Liputan6.com, Cilacap - Nabi Muhammad SAW terlahir dari pasangan Sayyid Abdullah bin Abdul Muthalib dan Aminah binti Wahab pada tanggal 12 Rabi’ul Awal Tahun Gajah.
Baca Juga
Advertisement
Beliau merupakan keturunan salah satu suku terhormat di kalangan masyarakat Arab, yaitu suku Quraisy. Suku Quraisy merupakan suku asli Makkah.
Quraisy mengandung makna "berhimpun kembali", dan "memenuhi kebutuhan dengan berusaha." Sebagaimana digambarkan dalam Surat Al-Quraisy ayat 2 bahwa mereka kerap bepergian pada musim dingin ke arah Yaman, dan menuju Syam pada musim panas.
Rasulullah SAW terlahir dari Bani Hasyim. Salah satu keluarga yang dihormati karena nasab dan statusnya sebagai pelayan Ka'bah.
Meskipun berasal dari kalangan terhormat, sejak kecil Nabi Muhammad SAW tidak berperilaku angkuh dan sombong. Bahkan menginjak usia 8 tahun beliau bersedia menggembala kambing milik orang Makkah.
Meskipun pamannya Abu Thalib dan bibinya Fatimah binti As’ad ketika itu tidak mengizinkannya karena usianya masih kanak-kanak dan pekerjaan yang dilakukannya tidak mudah, akan tetapi beliau meyakinkan paman dan bibinya.
Singkat cerita, akhirnya Abu Thalib dan istrinya mengizinkan Muhammad kecil menggembala kambing.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Sejak Kecil Telah Memiliki Kepedulian
Kesediannya menggembala kambing tidak didasari atas paksaan orang lain, melainkan kesadaran yang tumbuh dari dalam dirinya.
Diceritakan, bahwa ketika Muhammad kecil dalam asuhan pamannya, kondisi ekonomi Abu Thalib ketika itu cukup memprihatinkan.
Muhammad kecil berkeyakinan bahwa dengan menggembala kambing ia berharap dapat membantu meringankan keadaan ekonomi pamannya.
Pada masa kanak-kanak, Muhammad kecil telah memiliki kepedulian dan pemikiran layaknya orang dewasa.
Umumnya, anak-anak usia 8 tahun, tidak memikirkan hal-hal seberat itu. Kebanyakan mereka hanya asyik bermain dan masih mendapatkan kasih sayang orang tuanya.
Namun hal ini tidak terjadi pada diri Muhammad kecil. Hal ini pula yang menyebabkan pemikirannya melampaui anak-anak pada umumnya.
Advertisement
Menumbuhkan Jiwa Kepemimpinan
Allah SWT telah mempersiapkan Muhammad menjadi nabi sejak kecil. Takdir sebagai penggembala kambing ini tujuannya untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan pada diri Muhammad sebelum diangkat menjadi nabi.
Seorang penggembala kambing adalah pemimpin yang memiliki tanggung jawab besar terhadap kambing-kambing gembalanya. Bagaimana supaya saat pulang jumlah kambing tetap utuh.
Bagaimana supaya setiap kambing terjamin kenyang dan bagaimana juga menangani kambing-kambing gembala yang bertengkar berebut makanan, misalnya. Kesulitan-kesulitan ini juga yang harus bisa diatasi oleh sang penggembala.
Dengan kebiasaan menggembala kambing ini harapannya akan tertanam jiwa sabar, adil bijaksana dalam mengatasi permasalahan-permasalalah yang ada.
Para Nabi Pernah Menggembala Kambing
Selain Nabi Muhammad SAW, diketahui bahwa para nabi sebelumnya juga berprofesi sebagai penggembala kambing. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلاَّ رَعَى الْغَنَمَ. فَقَالَ أَصْحَابُهُ: وَأَنْتَ؟ فَقَالَ: نَعَمْ كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لأَهْلِ مَكَّةَ
Artinya, “Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali menggembala kambing.” Sahabat lantas bertanya, “Apakah engkau juga demikian?” Rasulullah menjawab, “Iya, dulu aku menggembala kambing milik orang Mekah dengan upah beberapa qirath.”
Menggembala kambing merupakan pekerjaan yang akan menumbuhkan sikap peduli, sabar dan penyayang.
Selain itu, pekerjaan ini juga akan menumbuhkan sikap bertanggung jawab sebab mengembala kambing juga menjaga mereka dari mangsa hewan buas dan juga pencuri.
Hikmah dari para nabi menggembala kambing sebagaimana informasi hadis di atas, yakni bekal ketrampilan dalam mengurus umat yang merupakan salah satu tugas Nabi.
Penulis: Khazim Mahrur
Advertisement