Liputan6.com, Bogor - Maulid Nabi atau kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diperingati setiap Rabiul Awal sudah menjadi tradisi umat Islam. Peringatan ini bisa dikatakan sebagai bentuk ungkapan cinta dan kerinduan pada sosok Nabi Muhammad SAW.
Kendati demikian, ada beberapa kalangan yang berpendapat jika memperingati Maulid Nabi adalah bid’ah. Salah satu alasannya adalah peringatan semacam itu tidak dilakukan di zaman Rasulullah SAW.
Seorang jemaah Al Bahjah penasaran dengan Maulid Nabi di zaman Rasulullah SAW. Lantas ia pun bertanya kepada ulama KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya.
Advertisement
Baca Juga
“Saya ingin bertanya, bagaimana cara Rasulullah SAW memperingati Maulid Nabi?” tanya salah satu jemaah pria yang tidak diketahui namanya itu seperti dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Kamis (29/9/2022).
Menjawab pertanyaan, Buya Yahya mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak memperingati dirinya sendiri, tapi Rasulullah menjadi contoh bagi umatnya.
“Jadi, semua yang ada pada nabi perlu dihadirkan. Cara menghadirkan semua yang ada pada nabi adalah dengan cara semacam ini (memperingati Maulid Nabi),” kata Buya Yahya.
“Sebab yang ditiru nabi adalah semua perilaku gerak-gerik nabi dan itu bukan saja lirikan nabi, bukan saja senyumnya nabi , tapi semua dari nabi. Kalau nabi adalah yang kita peringati, nabi suri tauladan,” tambah pengasuh LPD Al Bahjah ini.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Definisi Peringatan Maulid Nabi
Soal memperingati kelahirannya nabi pernah ditanya kenapa berpuasa di hari Senin. Nabi menjawab bahwa Senin adalah hari dilahirkannya.
“Cuma kita tidak hanya bicara tentang sebuah kelahiran. Kelahiran nabi jelas istimewa, tapi kita ingin menghadirkan sunah nabi di acar-acara semacam ini,” ujar Buya Yahya.
Menurut Buya Yahya, perayaan Maulid Nabi adalah bagaimana sebuah perkumpulan yang diberi motivasi untuk mengenal, mencintai, dan membela Nabi Muhammad SAW.
“Di saat definisi berubah, jadi berubah, sehingga ada muncul pertanyaan, sahabat saja tidak melaksanakan. Oh sahabat sudah di dalam puncak kecintaan. Kamu gimana cintamu kepada Rasulullah?” imbuhnya.
Kata Buya Yahya, menjadi salah ketika mendefinisikannya tidak tepat. Misalnya, mendefinisikan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak merayakan maulid, tapi umatnya sekarang merayakan.
“Nabi Muhammad itu justru yang dirayakan,” tegas Buya Yahya.
Advertisement