Sukses

Kisah Rasulullah Dituduh Korupsi dan Kasus Rasuah di Zaman Nabi

Setidaknya terjadi empat kali kasus korupsi pada zaman Rasulullah SAW

Liputan6.com, Purwokerto - Berita kasus korupsi nyaris tiap hari mewarnai beranda perangkat komunikasi dan televisi. Petinggi negara hingga kepala daerah ditangkap karena rasuah.

Ternyata korupsi telah terjadi sejak masa lalu, termasuk pada zaman Nabi Muhammad SAW hidup. Setidaknya terjadi empat kali kasus korupsi pada zaman Nabi SAW. Salah satunya yakni tuduhan bahwa nabi melakukan ghulul atau penggelapan, atau korupsi.

Alkisah, sebagian kecil pasukan perang Uhud menuduh Nabi SAW melakukan ghulul atau penggelapan. Padahal Rasulullah SAW sejak semula sudah berpesan jangan sekali-kali meninggalkan bukit Uhud. Apa pun yang terjadi

سواء منا أم علينا

Kata beliau, menang atau kalah, jangan sekali-kali meninggalkan posisi bukit Uhud agar kita bisa melindungi atau membentengi bala tentara yang berada di bagian bawah bukit, termasuk Nabi SAW sendiri yang kala itu menjadi panglima perang.

Namun mereka melanggar perintah Nabi SAW, bahkan mencurigai Nabi SAW akan menggelapkan harta rampasan perang yang tampak sangat banyak oleh mereka. Saat Rasulullah SAW mengetahui pasukan pemanah turun dari bukit Uhud, beliau bersabda:

ظَنَنْتُمْ أَنَّا نَغُلَّ وَلَا نُقْسِمُ لَكُمْ " فَأَنْزَلَ اللهُ هَذِهِ الآيَة

“Kalian pasti mengira bahwa kami akan melakukan ghulul, korupsi terhadap ghanimah (harta rampasan perang) dan tidak akan membagikannya kepada kalian!”.

Pada saat itulah turun Surat Ali Imran ayat 161, firman Allah yang membantah tuduhan hina itu.

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ

Artinya: Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.

Menurut ulama ahli tafsir dan ahli sejarah, ayat ini turun berkaitan dengan kasus yang terjadi saat perang Uhud tahun ke-2 Hijriah. Kala itu pasukan kaum muslimin menderita kekalahan sangat tragis, para pasukan panah berbondong-bondong turun dari bukit Uhud untuk ikut berebut harta rampasan perang.

Ini lah yang lantas menyebabkan pasukan Islam kalah, usai unggul di awal peperangan. Dalam perang Uhud, setidaknya ada 70 sahabat nabi yang syahid, termasuk paman Nabi, Hamzah.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Kasus Korupsi Ghanimah

Kasus korupsi kedua, menimpa seorang budak bernama Mid’am atau Kirkirah. Dia seorang budak yang dihadiahkan untuk Nabi SAW.

Kemudian, Nabi SAW mengutusnya untuk membawakan sejumlah harta ghanîmah atau hasil rampasan perang.

Dalam sebuah perjalanan, tepatnya di wâdil qurâ, tiba-tiba Mid’am atau Kirkirah, budak itu terkena bidikan nyasar, salah tembak, sebuah anak panah menusuk lehernya sehingga dia tewas.

Para sahabat Nabi kaget. Mereka serentak mendoakan sang budak semoga masuk surga. Di luar dugaan, Rasulullah SAW tiba-tiba bersabda bahwa dia tidak akan masuk surga.

