Sukses

Momen Pengumuman Lebaran di Masa Awal Kemerdekaan Indonesia

Antara edisi September 1945, mengabarkan Kiai Raden Haji M Adnan selaku ketua MIT, menyiarkan maklumat penetapan ‘Hari Raja untuk seluruh Djawa

Liputan6.com, Jakarta Pengumuman lebaran telah ada sejak awal era Kemerdekaan Indonesia. Namun sebelum itu, perlu diketahui bahwa di Indonesia dikenal beberapa Lembaga dari kerajaan maupun pemerintah yang memiliki tugas dalam mengurusi hukum-hukum dalam Agama Islam. 

Dikutip NU, ada Mahkamah Islam Tinggi (MIT) yang dibentuk pada era Hindia Belanda, di tahun 1938. MIT ini memiliki fungsi sebagai lembaga hukum dan peradilan bagi masyarakat Islam. Termasuk di antaranya yakni dalam hal penetapan awal puasa dan Lebaran. Fungsi ini masih berjalan di awal bangsa Indonesia merdeka.

Seperti yang kita tahu, Kementerian Agama baru dibentuk pada tahun 1946, maka tugas pengumuman kapan waktu Lebaran ini, masih menjadi tugas dari MIT.

Antara edisi September 1945, Kiai Raden Haji M Adnan selaku ketua MIT, menyiarkan maklumat penetapan ‘Hari Raja untuk seluruh Djawa’, sebagai berikut:

“Mengingat akan alasan-alasan dan dalil-dalil jang telah dikemukakan dalam menetapkan hari permulaan bulan Puasa dan mengingat akan telah sahnja permulaan bulan Puasa pada tahun ini jang djatuh pada hari Kamis Pon 9-8, 1945 (9 Agustus 1945), dengan berdasarkan rukjat jang sah di beberapa tempat seluruh Djawa, jang sesuai pula dengan Hisab-Falaky,” terang Kiai Adnan.

Dari Keterangan tersebut, MIT menggunakan metode rukyat dan hisab untuk penentuan awal Ramadhan dan Syawal. Dari pernyataan itu pula, sekaligus dapat menjadi penguat keterangan waktu pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang terjadi di saat momen bulan Puasa.

 

2 dari 2 halaman

Pengumuman 1 Syawal

Kiai Adnan yang merupakan putra dari Kanjeng Raden Penghulu Tapsir Anom V Keraton Surakarta itu kemudian melanjutkan maklumatnya: “Maka Hari Raja Fitrah (Lebaran) pada tahun ini, dengan istikmaal (menyempurnakan 30 hari) djatuh pada hari Sabtu Pon 8-9, 1945 (8 September 1954) dan hal ini sesuai benar dengan perhitungan Hisab-Falaky.

Demikianlah, mudah-mudahan kita dapat serentak berhari-Raja dengan arti jang lebih besar dari masa jang telah lalu,” pungkas Kiai Adnan yang pernah menjadi Syuriah PBNU.

Begitulah, pengumuman Lebaran di tahun 1945, yang jatuh pada tanggal 9 September 1945, atau baru beberapa pekan setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya.

Perhimpunan Penghulu Selain MIT, penulis juga menemukan lembaga bernama Perhimpoenan Penghoeloe dan Pegawainja (PPDP) yang berkedudukan pusat di Surakarta dan diketuai (lagi-lagi) oleh KRH M Adnan. PPDP ini menjadi salah satu lembaga yang dipercaya dalam hal penetapan puasa dan lebaran.

Pada majalah Berita Nahdlatoel Oelama (BNO) edisi No 1 tahun ke-9 (1 November 1939 atau 19 Ramadhan 1358 H) memuat Maklumat dari Hoofdbestuur (Pengoeroes Besar) PPDP tentang penetapan permulaan Ramadhan dan Lebaran.

“Menoeroet poetoesan PPDP jang ke-1 di Soerakarta, dan telah diroendingkan djoega dengan conferentienja para oelama ahloel falaq dan foeqiha, pada hari Achad tg. 5 Juni 1938 bertempat di Pendopo Pengoelon Solo… oentoek mentjapai persatoean beoat Ramadlan dan dan Lebaran, dengan djalan roe’jah moe’tabaroh bil fi’lie atau bil istikmal.. dan ilmoe falaq didjadikan alat roe’jah belaka..

Dalam hal ini telah didjalankan PPDP moelai tahun 1937 sesoedahnja mengambil poetoesan dalam congresnja jang pertama tsb. Alasan ini menoroet Chadist sabda Nabi djoendjoengan kita Nabi Muhammad SAW: Shumu liru’yatih .. ila akhirihi,” Di artikel majalah BNO tersebut juga memuat putusan permulaan Ramadhan 1358 H atau tahun 1939, yang kemudian jatuh pada tanggal 14 Oktober 1939.