Liputan6.com, Purwokerto - Belakangan, publik dibikin heboh oleh dugaan pencurian di Alfamart. Naga-naganya kasus ini bakal makin ramai, usai kedua belah pihak menggandeng pengacara.
Tentu saja, tiap orang emoh jika kemalingan. Sebaliknya, orang juga ogah disebut maling.
Namun, kisah di bawah ini barangkali akan menjungkirbalikkan pendapat di atas, jika menilik kelakuan Abu Nawas dan Cak Nun saat maling masuk ke rumahnya.
Advertisement
Baca Juga
Cak Nun menceritakan kisah ini dalam pengajian bulanan "BangbangWetan" di Surabaya.
Alkisah, pada suatu hari, maling masuk ke rumah Abu Nawas. Alih-alih mengusir atau mencegah pencurian, Abu Nawas justru bersembunyi di kolong tempat tidur.
Alhasil, si maling leluasa mengaduk-aduk rumah Abu Nawas dengan leluasa. Melihat itu, istri Abu Nawas marah.
Saking marahnya, sang istri bahkan sampai menyindir Abu Nawas. "Sampean ini laki-laki kok takut sama pencuri?," kata sang istri, diceritakan Cak Nun.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Abu Nawas Sembunyi di Kolong Saat Pergoki Maling
Bukannya tersinggung, Abu Nawas justru menjawab, dia merasa sungkan dengan si maling. Sebab, di rumahnya tidak ada barang yang berharga yang bisa dicuri.
"Aku tidak enak kalau dia tahu saya, soalnya di rumah ini tidak ada apa-apa yang bisa dicuri," cerita Cak Nun yang diikuti tawa jemaahnya," kata Abu Nawas.
Cak Nun akan meneladani kisah Abu Nawas itu. Ketika ada maling atau pencuri hendak masuk ke rumahnya, Cak Nun memilih sikap yang sama dengan tokoh sufi Abu Nawas.
Cak Nun khawatir, si maling akan malu jika terpergok sedang mencuri. Karenanya, dia pura-pura tidak tahu.
"Kalau ada pencuri masuk ke rumah saya, saya pura-pura tidak tahu saja. Kasihan dia, nanti malu kalau dia tahu saya melihatnya,"Â ucap Cak Nun, dikutip dari NU Online.
Â
Advertisement
Nilai Kerelaan
Cak Nun mengisahkan Abu Nawas dan sikapnya jika memergoki maling untuk menguraikan sikap rela.
Menurut dia, cerita Abu Nawas itu terkait dengan sejarah Perang Badar, di masa Rasulullah SAW dimana umat Islam dengan kekuatan sangat kecil, tapi justru menuai kemenangan yang gilang gemilang melawan musuh yang besar.
"Kisah Perang Badar dan kerelaan itu harus menjadi rumus hidup kita. Saat kita tidak takut akan kematian dan kekalahan, maka Allah akan memberi kemenangan. Saat kita rela kehilangan dunia, maka Allah akan merelakan dunia berada di pangkuan kita" katanya.
Suami dari Novia Kolopaking itu mengemukakan, kemenangan pasukan Islam dalam Perang Badar yang hanya 300 orang melawan 1.200 orang musuh itu bukan karena kekuatan orang Islam, melainkan karena kepasrahan Rasulullah dan umatnya saat itu.
"Pasukan Islam saat itu dalam kondisi lemah karena kurang makan, sehingga didorong sedikit saja sudah jatuh. Mereka bukan pasukan terlatih. Tapi ketika mereka menang, mereka tidak merayakan kemenangannya itu," katanya.
Saat itu, kata penulis lebih dari 50 buku kumpulan puisi dan esei itu, Rasulullah justru memberikan kebebasan dan hadiah emas kepada tawanan perang musuh dan bukan malah menyakitinya.
Saat itu, kata penulis lebih dari 50 buku kumpulan puisi dan esei itu, Rasulullah justru memberikan kebebasan dan hadiah emas kepada tawanan perang musuh dan bukan malah menyakitinya.
"Itulah sebetulnya hari kasih sayang dalam Islam dan pertama di dunia. Nabi juga tidak mengajak tawanan itu untuk masuk Islam, tapi disuruh pulang dan bersenang-senang dengan keluarganya," kata alumni Pesantren Modern Gontor Ponorogo yang juga mantan wartawan itu.
Tim Rembulan