Sukses

Demo BBM Naik, Lagu Galang Rambu Anarki dan Hukum Mengkritik dalam Islam

Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak subsidi (BBM subsidi) pada Sabtu, 3 September 2022. Bersamaan dengan kenaikan harga BBM tersebut, salah satu lagu Iwan Fals yang berjudul ‘Galang Rambu Anarki’ trending di mesin pencarian Google.

Liputan6.com, Cilacap - Demo BBM naik marak terjadi seturut pengumuman resmi kenaikan harga bahan bakar minyak subsidi (BBM subsidi) pada Sabtu, 3 September 2022.

Pemerintah memutuskan menaikkan harga solar subsidi menjadi Rp6.800 per liter, pertalite menjadi Rp10.000 per liter, dan Pertamax Rp14.500 per liter. Secara sederhana, kenaikannya berkisar Rp1.700-2.550 per liter.

Bersamaan dengan kenaikan harga BBM tersebut, salah satu lagu Iwan Fals yang berjudul ‘Galang Rambu Anarki’ trending di mesin pencarian Google.  

Lagu yang rilis sekitar tahun 1982 dalam album Opini itu dicari lantaran berisi tentang kritik terhadap pemerintah tentang kenaikan harga BBM.

Tentunya lagu ini masih relevan dengan kondisi saat ini karena baru saja pemerintah menaikan harga BBM. Apa yang dilakukan Iwan Fals dalam lagu tersebut ini sebagai bentuk kritik akan kebijakan pemerintah saat itu menaikan harga BBM yang dinilai tidak memihak kepada rakyat kecil.

Begitu pula dengan saat ini, ketika mahasiswa dan kelompok masyarakat ramai-ramai demo kenaikan harga BBM. Lantas, bagaimana hukum mengkritik pemerintah perspektif Islam?

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Hukum Mengkritik Pemerintah Perspektif Islam

Mengutip Suara Muhammadiyah.id bahwa pada dasarnya kita diperintahkan untuk menaati pemerintah atau pemimpin (Q.S An-Nisa: 59). Namun, jika kemudian pemerintah membuat kebijakan-kebijakan atau aturan yang dirasa kurang berpihak pada rakyat, atau bahkan dirasa merugikan dan mendzalimi rakyat, maka mengingatkan atau mengkritik pemerintah menjadi perlu dilakukan.

Hal ini karena amar makruf dan nahi mungkar harus ditegakkan. Dalam melakukan kritik pada pemerintah, terdapat tiga cara, yaitu nasihat, amar makruf nahi mungkar, dan jihad.  

Pertama, kritik dengan nasihat atau menyampaikan saran-saran kebaikan. Allah SWT berfirman:

وَالْعَصْرِ، إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ، إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

"Demi Masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran." [QS. al-‘Ashr [103]: 1-3].

Dalam hadis Nabi SAW juga disebutkan:

عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

"Dari Tamim ad-Dari (diriwayatkan), bahwasanya Nabi Saw bersabda: Agama adalah nasihat. Kami bertanya: Kepada siapa? Rasulullah menjawab: Kepada Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, pemimpin-pemimpin umat Islam, dan kaum awam mereka." [HR. Muslim].

Kedua, amar makruf nahi mungkar, yaitu mengajak pada kebajikan dan mencegah kemungkaran. Allah swt berfirman:

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ 

"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." [QS. Ali Imran [3]: 104].

Di samping itu, Nabi Muhammad saw bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَان 

"Siapa saja yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka (ubahlah) dengan lisannya. Jika ia tidak mampu, maka (ubahlah) dengan hatinya, dan yang demikian itu selemah-lemah iman." [HR. Muslim].

 

3 dari 3 halaman

Cara Mengkritik Pemerintah

Dengan demikian, suatu kemungkaran harus dicegah sedapat mungkin, meskipun kemungkaran tersebut dilakukan oleh pemerintah.

Ketiga, dengan berjihad. Jihad dalam konteks ini adalah bukan jihad dengan berperang, akan tetapi menyampaikan kebenaran meskipun pada pemimpin yang dzalim. Diterangkan dalam hadis Nabi saw:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيرٍ جَائِرٍ 

"Dari Abu Sa’id al-Khudri (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw bersabda: Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa atau pemimpin yang dzalim." [HR. Abu Dawud].

Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah tidak dibenarkan mencaci, menghina, dan merendahkan pemerintah.

Cara menyampaikan kritikan tetap harus santun. Kritik yang diberikan pun jangan sampai merusak nama baik atau bahkan memfitnah. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللهِ فِي الْأَرْضِ أَهَانَهُ اللهُ 

"Siapa saja yang menghinakan pemimpin Allah di muka bumi, maka Allah akan hinakan ia." [HR. at-Tirmidzi].

Mengkritik pemerintah diperbolehkan, dan bahkan dianjurkan demi kebaikan bersama. Dalam hal ini kritik pada pemerintah merupakan hubungan timbal balik antara pemerintah dengan rakyat.

Kritik juga merupakan sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memberikan saran pada pemerintah. Lebih jauh lagi, kritikan rakyat dapat menjadi kontrol bagi pemerintah jika ada langkah-langkah pemerintah yang dirasa kurang bijak bagi rakyatnya.

Selain aturan pada hadis-hadis di atas, dalam mengkritik segala aturan dan perundang-undangan yang berlaku juga harus diindahkan. Jika kritik dilakukan di muka umum seperti demonstrasi, maka harus tetap menjaga ketertiban umum (tidak merugikan) dan dilakukan dengan izin pihak yang berwenang.

(Khazim Mahrur)