Sukses

Kisah Sahabat Nabi Abu Dzar al-Ghifari, Penyamun yang Jadi Muslim Revolusioner dan Gemparkan Makkah (I)

Abu Dzar al-Ghifari berasal dari suku Ghifar. Sebuah tempat yang amat jauh dari Makkah. Bila mendengar nama Ghifar, kala itu, maka orang akan bergidik ngeri, ini adalah sarang penyamun padang pasir

Liputan6.com, Jakarta - Alkisah, Abu Dzar al-Ghifari datang ke Makkah dengan sempoyongan. Tubuhnya lelah, bajunya kusut dan compang-camping, tapi di matanya ada binar kerinduan dan harapan untuk menemui orang mulia Nabi Muhammad SAW.

Nama asli Abu Dzar adalah Jundub bin Junadah bin Sakan, berasal dari suku Ghifar. Sebuah tempat yang amat jauh dari Makkah. Bila mendengar nama Ghifar, kala itu, maka orang akan bergidik ngeri, ini adalah sarang penyamun padang pasir.

Namun Allah SAW menunjukkan kuasanya. Dia membukakan hati kepada yang ingin diberi-Nya petunjuk. Entah dari mana Abu Dzar al-Ghifari mendengar Rasulullah SAW membawa ajaran Islam yang penuh rahmat. Hari itu, dia datang menjemput kebenaran.

Dengan keahliannya mencari informasi, ia mengetahui di mana Rasulullah SAW tinggal dan bagaimana kondisi Makkah kala itu. Kala itu, Islam baru diperkanalkan dan masih disebarkan dengan bisik-bisik. Pagi harinya, Abu Dzar mencari Rasulullah SAW yang kala itu sedang duduk sendirian.

"Selamat pagi, wahai kawan sebangsa!". "Alaikas salam, wahai sahabat," jawab Rasulullah SAW.

Lantas, ia meminta Rasulullah SAW membacakan syair. Namun, Rasulullah SAW menjawab bahwa dia akan memacakan Al-Qur'an, bukan syair gubahannya.

Tak dijelaskan surah apa yang dibacakan Nabi kepada abu Dzar al-Ghifari, namun setelah mendengarnya, orang yang jauh-jauh datang dengan berjalan kaki itu langsung beriman dan mengucapkan syahadat.

Baru setelah Rasulullah bertanya, dari mana Abu Dzar berasal. "Dari Ghifar," jawab Abu Dzar.

Bahkan, Rasulullah SAW pun takjub dengan Abu Dzar yang berasal dari suku Ghifar. Rasulullah SAW tersenyum, antara kagum dan takjub. Bagaimana tidak, Ghifar adalah sebuah kabilah atau suku yang tiada taranya dalam menempuh jarak.

Suku Ghifar menjadi tamsil atau semacam legenda dalam perbandingan melakukan perjalanan di padang pasir. Kondisi pasang pasir yang keras dan gelapnya malam bukan menjadi halangan bagi mereka. Dan celakalah kafilah yang kesasar dan jatuh di tangan kaum Ghifar.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Syahadat di Ka'bah hingga Hina Berhala

Kemudian, Nabi Muhammad SAW berkata, "Sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada siapa saja yang disukainya,".

Ini menunjukkan bahwa jarak tempuh dan latar belakang suku Ghifar telah membuat Rasulullah kagum. Sementara, Islam baru saja lahir dan berjalan diam-diam.

Namun, Abu Dzar memang tajam dalam melihat kebenaran. Ketika dia mendengar ada seorang Nabi yang mencela berhala dan pemujanya, maka ia datang mencari dan menemuinya.

Dilahirkan di tengah keluarga dan lingkungan yang keras, Abu Dzar dikenal tegas dan revolusioner. Jika dulu kaumnya keras dalam arti negatif, maka kali ini Abu Dzar menujukkan keunggulan sukunya yang keras dalam arti positif.