كَلَّا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ، إِنَّ الشَّمْلَةَ الَّتِي أَخَذَ يَوْمَ خَيْبَرَ مِنَ الْمَغَانِمِ لَمْ تُصِبْهَا الْمَقَاسِمُ لَتَشْتَعِلُ عَلَيْهِ نَارًا فَلَمَّا سَمِعَ ذَلِكَ النَّاسُ ، جَاءَ رَجُلٌ بِشِرَاكٍ ، أَوْ بِشِرَاكَيْنِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : شِرَاكٌ مِنْ نَارٍ ، أَوْ شِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ

“Tidak demi Allah, yang diriku berada di tanganNya, sesungguhnya mantel yang diambilnya pada waktu penaklukan Khaibar dari rampasan perang yang belum dibagi akan menyulut api neraka yang akan membakarnya. Ketika orang-orang mendengar pernyataan Rasulullah itu ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah SAW membawa seutas tali sepatu atau dua utas tali sepatu. Ketika itu, Nabi SAW mengatakan: seutas tali sepatu sekalipun akan menjadi api neraka.” (HR. Abu Dawud).

Kasus korupsi ketiga adalah kasus seorang yang menggelapkan perhiasan seharga 2 dirham. Hal ini dijelaskan dalam hadits riwayat Abu Dawud:

أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَشْجَعَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُوُفِّيَ يَوْمَ خَيْبَرَ فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ فَتَغَيَّرَ وُجُوهُ النَّاسِ مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ إِنَّ صَاحِبَكُمْ غَلَّ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَفَتَّشْنَا مَتَاعَهُ فَوَجَدْنَا خَرَزًا مِنْ خَرَزِ يَهُودَ مَا يُسَاوِي دِرْهَمَيْنِ

Ada seorang sahabat Nabi yang meninggal dunia pada waktu terjadi peristiwa penaklukan Khaibar. Hal ini dibicarakan oleh mereka hingga sampai didengar Rasulullah SAW. Beliau bersabda: “Shalatkanlah saudara kalian ini.”.

Sontak  itu raut muka orang-orang berubah (karena keheranan dengan perintah Nabi ini). Rasulullah SAW mengatakan, “Sungguh saudara kalian ini menggelapkan harta rampasan perang di jalan Allah.”.

Ketika itu, kami langsung memeriksa harta bawaannya dan ternyata kami menemukan kharazan (perhiasan/manik-manik atau permata orang Yahudi yang harganya tidak mencapai dua dirham (HR. Abu Dawud).

Perintah Nabi SAW “صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ” (shalatkanlah saudara kalian ini) memberikan isyarat bahwa Nabi SAW tidak berkenan menyalati jenazah seorang koruptor.

3 dari 4 halaman

Kasus Petugas Pemungut Zakat

Kasus keempat adalah korupsi Abdullah bin al-Lutbiyyah (atau Ibn al-Atbiyyah), petugas pemungut zakat di Bani Sulaim. Kasus ini terjadi pada tahun 9 H.

Sebagai petugas pemungut zakat, dia menjalankan tugasnya di Bani Sulaim. Sekembalinya dari bertugas, Ibn al-Lutbiyyah melaporkan hasil penarikan zakat yang diperolehnya dan beberapa yang dia anggap sebagai hadiah untuknya (sebagai petugas).

Ibnu al-Lutbiyyah berkata kepada Rasulullah SAW, “Ini adalah hasil pungutan zakat untukmu (Rasulullah/Negara); dan yang ini hadiah untuk saya.” Mendengar laporan ini, Rasulullah SAW menolak hadiah yang diperoleh saat seseorang menjadi petugas.

Rasulullah SAW bersabda, “Jika kamu duduk saja di rumah bapak dan ibumu, apakah hadiah itu akan datang sendiri untuk kamu?” Kemudian, Rasulullah SAW langsung naik mimbar berpidato di hadapan orang banyak untuk memberitahukan ke publik tentang peristiwa ini.

