur klenik yang mengikatnya.

Ketupat sendiri bagi masyarakat Jawa memiliki filosofi yang kuat. Bentuk ketupat melambangkan perwujudan kiblat papat limo pancer. Maksudnya adalah sebagai keseimbangan alam dalam empat arah mata angin utama, timur, selatan, barat, dan utara. Meskipun memiliki empat arah, namun hanya ada satu kiblat atau pusat.

Keempat sisi ketupat ini diasumsikan sebagai empat macam nafsu yang dimiliki manusia yang dikalahkan dengan berpuasa. Oleh karenanya, jika makan ketupat sendiri bisa diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengalahkan empat nafsu duniawi.

Di dalam filosofi Jawa, ketupat bukan lagi sekadar hidangan khas raya Lebaran, tapi memiliki makna yang mendalam. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat.

Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan. Ngaku lepat ini merupakan tradisi sungkeman yang menjadi implementasi mengakui kesalahan (ngaku lepat) bagi orang Jawa. Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapan orangtua seraya memohon ampun, dan ini masih menjadi tradisi hingga saat ini.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Laku Papat

 

Pada tradisi sungkeman ini mengajarkan akan pentingnya menghormati orangtua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan, dan ampunan dari orang lain, khususnya orangtua.

Sedangkan laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan lebaran. Empat tindakan tersebut adalah lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Arti dari masing-masing kata, antara lain Lebaran memiliki makna usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Kata ini berasal dari kata lebar yang artinya pintu ampunan telah terbuka lebar.

Sementara Luberan memiliki makna meluber atau melimpah. Sebagai simbol ajaran bersedekah untuk kaum miskin. Pengeluaran zakat fitrah menjelang Lebaran pun selain menjadi ritual yang wajib dilakukan umat Islam, juga menjadi wujud kepedulian kepada sesama manusia.

Sedangkan Leburan memiliki makna habis dan melebur. Maksudnya pada momen lebaran, dosa dan kesalahan kamu akan melebur habis. Karena setiap umat islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain. Sedangkan Laburan adalah labor atau kapur. Kapur adalah zat yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Maksudnya adalah agar manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain.

Ketupat juga menjadi simbol beragamnya kesalahan manusia, hal itu bisa dilihat dari rumitnya bungkusan ketupat dari daun kelapa. Setelah ketupat dibuka, maka akan terlihat nasi putih yang mencerminkan kesucian hati setelah memohon ampunan atas segala kesalahan.

Jadi, sudahkah Anda mempersiapkan bikin ketupat untuk Lebaran nanti?