Liputan6.com, Banyumas - Usamah bin Zaid bin Haritsah merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang sangat dikasihi. Dia merupakan anak dari Zaid bin Haritsah, pelayan yang lantas diangkat anak oleh Rasulullah SAW.
Semenjak lahir, Usamah lahir di lingkungan Nabi dan masuk Islam semenjak belia. Nabi begitu sayang terhadap Usamah. Tidak jarang Rasulullah memangku Usamah, bersama dua cucu kesayangannya, Sayyidina Hasan dan Husain.
Nabi bahkan menyayangi Usamah bin Zaid bin Haritsah sebanding dengan cucu kesayangannya, Hasan dan Husein bin Ali. Satu ketika, sebagai bukti sayangnya kepada Usamah Nabi berdoa, "Ya Allah, sayangilah mereka, karena aku menyayangi mereka. Ya Allah, cintailah mereka, karena aku mencintai mereka,".
Advertisement
Lantaran terlahir dan tumbuh di lingkungan Nabi, Usamah memperlihatkan bakat kepemimpinan sejak belia. Ketika usia Usamah beranjak dewasa, Nabi Muhammad menunjuknya menjadi panglima perang yang memimpin pasukan umat Islam melawan Romawi Timur (Bizantium).
Baca Juga
Mengutip NU Online, merujuk buku Perang Muhammad Kisah Perjuangan dan Pertempuran Rasulullah (Nizar Abazhah, 2014), kejadian ini terjadi pada awal bulan Shafar tahu ke-11 H atau saat Usamah berusia 17 tahun—riwayat lain 18 tahun.
Penyerangan tersebut dimaksudkan sebagai pertahanan, agar Romawi Timur (Byzantium) tidak lagi berpikir untuk menyerang Madinah. Penunjukaan itu membuat Usamah menjadi panglima termuda dalam sejarah Islam.
Sebagian sahabat keberatan dengan penunjukan Usamah tersebut. Mereka berpikir bahwa Usamah masih terlalu muda untuk memimpin tugas berat tersebut. Masih ada pembesar kaum Muhajirin dan Anshor yang lebih layak menempati posisi Usamah tersebut.
Rasulullah SAWÂ kemudian mendatangi mereka yang meragukan Usamah dan menyampaikan pidato berikut seperti terekam dalam The Great Episodes of Muhammad SAW (Said Ramadhan al-Buthy, 2017): "Jika kalian meremehkan kepemimpinan Usamah bin Zaid, berarti kalian juga meremehkan kepemimpinan ayahnya sebelumnya. Demi Allah, jiwa kepemimpinan telah terpatri dalam dirinya. Demi Allah, dia orang yang paling aku cintai. Demi Allah, Usamah diciptakan untuk menjadi pemimpin,".
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Pendobrak Kekaisaran Bizantium
Usamah lantas berangkat meninggalkan Madinah. Ketika tiba di Jurf, sebuah wilayah yang jaraknya sekitar satu farsakh dari Madinah, ia menghentikan pasukannya dan mendirikan kemah setelah mendengar kondisi kesehatan Nabi Muhammad memburuk.
Beberapa saat kemudian, Nabi Muhammad wafat. Detasemen yang dipimpin Usamah gagal berangkat ke tujuan. Usamah langsung kembali ke Madinah.
Kemudian, Usamah dan detasemennya baru diberangkatkan ke wilayah penduduk Ubna, yang berada di bawah kekuasaan Romawi Timur, pada masa kekhalifahan Abu Bakar as-Shiddiq. Abu Bakar mengantar Usamah sebagai panglima perang dengan berjalan kaki, sementara Usama berada di atas pungguh unta.
Hal itu merupakan bentuk penghormatan yang dilakukan Abu Bakar kepada Nabi Muhammad, yang telah menunjuk Usamah sebagai panglima perang. Ketika melepaskan Usamah dan pasukannya yang berkekuatan 3.000 prajurit, Abu Bakar as-Shiddiq menyampaikan sebuah pidato yang menggugah semangat namun penuh dengan pesan kemanusiaan.
"Berperanglah dengan nama Allah dan di jalan Allah. Jangan berkhianat, jangan melanggar janji, jangan memotong-motong tubuh mayat. Jangan membunuh anak kecil, orang lanjut usia, juga wanita. Jangan menebang pohon, jangan merusak, dan membakar pohon kurma. Jangan menyembelih kibas atau unta kecuali untuk dimakan. Kalian akan melewati suatu kaum yang berdiam di biara-biara, biarkan mereka. Perangi orang yang memerangi kalian dan berdamailah dengan orang yang berdamai dengan kalian," kata Abu Bakar as-Shiddiq.
Pemberangkatan pasukan Usamah ini menjadi salah satu ekspedisi terpenting dalam sejarah penyebaran Islam. Setelah itu, pasukan Islam terus memkerkuat posisi dengan berbagai pertempuran menentukan.
Tim Rembulan
Advertisement