Hadis tentang kasus Ibn al-Lutbiyyah ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan al-Bukhari dengan redaksi Imam Muslim sebagai berikut:

عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ: اسْتَعْمَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ الْأَزْدِ عَلَى صَدَقَاتِ بَنِي سُلَيْمٍ يُدْعَى ابْنَ الْأُتْبِيَّةِ فَلَمَّا جَاءَ حَاسَبَهُ قَالَ هَذَا مَالُكُمْ وَهَذَا هَدِيَّةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَلَّا جَلَسْتَ فِي بَيْتِ أَبِيكَ وَأُمِّكَ حَتَّى تَأْتِيَكَ هَدِيَّتُكَ إِنْ كُنْتَ صَادِقًا ثُمَّ خَطَبَنَا فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أَسْتَعْمِلُ الرَّجُلَ مِنْكُمْ عَلَى الْعَمَلِ مِمَّا وَلَّانِي اللَّهُ فَيَأْتِي فَيَقُولُ هَذَا مَالُكُمْ وَهَذَا هَدِيَّةٌ أُهْدِيَتْ لِي أَفَلَا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ حَتَّى تَأْتِيَهُ هَدِيَّتُهُ إِنْ كَانَ صَادِقًا وَاللَّهِ لَا يَأْخُذُ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنْهَا شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ إِلَّا لَقِيَ اللَّهَ تَعَالَى يَحْمِلُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَلَأَعْرِفَنَّ أَحَدًا مِنْكُمْ لَقِيَ اللَّهَ يَحْمِلُ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ

Dari Abi Humaid as-Sa’idi ra (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW mengangkat seorang lelaki dari suku al-Azd bernama Ibn al-Lutbiyyah untuk menjadi pejabat pemungut zakat di Bani Sulaim. Ketika ia datang (menghadap Nabi SAW untuk melaporkan hasil pemungutan zakat) beliau memeriksanya. Ia berkata: “Ini harta zakatmu (Nabi/Negara), dan yang ini adalah hadiah (yang diberikan kepadaku).” Lalu Rasulullah SAW bersabda, “jika engkau memang benar, maka apakah kalau engkau duduk di rumah ayahmu atau di rumah ibumu hadiah itu datang kepadamu?”

Kemudian Nabi SAW berpidato mengucapkan tahmid dan memuji Allah, lalu berkata: “Selanjutnya saya mengangkat seseorang di antaramu untuk melakukan tugas yang menjadi bagian dari apa yang telah dibebankan Allah kepadaku. Lalu, orang tersebut datang dan berkata: “ini hartamu (Rasulullah /Negara) dan ini adalah hadiah yang diberikan kepadaku.” Jika ia memang benar, maka apakah kalau ia duduk saja di rumah ayah dan ibunya hadiah itu juga datang kepadanya? Demi Allah begitu seseorang mengambil sesuatu dari hadiah tanpa hak, maka nanti di hari kiamat ia akan menemui Allah dengan membawa hadiah (yang diambilnya itu), lalu saya akan mengenali seseorang dari kamu ketika menemui Allah itu ia memikul di atas pundaknya unta (yang dulu diambilnya) melengkik atau sapi melenguh atau kambing mengembik… (HR. al-Bukhari dan Muslim dan teks dari Muslim).

Tindakan Nabi berpidato di hadapan publik membicarakan ketidakbenaran yang dilakukan oleh bawahannya ini dapat dikatakan bahwa Nabi SAW mempublikasikan tindakan koruptor di media massa atau tempat umum agar menjadi pembelajaran bagi publik, dan agar seorang koruptor dan keluarganya malu dan jera dari tindakan korupsinya.

 

4 dari 4 halaman

Hukum Mati untuk Koruptor

Tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini masuk dalam kategori jarimah ta’zir. Walaupun hanya masuk ke dalam jenis jarimah ta’zir, namun bahaya dan dampak negatifnya bisa lebih besar daripada mencuri dan merampok.

Dengan demikian, bentuk hukuman ta’zirnya dapat berupa pidana pemecatan, pidana penjara, pidana penjara seumur hidup, dan bahkan bisa berupa pidana mati.

Untuk menindak pelaku korupsi, bisa juga diambil dari jarimah hirâbah. Tindak pidana ini disebutkan dalam QS. Al-Mâidah ayat 33 dengan sanksi hukuman mati, disalib, dipotong tangan dan kaki secara silang atau diasingkan, sebagai berikut:

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,".

Disarikan dari NU Online

Tim Rembulan