Liputan6.com, Jakarta Lebaran Idul Fitri sering dimaknai sebagai kembalinya seorang muslim pada Fitrah. Namun persoalannya apa itu Fitrah?
Pendiri Pusat Studi Qur'an, Prof. Quraish Shihab mengatakan, bahasa Fitrah itu merujuk pada bahasa yang berarti "asal kejadian". Sedangkan jika merujuk kepada Alquran, Fitra agama yang benar.
Baca Juga
"Jadi Fitrah itu kita kembali memeluk agama secara benar," kata Prof Quraish Shihab dalam diskusi “Hakikat Idul Fitri” di YouTube Abu Marlo, ditulis Senin (2/5/2022).
Advertisement
Namun, lanjut Prof Quraish, Fitra itu juga bisa berarti kesucian. Ada pula yang mengartikan Fitrah itu makan pagi meski makna ini terlalu bersifat materialis.
"Fitrah itu kesucian. Kita kembali kepada kesucian kita karena lahir dalam keadaan suci tidak membawa dosa," katanya.
Dengan menjalani Idul Fitri setelah berpuasa, tentunya kita berharap dosa-dosa akan diampuni oleh Allah SWT. Dengan cara saling memaafkan sehingga berharap kembali ke Fitrah.
Makna asal kejadian
Pada makna asal kejadian, kata Prof Quraish, makna ini lebih dalam. "Manusia itu diciptakan Tuhan dengan membawa sekian banyak kesediaan yang berbeda-beda.
"Saya beri contoh kita diberi mata, telinga ,kaki setiap anggota tubuh ini. Kita diberi akal, kita diberi hati setiap anggota tubuh ini harus kita gunakan sesuai dengan fungsinya. Kita kembalikan dia ke Fitrah menurut asal kejadiannya karena itu jangan mendengar musik dengan mata, jangan melihat dengan telinga jangan menggunakan akal pada hal-hal yang tidak mampu akal untuk meraihnya," katanya.
Ada dua hal yang dilakukan oleh hati namun tidak dapat dilakukan oleh akal. "Dua hal itu adalah cinta dan iman."
"Mau bercinta, jangan gunakan akal, hanya hati. Namun gunakan akal untuk memperkukuh (cinta itu). Mari kita gunakan semua ini pada tempatnya," jelasnya.
Dengan memahami apa fungsi-fungsi anugerah Tuhan sesuai dengan fungsinya dan tempatnya masing-masing, maka itu makna lain dari hidup, lanjut Prof Quraish.
.
Advertisement
Cara menjaga Syawal agar berkah
Prof Quraish menjelaskan, Idul Fitri merupakan awal untuk menjalani kebiasaan-kebiasaan baik. Latihan pembiasaan ini perlu terus dijaga bahkan hingga Syawal.
"Jika kebiasaan ini kembali seperti semula, maka berarti kita masih gagal dalam menempa jiwa kita 30 hari atau ditambah setelah enam hari Syawal itu," kata Prof Quraish.
Ramadhan itu sebenarnya latihan pembiasaan diri untuk tidak terlalu merasa lapar atau mungkin pembiasaan saat bangun malam. "Bangun malam itu itu pembiasaan yang kita dapatkan selama Ramadhan sehingga jangan kita abaikan lagi ke keadaan semula."
"Biasakan untuk memelihara kebiasaan itu meski diperlukan upaya-upaya antara lain bacalah bacaan yang baik. bergaullah dengan bertauhid dengan teman-temannya baik dalam lingkungan yang baik. Kalau itu terjadi kebiasaan ini akan lebih tumbuh dan kalau sudah mantap, akan sulit untuk diubah karena sudah biasa," pungkasnya.