Liputan6.com, Batam - Kolek atau Sampan Layar sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Melayu pesisir perbatasan antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Kolek merupakan permainan tradisional Melayu pesisir yang dilombakan setiap tanggal 17 Agustus secara turun remurun.
Kolek adalah perahu yang melaju dengan memanfaatkan arus angin melaui layar.
Tokoh masyarakat Melayu Pesisir Pulau Belakang Padang, Kota Batam Musa Jantan menyebutkan lomba kolek atau sampan layar ini telah menjadi tradisi tahunan di Belakang Padang sejak tahun 1959.
Advertisement
"Pertama dilombakan kalau untuk di wilayah Belakang Padang itu pulau sambu 17 Agustus 1959," kata Musa di Lapangan Elang Lut, Pulau Belakang Padang, Kota Batam, Rabu (17/8/22).
Baca Juga
Sejak itulah permainan tradisional dilombakan setiap merayakan kemerdekaan Indonesia.
Menurut Musa, dulu di masa penjajahan, sampan layar pertama kali dimainkan di Singapura setiap tanggal 1 Januari di jembatan Merdeka. Namun, sejak tak ada lagi perlombaan di sana, mulailah dimainkan di Belakang Padang.
"Sisa satu-satunya budaya laut tinggal ini," ucap dia.
Perlombaan sampan layar ini kembali diadakan setelah tiga tahun vakum akibat pandemi Covid-19. Pesertanya tak banyak seperti biasanya. Jika dulu mencapai 72 peserta, kali ini hanya 22 peserta saja.
"Alhamdulillah, atas izin Allah kita bisa adakan kembali sampan layar di Belakang Padang. Kolek sembilan ada sembilan sampan, tujuh ada enam sampan, lima ada enam sampan, dan tiga ada dua sampan," kata Musa.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Pulau Penawar Rindu
Yudi Admajianto, Camat Belakang Padang mengatakan Kegiatan lomba sampan layar di Belakang Padang tak hanya untuk merawat tradisi 17 Agustus yang telah dilaksanakan setiap tahun. Lebih dari itu, tradisi ini juga digelar untuk meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar.
Di lokasi kegiatan, banyak warung kecil penjual makan. Banyak juga ditemukan yang menjual pakaian dan berbagai macamnya.
"Kami di sini sudah mengadakan kurang lebih lima hari kegiatan, berbagai macam [kegiatan] dan hari ini puncaknya. Perputaran ekonomi di sini sangat luar biasa. Mulai dari penambang, biasa satu atau dua trip sekarang bisa delapan. Warung-warung kecil juga dapat keuntungannya," kata Yudi Admajianto.Â
Kegiatan selama lima hari terakhir ini juga menjadi nostalgia bagi masyarakat Melayu.
"Kita hadirkan musik melayu, sampai mereka bilang, macam zaman dulu. Makanya tak heran Belakang Padang orang bilang sebagai Pulau Penawar Rindu," ujarnya.
Advertisement