Sukses

Fatwa Syekh Yusuf Al Qaradawi Tentang Hukum Memperingati Maulid Nabi

Karya-karya Al Qaradawi ini membahas masalah hukum Islam (fikih), ushul fikih, ekonomi Islam, ulumul Qur’an dan sunah, aqidah etika, dakwah, tarbiyah, sastra Arab, dan masalah-masalah yang popular di masyarakay seperti memperingati maulid Nabi SAW. Lalu bagaimana pandangan Al Qaradawi tentang hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW?

Liputan6.com, Cilacap - Cendekiawan muslim yang juga pemimpin spiritual Ikhwanul Muslimin Syekh Yusuf Al Qaradawi dikabarkan meninggal dunia pada Senin (26/09/22) pada usia 96 tahun.

Melalui websitenya, Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS) mengonfirmasi kebenaran wafatnya cendekiawan Muslim yang sangat berpengaruh di dunia ini.

Al Qaradawi merupakan tokoh yang mendirikan Persatuan Ulama Muslim Internasional (IUMS) sekaligus menjadi ketuanya (2004-2018).

Sepanjang hidupnya, Yusuf Al Qaradawi telah menulis 120 judul buku. Selain itu, beberapa penghargaan ia peroleh lantaran jasa besarnya dalam perkembangan pemikiran dan pengetahuan Islam.

Karya-karya Al Qaradawi ini membahas masalah hukum Islam (fikih), ushul fikih, ekonomi Islam, ulumul Qur’an dan sunah, aqidah, etika, dakwah, tarbiyah, sastra Arab, dan masalah-masalah yang popular di masyarakat, seperti hukum memperingati maulid Nabi SAW.

Lalu bagaimana pandangan Al Qaradawi tentang hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW?

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Memperingati Maulid Nabi SAW Tidak Bid’ah

Mengutip fiqihislam.com, Yusuf Al Qaradawi membolehkan perayaan maulid Nabi Muhammad SAW dan bukan perkara bid’ah dan tercela. Perayaan seperti itu boleh guna mengingat kembali sirah perjuangan, kepribadian Rasulullah SAW yang agung, dan misi yang dibawanya dari Allah SWT.

Dalam fatwanya, Qaradawi melandaskan pendapatnya dengan mengatakan bahwa memperingati kelahiran Rasulullah saw adalah mengingatkan umat Islam terhadap nikmat luar biasa kepada mereka.

“Mengingat nikmat Allah adalah sesuatu yang disyariatkan, terpuji dan memang diperintahkan. Allah swt memerintahkan kita untuk mengingat nikmat Allah SWT, ” ujar Qaradhawi.

Namun demikian, Qaradawi juga mengatakan bahwa peringatan Maulid Nabi saw jangan sampai dicampur dengan ragam kemungkaran dan penyimpangan syariat serta melakukan apa yang tidak diberikan kekuatan apapun oleh Allah SWT.

“Menganggap peringatan Maulid adalah bid’ah dan semua bid’ah itu sesat dan tempatnya di neraka, itu tidak benar sama sekali. Yang kita tolak adalah mencampur peringatan itu dengan berbagai penyimpangan syariah Islam dan melakukan sesuatu yang tidak diberi kekuasaan apapun oleh Allah SWT seperti yang terjadi di sebagian tempat, ” kata Qaradhawi. 

Fatwa Al Qaradhawi dikeluarkan untuk menjawab pertanyaan sejumlah umat Islam yang menanyakan, “Apa hukumnya merayakan maulid Nabi SAW dan perayaan Islam lainnya, seperti perayaan tahun baru hijriyah, isra mi’raj dan lainnya?” Maka, Qaradhawi menjawab antara lain bahwa, “Mengingat nikmat itu diperintahkan, terpuji dan memang dianjurkan. 

 

3 dari 3 halaman

Mengingatkan Sejarah Islam

Mengingatkan umat Islam dengan berbagai peristiwa penting dalam sejarah Islam yang di dalamnya terdapat pelajaran yang bermanfaat, bukan sesuatu yang tercela, dan tidak bisa disebut sebagai bid’ah atau kesesatan.” 

Ia menambahkan, “termasuk hak kami adalah mengingat sirah perjalanan Rasulullah SAW dalam ragam peringatan. Ini bukan peringatan yang bid’ah. Karena kita mengingatkan manusia dengan sirah nabawiyah yang mengikatkan mereka dengan misi Nabi Muhammad SAW. 

Ini adalah kenikmatan luar biasa. Adalah dahulu para sahabat kerap mengingat Rasulullah SAW dalam beragam kesempatan.”

Di antara contohnya, Al Qaradawi menyebutkan, perkataan sahabat Sa’ad bin Abi Waqash RA, “Kami selalu mengingatkan anak-anak kami dengan peperangan yang dilakukan Rasulullah SAW sebagaimana kami menjadikan mereka menghafal satu surat dalam Al-Quran.”

Ungkapan ini, menurut Al Qaradawi menjelaskan bahwa para sahabat kerap menceritakan apa yang terjadi dalam perang Badar, Uhud dan lainnya, kepada anak-anak mereka, termasuk peristiwa saat perang Khandaq dan Bai’at Arridwan.” 

Khazim Mahrur