Sukses

Mengenal Husein Mutahar, Sosok Keturunan Rasulullah SAW Pahlawan Penyelamat Bendera Pusaka Indonesia

Habib Husein Mutahar termasuk ke deretan pahlawan Tanah Air yang berjasa. Lewat lagu yang diciptakannya, ia bisa menggelorakan semangat membangun bangsa.

Liputan6.com, Bogor - Lagu Hari Merdeka sering dinyanyikan saat memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus setiap tahunnya. Lagu ini memberikan semangat perjuangan kepada generasi masa kini.

Lagu tersebut menegaskan bahwa ketika suatu bangsa telah merdeka, maka kemerdekaan tersebut tidak bisa direbut kembali. Penerus bangsalah yang sejatinya mempertahankan kemerdekaan itu.

Lagu Hari Merdeka juga mengandung arti kesetian terhadap bangsa dan negara. Kemudian kesiapsediaan dalam membela dan membangun negeri tercinta, yakni Indonesia.

Tahukah kamu, lagu yang memiliki makna sangat dalam itu diciptakan oleh siapa? Ternyata Lagu Hari Merdeka diciptakan oleh sosok keturunan Arab. Ia adalah Sayyid Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Mutahar atau Habib Husein Mutahar.

Selain lagu Hari Merdeka, Mutahar juga menciptakan lagu-lagu lain yang tak kalah populer di telinga kita. Misalnya, himne Syukur, himne Satya Darma Pramuka, dan lagu-lagu kepanduan lain seperti Gembira, Tepuk Tangan Silang-Silang, Mari Tepuk, Slamatlah, Jangan Putus Asa, hingga Saat Berpisah.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 5 halaman

Pahlawan Keturunan Arab

Habib Husein Mutahar termasuk ke deretan pahlawan Tanah Air yang berjasa. Lewat lagu yang diciptakannya, ia bisa menggelorakan semangat membangun bangsa.

Mengutip berbagai sumber, pahlawan keturunan Arab ini lahir di Semarang, 5 Agustus 1916. Ia dikenal sebagai tokoh negarawan dalam masa awal kemerdekaan Indonesia.

Mutahar menyelesaikan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) pada tahun 1934 dan Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta tahun 1938. Kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1946-1947.

Pendidikannya di UGM hanya setahun. Ia memilih untuk berjuang bersama para pemuda nasionalis. Sebab setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya, bukan serta merta merdeka sepenuhnya.

Justru banyak pertempuran yang terjadi pascakemerdekaan. Salah satunya pertempuran Lima Hari di Semarang. Mutahar ikut berjuang di dalam pertempuran tersebut.

3 dari 5 halaman

Kepanduan dan Paskibraka

Sayyid Husein Mutahar tercatat sebagai sosok yang aktif di kepanduan. Ia adalah salah satu tokoh di balik Pandu Rakyat Indonesia. 

Ketika organisasi kepanduan melebur menjadi satu bernama Gerakan Pramuka, Mutahar ikut terlibat di dalamnya. Bahkan, ia menciptakan lagu himne Satya Darma Pramuka yang sering dinyanyikan oleh anggota Pramuka. Lagu tersebut juga selalu dinyanyikan pada Hari Pramuka tanggal 14 Agustus.

Selain aktif di organisasi kepanduan, Mutahar juga tercatat aktif di Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). Oleh Soekarno, Mutahar yang jadi ajudan presiden pertama RI itu ditugaskan untuk menyiapkan upacara kenegaraan peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI pada 1946 di halaman Gedung Agung Yogyakarta.

Mutahar merumuskan tata cara pengibaran Bendera Pusaka. Ia membagi Paskibraka menjadi tiga kelompok. Yakni Pasukan 17 sebagai pengiring, Pasukan 8 sebagai pembawa bendera, dan Pasukan 45 sebagai pengawal.

4 dari 5 halaman

Penyelamat Bendera Pusaka

Agresi Militer II pecah pada 19 Desember 1948. Presiden, wakil presiden, dan beberapa pejabat tinggi RI ditawan Belanda. Soekarno memanggil Mutahar sebelum Gedung Agung Yogyakarta benar-benar terkepung Belanda.

Soekarno mengamanahkan Mutahar untuk menjaga Bendera Pusaka yang dijahit oleh Fatmawati, istri Soekarno.

“Aku (Soekarno) tidak tahu apa yang akan terjadi pada diriku. Dengan ini, aku memberikan tugas kepadamu (Mutahar) pribadi. Dalam keadaan apa pun, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga bendera ini dengan nyawamu,” kata Soekarno seperti dikutip dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams.

Untuk menyiasati Bendera Pusaka direbut oleh Belanda, Mutahar membuka jahitan bendera tersebut hingga merah dan putih terpisah. Ia memasukkan bendera yang terpisah itu ke dua tas miliknya yang juga diisi dengan pakaian dan kelengkapan miliknya.

Pada Agresi Militer II Soekarno dan beberapa tokoh pejuang diasingkan Belanda ke Prapat, lalu Bangka. Sementara Mutahar ditangkap dan ditahan di Semarang selama beberapa bulan.

Setelah bebas dari tahanan, pada Juni 1949 Mutahar mendapat surat dari kepala negara. Berdasarkan surat tersebut, Mutahar menyerahkan Bendera Pusaka ke Soedjono setelah dijahit kembali.

Kemudian Bendera Pusaka itu dibawa ke Bangka. Pada 17 Agustus 1949, Bendera Pusaka kembali dikibarkan di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.

5 dari 5 halaman

Mutahar Wafat

Habib Husein Mutahar wafat pada 9 Juni 2004. Keturunan Rasulullah SAW ini tidak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, melainkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut, Jakarta Selatan.

Hal tersebut berdasarkan wasiat yang ditulisnya di hadapan notaris. Sayyid Husein Mutahar ingin dimakamkan seperti seorang rakyat biasa.