Sayangnya, saat itu keterusterangan dan keberanian Abu Dzar al-Ghifari belum pada waktunya. Namun, keberaniannya sempat menggemparkan Makkah. Bisa saja apa yang dilakukan oleh Abu Dzar justru bisa membahayakan Islam yang baru saja lahir.

Suatu ketika, sahabat nabi ini udah tak lagi sabar dengan cara diam-diam Nabi. Menurut dia, harus ada seseorang yang berani meneriakkan kebenaran di tengah kaum musyrik. Jiwanya memang radikal dan revolusioner, tanpa sedikitpun rasa takut.

Maka, dia kemudian bertanya kepada Rasulullah SAW. "Wahai Rasulullah, apa yang harus saya kerjakan menurut Anda?". "kembalilah kepada kaummu sampai ada perintahku nanti!" jawab Rasulullah.

"Demi Tuhan yang menguasai nyawaku, saya tak akan kembali sebelum meneriakkan Islam di dalam masjid," kata Abu Dzar, tegas.

Kemudian, Abu Dzar menuju Ka'bah dan berseru dengan sekeras-kerasnya, "Asyhadu allaa ilaaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah,". Maka gemparlah Makkah.

3 dari 3 halaman

Pembesar Quraisy Takut dengan Kabilahnya

Pembesar Makkah yang mengetahui itu langsung mengurung Abu Dzar. Ia lantas dipukuli sampai hampir mati.

Lantas, sekonyong-konyong, datanglah paman Nabi, Abbas bin Abu Thalib. Dia kemudian memeluk Abu Dzar dan berkata "Ada apa dengan kalian ini! Apakah kalian mau membunuh seorang dari kabilah Gifar? Padahal selama ini kalian berdagang dan berkomunikasi dengan dunia luar melewati daerah kekuasaan mereka?!".

Mendengar itu, pembesar Quraisy khawatir mereka akan diganggu dalam perjalanan perdagangan mereka. Sebab, jalur dagang mereka adalah wilayah kekuasaan kabilah Ghifar.

Mereka lantas meninggalkan Abu Dzar dan Abbas.

Rupanya, dianiaya pada tindakan nekatnya yang pertama itu tak membuat Abu Dzar kapok. Keesokan harinya, dia melihat ada dua perempuan yang tengah bertawaf mengelilingi berhala di Ka'bah.

Ia kemudian berdiri dan mengadang keduanya. Kemudian, dengan sekeras-kerasnya, dia menghina berhala sejadi-jadinya.

Hasilnya, Abu Dzar al-Ghifari kembali dianiaya sampai hampir putus nyawa. Nyaris serupa dengan peristiwa pertama, Abbas lah orang yang menolongnya.

Al Abbas melihatku lalu menabrakkan badannya ke badanku untuk melindungiku. Lalu dia menghadapi mereka dan berkata,

'Tangkap Sâbi itu (Muslim itu)!'. Lalu aku dipukuli (sampai hampir mati) sama seperti kemarin, dan kembali Al Abbas menghampiri diriku dan menabrakkan badannya ke badanku untuk melindungiku, dan dia berkata pada mereka sama seperti yang dia lakukan kemarin," kata Abu Dzar.

Melihat potensi bahaya sekaligus potensi positif keberanian Abu Dzar, Rasulullah lantas kembali memerintahkan agar Abu Dzar kembali ke kabilahnya untuk menyebarkan agama Islam di wilayah asalnya. Kali ini, Abu Dzar menurut dan segera berkemas.

Terbukti kemudian, Abu Dzar mampu mengislamkan nyaris seluruh kabilahnya yang gemar merampok. Tak hanya itu, Abu Dzar juga berkeliling ke kabilah-kabilah lain, salah satunya Aslam.

Pada periode awal penyebaran Islam. Abu Dzar menjadi sahabat penyebar Islam yang sangat berhasil. Rasulullah sangat menghargai dan menyayanginya. Bersambung.

Sumber: Kitab Rijalul Haular Rasul dan beberapa sumber lain

Tim Rembulan