Sukses

Viral Remaja Nekat Makan Sesajen di Kuburan, Ini Hukum Sesaji dalam Perspektif Islam

Seorang pemuda memakan sesajen di kuburan. Konon, aksinya ini dilakukan hanya demi konten, lantas apa hukum Islam memakan sesaji?

Liputan6.com, Purwokerto - Beberapa waktu terakhir, jagat maya dibuat geger oleh aksi seorang pemuda makan sesajen di kuburan. Konon, aksinya ini dilakukan hanya demi konten.

Video pendek itu pun menuai kontroversi, seperti terpantau di Instagram. Salah satunya diunggah oleh akun @memomedsos.

Unggahan itu pun menuai pro dan kontra. Sebagian menganggapnya menarik, namun ada pula yang menyayangkan tindakan pemuda tersebut yang memakan sesajen itu.

"Nasi ayam Ingkung iku bro .... Enak... Pulang auto di gruduk semua penghuni kuburan bro....😂," tulis akun @wijaya.trilaksana.

"Ketimbang mubazir ada bener nya juga 😂," sambung @muhammadrobyrizal.

"Abis makan twmboloknya bengkak, ngk bisa ngomong😂," ucap @tomskyo.

"Biasa aja, apa yg di nekatin," kata @ydha_09598.

"hargai ritual penganut kepercayaan, jangan cuman di lihat dari sudut pandang kepercayaanmu saja," kata @selepungaglik.

"Dasar manusia tak tau diri, masa makanan dlm sesajen itu dimakan dia, kalian taulah kalu makanan sesajen buat lindungi kita dr makhluk2 gaib, ditambah lagi bisa utk makanan kucing krena susah cari makan," ucap iqbalreza66.

Terlepas dari pro kontra yang terjadi terkait makan sesajen ini, bagaimana sebenarnya hukum makan sesajen atau sesaji dalam perspektif Islam?

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Hukum Persembahkan Sesajen

Mengutip Muhammadiyah.or.id, sesajen atau sesaji adalah makanan yang dipersembahkan untuk arwah leluhur. Biasanya sesajen menjadi bahan ritual yang selalu ada di setiap upacara adat dengan tujuan untuk berkomunikasi dengan makhluk gaib.

Mereka percaya bahwa makhluk gaib yang diberi sesajen dapat meningkatkan produksi pertanian atau menghilangkan berbagai malapetaka dan bencana.

Dalam sesajen ada berbagai makanan seperti kelapa hijau, padi, ayam cemani, jenang sengkolo, daun sirih, sayuran, buah-buahan segar, hingga jajanan pasar. Bersamaan dengan itu, ada juga barang-barang antik seperti keris, menyan, gendang, gong dan semacamnya.

Tak sekadar disajikan, tiap-tiap unsur makanan dan barang-barang antik tersebut juga dipercaya memiliki maknanya tersendiri.

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Sopa menegaskan bahwa mempersembahkan sesaji jika ditujukan untuk yang lain selain Allah SWT adalah perbuatan syirik.

Artinya, mempersembahkan sesajen baik di pohon besar, sawah, pegunungan, atau di mana pun untuk arwah leluhur dengan keyakinan bahwa bisa mendatangkan keberuntungan dan kelancaran, serta menangkal hal-hal buruk tergolong dosa besar.

 

3 dari 3 halaman

Hukum Makan Sesajen

Sofa juga turut mengingat jika menemukan sesajen di mana pun, lebih baik dibiarkan. Karenanya haram hukumnya bila memakan sesajen yang ditemukan di sembarang tempat sebab pada dasarnya sesajen adalah makanan yang dipersembahkan kepada selain Allah.

Baik sesajen berupa daging sembelihan maupun makanan selain daging seperti buah-buahan, hukumnya haram dikonsumsi umat Islam. Dalilnya ialah QS. al-Baqarah ayat 173 dan prinsip Sadd adz-Dzari’ah.

“Jika makanan (sesajen) adalah daging yang disembelih untuk sesaji kepada arwah, maka haram dimakan. Adapun makanan selain daging pada dasarnya tidak haram untuk dimakan. Namun demikian, sebagai upaya preventif agar tidak terjadi sesuatu yang menimbulkan dampak negatif, maka dianjurkan untuk tidak memakan makan tersebut, dengan alasan mencegah terjerumus pada kesyirikan,” ujar Sofa dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (12/01), dikutip Selasa (9/8/2022).

Sopa menegaskan bahwa membiarkan makanan sesajen tidak termasuk mubazir. Tidak tepat bila mubazir menjadi alasan untuk mengkonsumsi makanan sesajen. Sebab prinsip mubazir dalam Islam adalah tidak menggunakan pemberian Allah sesuai dengan kehendak Allah. Kalau makanan diperlakukan tidak sesuai dengan kehendak Allah, baru bisa dikatakan sebagai mubazir. Logikanya, membiarkan makanan haram, misalnya, daging babi tidak termasuk mubazir.

“Jadi, makanan apa saja yang disajikan untuk dipersembahkan kepada selain Allah, ya tidak perlu dimakan, karena membiarkannya tidak termasuk mubazir. Tidak boleh mengkambinghitamkan mubazir untuk memakan sesajen yang kita temukan di sembarang tempat,” tutur dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.

Tim Rembulan-Nan